Ngeri Ngeri Sedap, mungkin itulah pernyataan yang ada ketika melihat judul berita ini. Bahwa judul itu sebenarnya provokatif memang ya… Namun malah bikin kita sadar siapa sebenarnya Megawati? Yang harus bertanggungjawab atas semua yang terjadi atas sejumlah asset yang jual oleh Megawati pada saat menjadi Presiden tidak lepas dari soal usungan dia ke Jokowi saat ini.
Dari soal Indosat sampai Gas Tangguh, dari Sukhoi sampai penjualan VLCC, dan kebijakan yang absurd memberikan pengampunan kepada pengemplang BLBI melalui Release and Discharge. Khusus yang terakhir BLBI mereka kini berkongsi dukung Jokowi maju di Pilpres 2014.
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dinilai sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas penjualan Indosat sebagai aset negara kepada pihak asing.
Penjualan aset negara kepada pihak asing sebagai pelanggaran yang luar biasa. “Indosat sebagai aset negara itu kesalahan fatal. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab, ya pemerintahan (Megawati) saat itu," kata Fadli Zon Selasa (24/6/2014) usai debat Capres.
Penjualan aset negara kepada pihak asing sama saja melanggar UUD 1945. Aset negara untuk kesejahteraan rakyat. Itu adalah amanat konstitusi kita di pasal 33 UUD 45, tegasnya.
Seperti diketahui, ketika debat capres, Jokowi mengatakan Indosat merupakan aset strategis negara. Namun Indosat perlu dijual karena kondisi perekonomian saat itu tengah krisis
Soal Gas Tangguh yang dijual murah berkat ajojing alias dansa Megawati dengan Wakil Presiden China Xi Jinping dengan Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri dengan harga harga murah untuk gas alam dalam kontrak LNG Tangguh.
Ada pernyataan Xi Jinping yang disampaikan Wapres Jusuf Kalla saat itu dimana diberi kesempatan Presiden Yudhoyono menjelaskan proses renegosiasi kontrak LNG dengan China di hadapan sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden di Kompleks Istana di Jakarta, Kamis (28/8) beberapa waktu lalu.
"Itu Presiden Indonesia yang minta," kata Kalla menirukan pernyataan Xi Jinping saat mereka bertemu di Beijing pekan lalu.
"Benar, karena kita ini kan bersahabat, tapi mari kita bicara jangka panjang. Kalau kita bicara jangka pendek, OK proyek ini selesai. Bisa-bisa ini tidak akan jalan," tambah Kalla, mengulang percakapannya dengan Xi waktu itu.
Penjelasan Kalla di hadapan sidang kabinet paripurna ini terkait rencana pemerintah untuk melakukan renegosiasi harga proyek LNG Tangguh.
Harga gas alam dalam kontrak LNG ini dinilai sangat murah sehingga jika pada Oktober mendatang produksi gasnya sudah di ekspor ke China, maka Indonesia akan mengalami kerugian.
Menurut Kalla --waktu itu--, wapres China seorang yang sangat terbuka sehingga mau diajak berdiskusi. "Coba lihat keadaan. Masak Anda akan membeli gas negeri kami dengan harga seperdelapan dari harga dunia sekarang ini," kata Kalla lagi menirukan jawabannya kepada Xi.
Oleh karena itu, tambah Kalla, pemerintah akan mengajukan harga dan formula, dan latar belakang baru untuk merevisi kontrak LNG Tangguh.
Wapres Kalla menyatakan di akhir pertemuannya dengan wapres China, keduanya sepakat untuk membentuk tim negosiasi kembali. "Dan kami akan bertemu untuk merundingkan kembali kontrak itu," kata Kalla.
Lebih jauh, mengambil hikmah kontrak LNG yang kontroversial ini, wapres minta tim yang akan dibentuk untuk menegosiaasi kembali kontrak itu tidak tergesa-gesa mengambil keputusan apalagi jika tanpa dasar, demikian hal ini dilansir dari Kompas Kamis, 28 Agustus 2008 Yang patut dicatat adalah yang kini ada kabar gembira, bahwa Ladang gas Tangguh yang merupakan sebuah ladang gas alam yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, Indonesia.
Ironisnya, Gas Tanggih ini mengandung lebih dari 500 miliar m³ (17 Tcf) cadangan gas alam terbukti, dengan taksiran cadangan potensial mencapai lebih dari 800 miliar m³ (28 Tcf).
Seperti diketahui Ladang gas Tangguh dikembangkan oleh sebuah konsorsium beberapa perusahaan internasional, yang dipimpin oleh British Petroleum (37% saham), CNOOC (17%), dan Mitsubishi Corporation (16,3%). Mitra-mitra yang lebih kecil adalah perusahaan-perusahaan Jepang, yaitu Nippon Energy, Kanematsu,Sumitomo, dan Nissho Iwai.
Ladang ini ditemukan pada dasawarwa 1990-an dan mulai berproduksi dimulai pada bulan Juni 2009. Gas alam yang diekstraksi dari ladang akan dicairkan untuk membentuk gas alam cair (LNG - liquified natural gas) yang akan diangkut ke para konsumen di Asia, terutama Cina, Korea Selatan, dan Jepang.
Projek ini diharapkan membolehkan Indonesia untuk tetap menjadi pemasok penting bagi pasar gas alam dunia, sebagai pengganti bagi menyusutnya produksi Ladang gas Arun di Lhokseumawe, Aceh, Sumatera.
Ada kabar gembiranya, pada saat menjual gas Tangguh dengan harga USD 3,5 per mmbtu sudah sesuai dengan mekanisme pasar. Selain itu, saat itu, kata dia, pemerintah juga kesulitan menjual gas Tangguh. Pemerintah Megawati menjual gas ke China dengan harga USD 3,5 per mmbtu.
Dalam perjanjian harga tersebut tetap, tanpa mengikuti harga gas dunia. Ini jelas merugikan negara. Saat itu kabarnya Megawati dan para pejabat di China punya long history, kemudian dibuat keputusan bahwa satu untuk menghindari volatilitas penerimaan negara harga gas tidak dengan floating tapi dengan harga yang tetap. “Sehingga jika di kemudian hari kebijakan itu bermasalah, lanjut dia, hal itu adalah tanggung jawab pemerintah selanjutnya. Sebab Mega, kata Ekonom Megawati Institute Iman Sugema melihat kasus penjualan gas dari lapangan Tangguh seperti dikutip Merdeka.com 5 April 2014.
Penjualan gas dari Lapangan Tangguh di Papua telah dilakukan sejak 2002, ke Fujian di Tiongkok dan Sempra di Amerika Serikat (AS). Gas ini memang dijual murah dan sampai masa kontrak hingga 2034. Timbul sejumlah tanya kenapa harganya murah dan diharapakan bisa Renegoisasi. Namun Regnegosiasinya itu gagal sampai tiga kali. Karena China besikukuh, Dan angin segar berhembus dari Menteri ESDM Jero Wacik pada hari Bhayangkara (1/7/2014) yang menceritakan sejarah penjualan gas yang harganya disepakati US$ 2,4 per mmbtu di 2002 lalu. Harga ini tidak bisa dinaikkan meski harga minyak sudah melambung tinggi. "Tangguh di Papua Barat itu adalah gas besar sekali. Diolah, dibor disitu oleh operatornya adalah BP (British Petroleum). Itu kontrak yang terjadi tahun 2002. Jumlahnya 40 kargo per tahun. Kontraknya berlaku sampai 2034. Jadi sampai dengan tahun 2034, itu kontrak Tangguh," kata Jero di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Adapun dalam kontrak tersebut, lanjut Jero, hasil dari produksi dua blok tersebut adalah untuk kepentingan ekspor yakni kepada Fujian dan Sempra. "Ada dua blok, itu kontraknya seluruhnya diekspor, 100% ekspor. Sebagian ke Fujian, sebagian ke Sempra, Amerika Serikat. Jadi 0% yang untuk domestik," lanjut Jero. Jero menyebutkan, kala itu harga gas ekspor yang ditetapkan mengacu pada Japan Crude Cocktail (JCC) atau harga acuan minyak Jepang. Namun demikian, masalah timbul lantaran pada penetapan harga acuan tersebut, dipatok harga maksimal JCC US$ 26 per barel.
Alhasil, harga tersebut bertahan selama masa kontrak, sehingga dianggap kemurahan. Apalagi harga JCC semakin meningkat. "Rumusnya waktu itu, 5,25% x JCC + 1,35 (FOB/free on board) itu harga di Tangguh.
JCC itu harga minyak mentah di Jepang yang jadi patokan kita waktu itu. Nah, harga JCC-nya dipatok maksimum US$ 26 per barel tidak boleh lebih. Itu yang menyebabkan, harga gas kita ke Fujian dari Tangguh jadi terpatok. Dengan rumus tadi, maka harganya menjadi US$ 2,7 per mmbtu dan tidak bisa naik," papar Jero.
Jero mengatakan, proyek LNG Tangguh, Papua ini disusun di tengah berbagai keterbatasan saat itu, di mana Indonesia tidak dalam posisi tawar yang baik dalam menetapkan rumusan dan harga keekonomian gas yang diekspor dari blok migas tersebut. "Kenapa harganya tidak bisa naik, karena kontraknya bunyinya seperti itu. Saya yakin situasi saat itu juga sulit. Makanya bunyi kontraknya seperti itu. Jadi jangan menyalahkan masa lalu," tegas Jero Melihat kondisi tersebut, diakui Jero, Pemerintah sendiri bukan tanpa usaha untuk memperbaiki harga sehingga posisi tawar Indonesia menjadi lebih baik.
"Tahun 2006 diadakan renegosiasi, dapat sedikit naik, harga JCC-nya dinaikkan menjadi US$ 38 per barel. Dengan rumus itu, maka harga gas kta adalah US$ 3,3 per mmbtu. Itu tahun 2006.
Kemudian tahun 2010, sempat diadakan renegosiasi tapi tidak berhasil. Nah, di 2011, saya menjadi Menteri ESDM bulan Oktober. Salah satu tugas saya memperbaiki lagi harga.
Nah Loh….berhasilkah Jero? Salah satu tugas saya memperbaiki lagi harga ke Fujian, kata Jero. "Bapak Presiden ada pertemuan dengan Presiden Tiongkok. Bapak Presiden ketika itu menyampaikan agar perjanjian yang di Fujian untuk direnegosiasi, masa harga (minyak) dunia sudah US$ 100 per barel, di Fujian masih US$ 38 per barel. Itu kan tidak fair, tidak adil.
Dan yang terbaru kemarin kita berhasil teken renegosiasi di 20 Juni 2013," jelasnya. Kabarnya seperti dilansir Situs Kepresidenan, Pemerintah Indonesia minta harga jual Gas Tangguh tersebut mendekati harga pasar, setidaknya pada kisaran 8 hingga 9 dolar AS per kubik feet.
Dengan harga pada kisaran tersebut, pemerintah akan mendapat pemasukan sebesar Rp 6,2 triliun. Kontrak penjualan Gas Tangguh di Papua dengan RRT pertama kali dilakukan pada era Presiden Megawati, dengan harga 2,4 dolar AS. Harga ini dinilai para pengamat terlalu murah. Tahun 2006, pemerintah merenegosiasi harga tersebut menjadi sekitar 3,4 dolar AS dengan kesepakatan untuk meninjau kembali setiap empat tahun. Saat ini, harga gas alam cair (LNG) di pasar dunia ada pada kisaran 9-13 dolar AS per MMBTU.
Read More...
Dari soal Indosat sampai Gas Tangguh, dari Sukhoi sampai penjualan VLCC, dan kebijakan yang absurd memberikan pengampunan kepada pengemplang BLBI melalui Release and Discharge. Khusus yang terakhir BLBI mereka kini berkongsi dukung Jokowi maju di Pilpres 2014.
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dinilai sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas penjualan Indosat sebagai aset negara kepada pihak asing.
Penjualan aset negara kepada pihak asing sebagai pelanggaran yang luar biasa. “Indosat sebagai aset negara itu kesalahan fatal. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab, ya pemerintahan (Megawati) saat itu," kata Fadli Zon Selasa (24/6/2014) usai debat Capres.
Penjualan aset negara kepada pihak asing sama saja melanggar UUD 1945. Aset negara untuk kesejahteraan rakyat. Itu adalah amanat konstitusi kita di pasal 33 UUD 45, tegasnya.
Seperti diketahui, ketika debat capres, Jokowi mengatakan Indosat merupakan aset strategis negara. Namun Indosat perlu dijual karena kondisi perekonomian saat itu tengah krisis
Gas Tangguh yang dijual murah berkat ajojing alias dansa Megawati dengan Wakil Presiden China Xi Jinping dengan Presiden RI saat itu
Soal Gas Tangguh yang dijual murah berkat ajojing alias dansa Megawati dengan Wakil Presiden China Xi Jinping dengan Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri dengan harga harga murah untuk gas alam dalam kontrak LNG Tangguh.
Ada pernyataan Xi Jinping yang disampaikan Wapres Jusuf Kalla saat itu dimana diberi kesempatan Presiden Yudhoyono menjelaskan proses renegosiasi kontrak LNG dengan China di hadapan sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden di Kompleks Istana di Jakarta, Kamis (28/8) beberapa waktu lalu.
"Itu Presiden Indonesia yang minta," kata Kalla menirukan pernyataan Xi Jinping saat mereka bertemu di Beijing pekan lalu.
"Benar, karena kita ini kan bersahabat, tapi mari kita bicara jangka panjang. Kalau kita bicara jangka pendek, OK proyek ini selesai. Bisa-bisa ini tidak akan jalan," tambah Kalla, mengulang percakapannya dengan Xi waktu itu.
Penjelasan Kalla di hadapan sidang kabinet paripurna ini terkait rencana pemerintah untuk melakukan renegosiasi harga proyek LNG Tangguh.
Harga gas alam dalam kontrak LNG ini dinilai sangat murah sehingga jika pada Oktober mendatang produksi gasnya sudah di ekspor ke China, maka Indonesia akan mengalami kerugian.
Menurut Kalla --waktu itu--, wapres China seorang yang sangat terbuka sehingga mau diajak berdiskusi. "Coba lihat keadaan. Masak Anda akan membeli gas negeri kami dengan harga seperdelapan dari harga dunia sekarang ini," kata Kalla lagi menirukan jawabannya kepada Xi.
Oleh karena itu, tambah Kalla, pemerintah akan mengajukan harga dan formula, dan latar belakang baru untuk merevisi kontrak LNG Tangguh.
Wapres Kalla menyatakan di akhir pertemuannya dengan wapres China, keduanya sepakat untuk membentuk tim negosiasi kembali. "Dan kami akan bertemu untuk merundingkan kembali kontrak itu," kata Kalla.
Lebih jauh, mengambil hikmah kontrak LNG yang kontroversial ini, wapres minta tim yang akan dibentuk untuk menegosiaasi kembali kontrak itu tidak tergesa-gesa mengambil keputusan apalagi jika tanpa dasar, demikian hal ini dilansir dari Kompas Kamis, 28 Agustus 2008 Yang patut dicatat adalah yang kini ada kabar gembira, bahwa Ladang gas Tangguh yang merupakan sebuah ladang gas alam yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, Indonesia.
Ironisnya, Gas Tanggih ini mengandung lebih dari 500 miliar m³ (17 Tcf) cadangan gas alam terbukti, dengan taksiran cadangan potensial mencapai lebih dari 800 miliar m³ (28 Tcf).
Seperti diketahui Ladang gas Tangguh dikembangkan oleh sebuah konsorsium beberapa perusahaan internasional, yang dipimpin oleh British Petroleum (37% saham), CNOOC (17%), dan Mitsubishi Corporation (16,3%). Mitra-mitra yang lebih kecil adalah perusahaan-perusahaan Jepang, yaitu Nippon Energy, Kanematsu,Sumitomo, dan Nissho Iwai.
Ladang ini ditemukan pada dasawarwa 1990-an dan mulai berproduksi dimulai pada bulan Juni 2009. Gas alam yang diekstraksi dari ladang akan dicairkan untuk membentuk gas alam cair (LNG - liquified natural gas) yang akan diangkut ke para konsumen di Asia, terutama Cina, Korea Selatan, dan Jepang.
Projek ini diharapkan membolehkan Indonesia untuk tetap menjadi pemasok penting bagi pasar gas alam dunia, sebagai pengganti bagi menyusutnya produksi Ladang gas Arun di Lhokseumawe, Aceh, Sumatera.
Ada kabar gembiranya, pada saat menjual gas Tangguh dengan harga USD 3,5 per mmbtu sudah sesuai dengan mekanisme pasar. Selain itu, saat itu, kata dia, pemerintah juga kesulitan menjual gas Tangguh. Pemerintah Megawati menjual gas ke China dengan harga USD 3,5 per mmbtu.
Dalam perjanjian harga tersebut tetap, tanpa mengikuti harga gas dunia. Ini jelas merugikan negara. Saat itu kabarnya Megawati dan para pejabat di China punya long history, kemudian dibuat keputusan bahwa satu untuk menghindari volatilitas penerimaan negara harga gas tidak dengan floating tapi dengan harga yang tetap. “Sehingga jika di kemudian hari kebijakan itu bermasalah, lanjut dia, hal itu adalah tanggung jawab pemerintah selanjutnya. Sebab Mega, kata Ekonom Megawati Institute Iman Sugema melihat kasus penjualan gas dari lapangan Tangguh seperti dikutip Merdeka.com 5 April 2014.
Penjualan gas dari Lapangan Tangguh di Papua telah dilakukan sejak 2002, ke Fujian di Tiongkok dan Sempra di Amerika Serikat (AS). Gas ini memang dijual murah dan sampai masa kontrak hingga 2034. Timbul sejumlah tanya kenapa harganya murah dan diharapakan bisa Renegoisasi. Namun Regnegosiasinya itu gagal sampai tiga kali. Karena China besikukuh, Dan angin segar berhembus dari Menteri ESDM Jero Wacik pada hari Bhayangkara (1/7/2014) yang menceritakan sejarah penjualan gas yang harganya disepakati US$ 2,4 per mmbtu di 2002 lalu. Harga ini tidak bisa dinaikkan meski harga minyak sudah melambung tinggi. "Tangguh di Papua Barat itu adalah gas besar sekali. Diolah, dibor disitu oleh operatornya adalah BP (British Petroleum). Itu kontrak yang terjadi tahun 2002. Jumlahnya 40 kargo per tahun. Kontraknya berlaku sampai 2034. Jadi sampai dengan tahun 2034, itu kontrak Tangguh," kata Jero di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Adapun dalam kontrak tersebut, lanjut Jero, hasil dari produksi dua blok tersebut adalah untuk kepentingan ekspor yakni kepada Fujian dan Sempra. "Ada dua blok, itu kontraknya seluruhnya diekspor, 100% ekspor. Sebagian ke Fujian, sebagian ke Sempra, Amerika Serikat. Jadi 0% yang untuk domestik," lanjut Jero. Jero menyebutkan, kala itu harga gas ekspor yang ditetapkan mengacu pada Japan Crude Cocktail (JCC) atau harga acuan minyak Jepang. Namun demikian, masalah timbul lantaran pada penetapan harga acuan tersebut, dipatok harga maksimal JCC US$ 26 per barel.
Alhasil, harga tersebut bertahan selama masa kontrak, sehingga dianggap kemurahan. Apalagi harga JCC semakin meningkat. "Rumusnya waktu itu, 5,25% x JCC + 1,35 (FOB/free on board) itu harga di Tangguh.
JCC itu harga minyak mentah di Jepang yang jadi patokan kita waktu itu. Nah, harga JCC-nya dipatok maksimum US$ 26 per barel tidak boleh lebih. Itu yang menyebabkan, harga gas kita ke Fujian dari Tangguh jadi terpatok. Dengan rumus tadi, maka harganya menjadi US$ 2,7 per mmbtu dan tidak bisa naik," papar Jero.
Jero mengatakan, proyek LNG Tangguh, Papua ini disusun di tengah berbagai keterbatasan saat itu, di mana Indonesia tidak dalam posisi tawar yang baik dalam menetapkan rumusan dan harga keekonomian gas yang diekspor dari blok migas tersebut. "Kenapa harganya tidak bisa naik, karena kontraknya bunyinya seperti itu. Saya yakin situasi saat itu juga sulit. Makanya bunyi kontraknya seperti itu. Jadi jangan menyalahkan masa lalu," tegas Jero Melihat kondisi tersebut, diakui Jero, Pemerintah sendiri bukan tanpa usaha untuk memperbaiki harga sehingga posisi tawar Indonesia menjadi lebih baik.
"Tahun 2006 diadakan renegosiasi, dapat sedikit naik, harga JCC-nya dinaikkan menjadi US$ 38 per barel. Dengan rumus itu, maka harga gas kta adalah US$ 3,3 per mmbtu. Itu tahun 2006.
Kemudian tahun 2010, sempat diadakan renegosiasi tapi tidak berhasil. Nah, di 2011, saya menjadi Menteri ESDM bulan Oktober. Salah satu tugas saya memperbaiki lagi harga.
Nah Loh….berhasilkah Jero? Salah satu tugas saya memperbaiki lagi harga ke Fujian, kata Jero. "Bapak Presiden ada pertemuan dengan Presiden Tiongkok. Bapak Presiden ketika itu menyampaikan agar perjanjian yang di Fujian untuk direnegosiasi, masa harga (minyak) dunia sudah US$ 100 per barel, di Fujian masih US$ 38 per barel. Itu kan tidak fair, tidak adil.
Dan yang terbaru kemarin kita berhasil teken renegosiasi di 20 Juni 2013," jelasnya. Kabarnya seperti dilansir Situs Kepresidenan, Pemerintah Indonesia minta harga jual Gas Tangguh tersebut mendekati harga pasar, setidaknya pada kisaran 8 hingga 9 dolar AS per kubik feet.
Dengan harga pada kisaran tersebut, pemerintah akan mendapat pemasukan sebesar Rp 6,2 triliun. Kontrak penjualan Gas Tangguh di Papua dengan RRT pertama kali dilakukan pada era Presiden Megawati, dengan harga 2,4 dolar AS. Harga ini dinilai para pengamat terlalu murah. Tahun 2006, pemerintah merenegosiasi harga tersebut menjadi sekitar 3,4 dolar AS dengan kesepakatan untuk meninjau kembali setiap empat tahun. Saat ini, harga gas alam cair (LNG) di pasar dunia ada pada kisaran 9-13 dolar AS per MMBTU.