Bukti bahwa Jokowi adalah capres boneka pilihan Amerika sebenarnya sudah terbukti dari fakta bahwa dia bertemu Duta Besar Amerika Serikat di rumah Jacob Soetoyo, petinggi lembaga CSIS yang didirikan oleh agen CIA bernama Pater Beek; dan dukungan Tempo yang didirikan oleh Goenawan Mohamad, didikan agen CIA, Ivan Katz dan Fikri Jufri yang sangat dekat dengan Benny Moerdani, petinggi CSIS. Namun sekarang kita akan membahas bukti lain yang bernilai petunjuk yang menunjukan pihak yang mendukung Jokowi memang kerap menjalankan agenda Amerika Serikat, lalu apa hubungan dengan Sri Mulyani? Akan dibahas di bawah ini.
Kita akan memulai artikel ini dari tahun 2009 pasca pilpres di mana saat itu dari kurun 2003 sampai 2009 Tempo baru selesai merusak citra Megawati karena menolak Amerika dalam mendukung perang Irak dan Afganistan dan menaikan citra SBY selama dua pemilu sekaligus. Pada Pemilu tahun 2009 Tempo juga menggosok-gosok citra Boediono yang akhirnya menjadi wakil presiden mendampingi SBY. Boediono sebagaimana diketahui adalah neo-liberalis sejati yang pro Amerika. Tempo tentu saja adalah pendukung Jokowi hari ini.
Kesamaan pendukung Jokowi dan SBY tidak cuma Tempo, malah semua pendukung Jokowi selain PDIP Projo dan Seknas adalah orang-orang yang sama dengan yang sekarang mendukung SBY seperti CSIS, Kompas, "kelompok masyarakat sipil", Wimar Witoelar, Todung Mulya Lubis, Rachman Tolleng dan sebagainya. SBY tentu saja berakhir sebagai satu-satunya presiden di dunia manapun yang mengatakan di depan umum bahwa dia mencintai Amerika seperti negara kedua.
Kejadian penting tahun 2009 antara lain 2009 sampai 2014 adalah termin terakhir SBY sehingga saat itu mulai disuarakan bahwa Prabowo adalah kandidat paling kuat akan menjadi presiden tahun 2014 dan; dimulainya pertempuran di DPR antara Pansus Century yang didorong oleh Golkar melawan Kabinet SBY. Pansus Century ini sendiri bukan khusus mengejar SBY saja, tetapi juga usaha Aburizal Bakrie/ARB memberi pelajaran kepada Sri Mulyani karena periode sebelumnya mencoba menyelidiki perusahaan-perusahaan Bakrie yang terkena kasus pajak; terkena masalah di pasar modal dan kena kasus Lapindo.
Sama seperti SBY dan; Boediono, Sri Mulyani juga adalah agen Amerika di Indonesia, terbukti saat Pansus Century berhasil membeberkan bukti bahwa Sri Mulyani memang melakukan korupsi di bail out Century, dan SBY sudah tidak mampu melindungi Sri Mulyani, akhirnya tuan mereka berdua turun tangan menyelamatkan Sri Mulyani dengan memberinya kedudukan tinggi sebagai Direktur Bank Dunia. Siapa yang sanggup memberikan posisi seprestisius itu kepada Sri Mulyani? Di dunia ini hanya Amerika Serikat tentu saja.
Selain kejadian di atas, ada satu lagi yang sekarang tampaknya sudah kita lupakan yaitu usaha Tempo dan mantan pendukung. Presiden SBY di atas untuk menaikan citra Sri Mulyani sebagai calon presiden untuk 2014, antara lain dengan tahun 2011 membentuk Partai Serikat Rakyat Independen (Partai Sri). Sayangnya figur Sri Mulyani sudah cacat karena kasus Century, terbukanya fakta Amerika adalah tuan Sri Mulyani, dan kaburnya Sri Mulyani keluar negeri sehingga nama dia tidak bisa menjual dan terakhir Partai Sri juga gagal total dan bahkan tidak bisa terdaftar mengikuti Pemilu. Pendukung Sri Mulyani tentu saja sama seperti pendukung SBY, Tempo, Wimar Witoelar, Rahman Tolleng, Todung Mulya Lubis, Goenawan Mohamad dan lain-lain.
Selanjutnya tahun 2012 munculah sosok pemimpin tidak terkenal bernama Jokowi. Karena Jokowi sebelumnya hanya pemimpin daerah yang tidak punya nama sehingga menaikan citranya menjadi jauh lebih gampang yaitu melalui cara "menciptakan" citra baik untuk dilekatkan pada diri Jokowi. Memang saat itu yang membawa Jokowi ke Jakarta adalah Prabowo, dan Djan Faridz, tapi sayang mereka lalai sebab dengan memperkenalkan Jokowi, malah membuat Tempo dan kawan-kawan memiliki pemikiran menarik Jokowi ke sisi mereka sebagai calon pengganti Sri Mulyani yang hampir pasti gagal (sisi mereka harus dibaca sebagai sisi Amerika Serikat).
Jokowi yang oportunis tentu saja menerima proposal Amerika. Jangankan Amerika, Jokowi menjadi boneka FX Hadi dan Ahok saja mau asal dia menjadi Walikota dan Gubernur, apalagi jadi boneka Amerika dengan posisi Presiden RI? Jokowi yang ambisius dan haus jabatan pasti tidak akan menolak apalagi mengedipkan mata. Keuntungan lain bagi Tempo dkk mendorong pencapresan Jokowi adalah karena menaikan citra Jokowi di dalam partainya, PDIP jauh lebih mudah daripada menaikan citra pemimpin seperti Sri Mulyani yang teknokrat; selain itu karena PDIP adalah partai matang dengan basis massa mengakar kuat maka ini juga jadi nilai tambah bagi Jokowi daripada membuat partai baru seperti Partai Sri.
Siapa pendukung Jokowi? Tentu saja orang-orang yang sama seperti pendukung SBY dan Sri Mulyani, yaitu Tempo, Goenawan Mohamad, CSIS, Todung Mulya Lubis, Wimar Witoelar, Rahman Tolleng, Amerika Serikat dan lain-lain.
Bagi yang mau terus dijajah dan diperbudak Amerika dan sekutunya silakan pilih Jokowi. Tetapi bila anda punya harga diri sebagai Bangsa Indonesia maka tolak Jokowi. Ingat, penjajahan bukan berarti penguasaan fisik, sebab tujuan penjajahan dan imperialisme adalah menguasai sumber daya dan perekonomian suatu negara, sehingga bila pihak imperialis dapat melakukannya dengan menempatkan presiden boneka maka mereka akan melakukan hal tersebut ketimbang menjajah secara fisik.
0 comments:
Post a Comment