Kloningan

Friday, May 22, 2015

Kisah Pengusaha Bersepatu Lars

Leave a Comment
Lembaga bisnis ABRI dianggap suka menggunakan kekuasaannya dalam melakukan kegiatan. Ada unsur kolusi dalam wajah khas Ali-Baba. Profesionalisme ABRI pun konon bisa terganggu.


GUNJINGAN terhadap kiprah ABRI belum juga usai. Di tengah gencarnya kritik dan gugatan terhadap peran sosial politik ABRI, kini peran ABRI di lahan bisnis pun menjadi sorotan. Topik ini muncul setelah terbitnya dua buku dengan topik yang sama, yang diluncurkan pada hari yang sama pula. Buku pertama, Bila ABRI Berbisnis, karya Indria Samego dan kawan-kawannya dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Politik dan Kewilayahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dicetak Penerbit Mizan, dan diluncurkan Senin malam pekan lalu, di Gedung LIPI, Jakarta. Pada saat yang sama, Penerbit Rosda juga melepas buku Bisnis ABRI Orde Baru, karangan Iswandi, di Gedung Bidakara, tidak jauh dari Gedung LIPI.


Topik ini menjadi menarik karena selama tiga-empat dekade ini kiprah ABRI di bidang bisnis samar-samar, yang sensitif untuk di-obok-obok. "Ada semacam psikologi ketakutan untuk membahas kiprah ABRI di segala bidang, termasuk bisnis, secara terbuka. Tabu," kata Indria Samego.
Akibatnya, referensi tentang kiprah militer Indonesia dalam dunia bisnis sangat minim. Hanya beberapa peneliti asing yang pernah mengulasnya secara singkat. Padahal, sudah menjadi rahasia umum, di masa Orde Baru, ABRI tak cuma dominan di bidang sosial dan politik, melainkan juga memiliki kekuatan besar dalam bidang ekonomi. Dan banyak pula personel ABRI yang ditugaskaryakan di badan usaha milik negara (BUMN).
Kiprah ABRI dalam bisnis sebetulnya punya riwayat panjang, bahkan lebih tua dari perannya di bidang sosial politik. Mereka sudah mulai belajar berniaga sejak Perang Kemerdekaan. Ketika itu, sejumlah perwira mendapat tugas menyelundupkan barang ke Singapura. Biasanya karet, kopra, gula, candu, atau komoditas pertanian lainnya. Di sana komoditas itu pun dibarter dengan senjata, obat, dan amunisi.


Kebiasaan ini berlanjut pada periode 1950-an. Karena pemerintah tak kuasa memasok anggaran, para panglima teritorium boleh mencari dana sendiri untuk memenuhi kebutuhan pasukannya (lihat: Ali-Baba di Saku Tentara).


Perkembangan bisnis militer yang pesat terjadi di masa Orde Baru. Menurut Indria Samego, secara institusional ada tiga bentuk keterlibatan militer dalam bisnis di Indonesia. Yaitu lewat koperasi, yayasan, dan BUMN. "Walaupun berbendera koperasi dan yayasan, usaha-usaha bisnis ABRI hampir semua memiliki perilaku seperti swasta," ujarnya.


Kiprah bisnis militer di masa Orde Baru itu dimulai dari Yayasan Dharma Putra Kostrad (YDPK), yang didirikan Mayor Jenderal Soeharto pada 1964. Bersama mitra lamanya, Liem Sioe Liong, yayasan ini membangun Bank Windu Kencana. Kerja sama itu juga berlanjut dengan pembentukan perusahaan penerbangan Seulawah dan Mandala. Yayasan ini juga pernah memiliki perusahaan PT Garuda Mataram Motor, yang menjadi agen tunggal mobil Volks Wagen (VW) dari Jerman. YDPK kini diperkirakan memiliki saham di 22 perusahaan, dari industri lem, baterai mobil, sampai asuransi.
Gurita bisnis paling gede dimiliki Angkatan Darat, yang mengendalikan bisnisnya melalui Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad), Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP), dan Grup Tri Usaha Bakti (Truba). YKEP, yang didirikan pada l972, saat Kepala Staf Angkatan Darat dipegang Umar Wirahadikusumah, kini memiliki 26 perusahaan: 22 perusahaan di bawah payung PT Truba dan empat perusahaan yang berdiri sendiri. Grup Truba saja diperkirakan memiliki total aset sebesar Rp 950 milyar.


Beberapa perusahaan besar tempat YKEP memiliki saham, antara lain, PT Bank Artha Graha, PT Danayasa Arthatama, dan PT Sempati Air. Sebagai gambaran bonafidenya YKEP, melalui PT Danayasa Arthatama, mampu membangun Kawasan Niaga Terpadu Sudirman yang menelan biaya sekitar US$ 3,25 milyar. Sedangkan Inkopad memiliki sembilan perusahaan sendiri dan tujuh perusahaan berstatus patungan (joint venture). Beberapa aset besar Inkopad, antara lain, Hotel Kartika Plaza yang kini renovasinya macet.


Satuan lain di bawah Angkatan Darat yang memiliki unit usaha sendiri adalah Korps Pasukan Khusus. Bisnis pasukan elite itu disalurkan melalui Yayasan Kobame (Korps Baret Merat). Salah satu aset Kobame adalah Graha Cijantung, sebuah kompleks pertokoan seluas 1,5 hektare yang pembangunannya menghabiskan biaya Rp 55 milyar. Yayasan Kobame menjalin aliansi dengan pengusaha Ketut Mas Agung. Selain itu, Kobame juga memiliki kapal feri KMP Tribuana I, yang melayani trayek penyeberangan Merak-Bakauheuni.


Angkatan lainnya juga punya yayasan yang menjalankan bisnis. TNI Angkatan Laut (AL), misalnya, punya Yayasan Bhumyamca (Yasbhum). Yayasan yang berdiri pada 1964 ini sudah punya 15 perusahaan. Asetnya sekitar Rp 200 milyar. Bank Bahari dan Admiral Lines termasuk perusahaan yang dibanggakan Yasbhum. Sementara itu, TNI Angkatan Udara (AU) menggeber bisnisnya lewat Yayasan Adi Upaya yang kini memayungi 17 perusahaan, termasuk Bank Angkasa. Kepolisian RI (Polri) pun tak mau ketinggalan oleh saudaranya. Mereka punya Yayasan Bhakti Brata yang mengendalikan 10 perusahaan, antara lain Bank Yudha Bhakti dan perusahaan asuransi Bhakti Bhayangkara (lihat tabel).


Selain keempat angkatan itu, Departemen Pertahanan dan Keamanan serta Markas Besar (Mabes) ABRI pun memiliki unit usaha sendiri. Mabes ABRI, misalnya, memiliki Yayasan Mabes ABRI (Yamabri), yang memiliki beberapa unit usaha, seperti PT Manunggal Air Service yang bergerak dalam jasa angkutan udara. Selain itu, Yamabri juga menjadi anggota konsorsium PT Primasel, bersama PT Inti, PT Indosat, serta Koperasi Karyawan Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi. Perusahaan ini termasuk salah satu perusahaan yang mendapatkan tender proyek telekomunikasi PHS (personal handyphone service) untuk Jawa Timur.


Kiprah bisnis ABRI ini memang membawa manfaat bagi kesejahteraan prajurit dan keluarganya. YKEP, misalnya, telah membangun 14.000 rumah  BTN untuk prajurit. Yayasan ini telah pula memberikan beasiswa bagi  putra-putri prajurit yang berbakat. Sebagian dana yayasan juga digunakan untuk membangun sekolah, antara lain Universitas Jenderal Ahmad Yani di Bandung.
Yasbhum (TNI-AL) juga telah membangun dua panti asuhan untuk menampung anak prajurit yang gugur dalam tugas. Yayasan ini pula yang membangun 130 sekolah dengan nama Hang Tuah, yang tersebar di kompleks permukiman prajurit AL. Demikian juga keuntungan Yayasan Bhakti Brata (Polri) dan Yayasan Adi Upaya (TNI-AU), sebagian disalurkan untuk memperbaiki asrama dan berbagai upaya peningkatan kesejahteraan prajurit lainnya.


Namun, di samping sisi positif, bisnis ABRI ini memiliki sisi negatif. "Terjadi kolusi bisnis, karena dalam prakteknya ABRI tidak berbisnis,  tapi nama ABRI dipakai," kata Indria Samego. Biasanya, perusahaan milik militer itu berkongsi dengan pengusaha swasta. YKEP, misalnya, bergandengan tangan dengan pengusaha Tommy Winata (pemilik PT Karya Nusantara Permai) dan Santoso Gunara (PT Cerana Karthapura) di Bank Artha Graha. YKEP memiliki 40% saham, sedangkan sisanya dibagi rata Tommy dan Santoso.


Di PT International Timber Corporation Indonesia, YKEP menggandeng mitra yang lain, yaitu Mohamad "Bob" Hasan dan Bambang Trihatmodjo. Di perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan ini, YKEP menguasai 51% saham, Bob Hasan 35%, sedangkan Bambang Trihatmodjo 30%. Yasbhum juga menjalin mitra dengan Mochtar Riady dari Grup Lippo dalam mengelola Bank Bahari. Sementara itu, Yayasan Bhakti Brata menggandeng Mbak Tutut (Siti Hadijanti Rukmana) dalam proyek pembuatan surat izin mengemudi.


Bagi pengusaha, kata Indria Samego, berkongsi dengan ABRI bisa memberikan keuntungan ganda. Pertama, mereka mendapat perlindungan, sehingga bisnisnya tak diusik. Kedua, mereka bisa mendapatkan fasilitas, mulai perizinan sampai kredit. "Kasus Eddy Tansil, misalnya. Dia mendapat kredit kan berkat beking dari Sudomo, salah satu bekas orang kuat militer," kata Indria.
Kecenderungan kerja sama pengusaha-ABRI dan juga dengan elite politik lainnya inilah yang mendorong tumbuhnya kapitalisme semu di Indonesia, yaitu kelas para pengusaha yang sangat bergantung pada elite penguasa. "Ini yang menimbulkan banyak perusahaan Ali-Baba. Pakai nama Ali tapi yang maju Baba," kata Indria. Ali adalah idiom untuk nama pejabat yang sering dicantumkan sebagai direktur atau komisaris, padahal perusahaan itu dikendalikan si Baba (pengusaha keturunan Tionghoa).


Selain perusahaan Ali-Baba, bentuk lain intervensi militer dalam bisnis didapati pada beberapa perusahaan yang mendapat dukungan dari pejabat tinggi ABRI. Grup Betara Indra, milik pengusaha Robby "Ketek" Sumampow dan Tedjowibowo, bisa dijadikan sebagai contoh. Grup usaha yang didirikan pada 1977 ini menjadi kuat karena mencantumkan nama mantan Panglima ABRI, Benny Moerdani, sebagai salah seorang komisarisnya.
Lewat PT Denok Hernandes Indonesia, pengusaha ini berhasil mendapatkan hak monopoli dalam perdagangan kopi dan kayu cendana di Timor Timur. Kopi dan kayu cendana harus dijual ke PT Denok. Harganya dipatok sepihak. Di pasar bebas harga kopi mencapai Rp 13.000 per kilogram, tapi PT Denok cukup membelinya dengan harga Rp 300 per kilogram. Enam bulan setelah integrasi, Denok sudah bisa mengekspor 500 ton kopi ke Singapura. Masa kejayaan Denok di Bumi Loro Sae itu berakhir setelah Benny Moerdani kehilangan kekuasaannya di ABRI. Toh Robby Sumampow sudah telanjur besar.


Jika tak mampu meraih petinggi ABRI sebagai beking, para pengusaha tak segan mencatut nama ABRI untuk melancarkan usahanya. Misalnya, ada truk-truk milik swasta yang menempelkan stiker Primkopad, Primkoppol, dan berbagai koperasi milik ABRI lainnya tanpa izin resmi. "Kalau mereka berlaku buruk, nama ABRI yang jelek," kata Indria.


Dampak lainnya, kata Indria Samego, hubungan baik antara perwira ABRI dan pengusaha ini bisa melunturkan profesionalisme. Para perwira lebih suka berkumpul dengan kalangan pengusaha daripada memimpin pasukan di lapangan. "Kita bisa melihat, penghasilan anggota ABRI tidak merata. Ada yang mendapat besar, ada yang cuma kecipratan. Ini menimbulkan kontradiksi internal," kata Indria lagi. Lebih jauh, Indria malah melihat peran bisnis ini mengganggu fungsi utama ABRI sebagai aparatur pertahanan dan keamanan. "Istilahnya, ABRI itu bisa di segala bidang, kecuali di fungsi utamanya sendiri," ujarnya. Tak tuntasnya kasus separatis di Aceh, Irian Jaya, dan Timor Timur, serta berlarut-larutnya penyelesaian "kasus santet" Banyuwangi, barangkali bisa menjadi contoh untuk masalah ini.


Dalam bukunya, Bisnis Militer Orde Baru, Iswandi juga memiliki pandangan minor terhadap bisnis ABRI. Bisnis militer, menurut mantan mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang, ini, tak lepas dari karakternya yang dekat dengan kekerasan dan serba tertutup. Akibatnya, persoalan bisnis, seperti sengketa buruh dengan majikan, diselesaikan dengan cara kekerasan. Demikian juga dalam kasus pembebasan tanah. "Kasus buruh seperti Marsinah, atau kasus pembebasan tanah Nipah di Madura, tidak lepas dari tindak kekerasan," kata Iswandi kepada Rita Triana Budiarti dari Gatra.


Sifat bisnis militer lainnya, menurut Iswandi, adalah tertutup. "Mereka memperlakukan bisnisnya itu seperti sebuah lembaga pertahanan dan keamanan yang tertutup. Tidak transparan," ujarnya. Ini dibenarkan Indria Samego. Pihak LIPI pun, ketika melakukan penelitian, tidak bisa mendapatkan data, berapa penghasilan yayasan-yayasan itu dari bisnisnya, dan berapa yang murni mengalir untuk kesejahteraan prajurit. "Biasanya, yang mendapat banyak itu adalah mereka, para perwira yang terlibat. Tapi berapa persen dari penghasilan perusahaan militer itu yang digunakan untuk kesejahteraan, belum jelas," kata Indria.


Akhirnya, baik Indria Samego maupun Iswandi punya kesimpulan yang sama dalam bukunya: "Dampak negatif bisnis militer lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya," kata Indria. Pendapat itu mendapat dukungan dari mantan Kepala Staf Angkatan Darat, Letnan Jenderal (purnawirawan) M. Jasin. "Awalnya, ABRI berbisnis cuma untuk menambah pendapatan. Tapi belakangan ini sudah keterlaluan," kata M. Jasin kepada wartawan Gatra Andi Zulfikar Anwar. Soalnya, bisnis ABRI sudah merambah ke mana-mana. "Semua mau dikuasainya," kata Jasin lagi.
Ironisnya, menurut Indria, di tengah gegap gempitanya arus reformasi, peran bisnis ABRI sama sekali belum tersentuh. "Bisnis militer dengan segala dampaknya itu masih berjalan seperti biasa," kata Indria. Maka, dalam bukunya, Indria pun mengajukan beberapa tesis mengenai peran bisnis militer di masa depan. Menurutnya, untuk menghindari berbagai dampak negatif itu, hendaknya peran bisnis ABRI dibatasi. Untuk kebutuhan ABRI sendiri, sedapat mungkin ditambahkan lewat APBN. "Kalau kurang sedikit, ya wajar saja. Toh semua pegawai negeri juga kekurangan," kata Indria.


Malah, menurut perhitungan Indria, dibandingkan dengan departemen lain, anggaran ABRI sebenarnya lebih besar, karena lembaga ini mendapat dana nonbujeter yang tidak kecil jumlahnya. "Kan aneh kalau ABRI bilang anggarannya kurang, tapi minggu lalu ada acara pembagian jip Cherokee untuk seluruh komandan komando resor militer. Duitnya dari mana," kata Indria.
Menurut Indria, pintu buat ABRI berbisnis sebenarnya dimungkinkan. "Tapi sebaiknya dilakukan lewat koperasi saja," kata Indria. Dengan koperasi, target perusahaan menjadi jelas, hanya untuk kesejahteraan anggota koperasi. Pertanggungjawabannya pun harus transparan di depan rapat anggota koperasi. Perseroan dan yayasan milik ABRI itu, menurut Indria, sebaiknya dijadikan sebagai BUMN. "Jadi, pertanggungjawaban keuangannya pun jelas. Tidak cuma di antara pengurus yayasan," kata Indria menambahkan.


Namun, pengusaha Tommy Winata menolak semua tuduhan miring terhadap bisnis militer itu. "Pernyataan mereka hanya ingin mendiskreditkan ABRI. Kenapa sih hanya bisnis ABRI yang ditelanjangi," kata Tommy, yang menjalin kerja sama dengan militer lewat PT Artha Graha dan PT Danayasa Arthatama. Sebagai pengusaha yang cukup lama bermitra dengan ABRI, Tommy merasa tidak pernah menggunakan kekuasaan ABRI untuk kelancaran bisnisnya. "Yang saya rasakan adalah security feeling. Tak ada itu penggunaan kekuasaan," kata Tommy (lihat: Pemerintah Apa Maunya). Pendapat Tommy didukung Kapolri Letnan Jenderal Roesmanhadi. "Melalui badan usaha itu, kita berbisnis murni. Kita ikut tender dalam mendapatkan proyek. Tidak bisa dong meminta pengistimewaan. Itu namanya menyalahi aturan," kata Roesmanhadi kepada Endang Sukendar dari Gatra.


Lain lagi pendapat Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letnan Jenderal Agum Gumelar. Ia mengakui adanya penggunaan kekuasaan di masa Orde Baru, tak hanya di bidang bisnis, bahkan pada semua aspek kehidupan. "Itu cara-cara lama yang tidak populer dan harus dihilangkan. Pendekatan kekuasaan, termasuk di dalam bisnis, dalam era sekarang sudah tak boleh lagi," kata Agum. Panglima ABRI (Pangab) Jenderal Wiranto berpendapat sama. "Kekurangan di sana-sini harus kita perbaiki. Untuk urusan yang ini sudah saya wanti-wanti. Jangan bertindak melakukan usaha yang tidak sesuai dengan perundang-undangan dan hukum yang berlaku. Harus fair," kata Wiranto.


Salah satu contoh upaya ABRI mengikuti kompetisi yang wajar dituturkan Brigadir Jenderal Robik Mukav, Wakil Ketua Yamabri. Menurut Robik, beberapa waktu lalu Yamabri ikut tender di Departemen Pertambangan, untuk mengolah batu bara di Kalimantan. Ternyata, Yamabri cuma mendapat peringkat keenam. "Ketika dilaporkan, Pangab malah bilang bagus, karena dengan mengikuti tender secara fair membuktikan bahwa kita profesional," kata mantan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat ini.


Salah satu perusahaan di bawah bendera Yamabri, PT Manunggal Air Service (MAS), malah sedang tertimpa masalah. Pesawat milik MAS ditangkap di Bandara Juanda, Surabaya, karena kedapatan mengangkut ular tanpa dilengkapi dengan dokumen lengkap. Ternyata, Yamabri membiarkan oknum yang terlibat penyelundupan itu ditindak. "Mabes ABRI tidak akan melakukan pembelaan kepada segelintir orang dengan mengorbankan nama baik ABRI," kata Robik.
Namun, untuk menghapus peran bisnisnya, ABRI tampaknya masih sulit. Masalahnya, ABRI masih membutuhkan tambahan anggaran untuk kesejahteraan anggotanya. "Antara kesejahteraan dengan disiplin dan tugas sangat erat hubungannya. Tidak mungkin kita paksakan disiplin untuk bertugas tanpa ada suatu perhatian kesejahteraan kepada mereka," kata Wiranto.


Bambang Sujatmoko, Linda Djalil, dan A. Latief Siregar


Sumber : http://www.gatra.com/IV/51/LKH1-51.html
Read More...

Thursday, May 7, 2015

10 Rahasia Terbesar SBY Terungkap !

1 comment
Selalu saja ada informasi terbaru dari akun twitter @Triomacan2000. Tidak hanya fokus bongkar korupsi dan kemunafikan pejabat, akun populer diduga dikelola oleh sebuah tim khusus itu juga kerap membuka rahasia – rahasia pemimpin bangsa yang kadang kala sulit dipercaya kebenarannya. Namun anehnya, beberapa waktu kemudian kicauan akun kontroversial itu selalu terbukti atau terkonfirmasi.

Pada Jumat 27 Desember 2013, akun itu kembali berkicau merdu melalui 49 twitnya yang membeberkan ‘rahasia’ SBY. Menurut akun yang tidak pernah berhenti berkicau itu, kesepuluh rahasia SBY inilah yang menyebabkan SBY terlihat selalu dalam keadaan tertekan selama hidupnya.

Untuk memahami kicauan berisikan informasi rahasia dari akun kondang itu, inilah salinan dari kultwitnya yang bikin mulut ternganga dan jantung deg – degan :

1. Eng ing eeng … tahukah anda apa saja hal yang menjadi ketakutan SBY dalam hidupnya ? Yang ‘haunted’ alias menghantui hidup SBY ?

2. Apakah pernah perhatikan bahasa tubuh dan perilaku SBY sehari – hari ? Apakah sifata atau perilaku SBY yang merefleksikan kecemasannya?

3. Coba perhatikan baik2. Lihatlah … apa yang menonjol dari seorang SBY ? Kami bukan psikoanalis tapi masih dapat menilai karakter SBY

4. Dua hal yang sangat menonjol dan mudah ditangkap oleh masyarakat yang cermat perhatian SBY adalah bahwa SBY TIDAK PERNAH TERTAWA LEPAS.

5. SBY tidak pernah terlihat bahagia. Kesenangan atau bahagia yang ditampilkannya ke publik : SEMU. Kenapa SBY begitu ?

6. Kedua, SBY sering CURHAT, MENGELUH, KOMPLAIN, terutama jika ada isu atau pemberitaan terkait dgn diri dan keluarganya..kenapa begitu ?

7. Seorang SBY tidak pernah galau /cemas jika rakyat menderita, ada ratusan korban tewas bencana atau kecelakaan, pulau RI dicaplok asing

8. Jawabannya : karena SBY tdk punya self of belonging terhadap rakyat dan bangsa ini. Orientasi SBY lebih ditujukan ke pribadi & keluarga

9. Karakter SBY seperti demikian disebabkan karena SBY itu tertekan dalam hidupnya. Menderita batin. Kenapa ? Inilah yang kami ungkap skrg

10. Apa rahasia terbesar yang menjadikan sosok SBY seperti tadi ? Apa yang menjadi momok dalam hidup SBY ? Yang menjadi mimpi buruknya ?

11. Pertama : Beban terbesar dan terberat bagi SBY adalah mengenai ISU atau Rumors Perkawinan pertamanya. Dulu pernah diungkap wkl ketua DPR.

12. Dimana Zaenal Maarif mantan wakil ketua DPR yang pernah uangkap ke pers tentang isu seputar perkawinan pertama SBY. Itu ? Hilang? Mati?

13. Zaenal Maarif mantan Ketum PBR, skrg tidak kedengaran kabar beritanya. Sejak bicara ke pers bhw dia pny bukti ttg status perkawinan SBY.

14. Zaenal Maarif sangat lantang tuduh SBY memalsukan status perkawinan pertama dan sebut SBY punya 2 putri, hasil dari perkawinan itu.

15. Setelah SBY melaporkan Zaenal Maarif ke Polda Metro, dan setelah ada ‘lobi2’ tertentu, zaenal yg ngaku punya bukti2 tsb, minta maaf.

16. Tidak diketahui apa yang terjadi selanjutnya pada Zaenal Maarif. Terakhir dia malah diajak masuk jadi pengurus Partai Demokrat di Solo.

28. Isu ke 6 paling ditakuti SBY hingga selalu mimpi buruk adalah mengenai korupsi BO Bank Century. Siapa saja yg mau ungkap akan disikat !

29. Isu BO Century ini terkait juga dgn kasus mantan kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji. Skrg Susno dipenjara. Beliau tahu banyak hehe

30. Susno Duadji Ketua Tim Penyidik BOB Century juga memiliki data 3000 traksaksi ilegal. Selain terkait Century, juga dana haram pilpres 2009

31. Rahasia ke 7 yang paling ditakuti SBY adalah terkait Nazarudin. Ingatkah anda teriakan Nazar : “Pak SBY, mohon jgn ganggu anak/istriku?”

32. Saat itu neneng istri nazar bersama anaknya sedang disandera di Kuala Lumpur. Sbg jaminan agar Nazar patuh jalankan skenario Roxy Singapore.

33. Kami sdh infokan melalui twitter ttg Neneng yg disandera sbg jaminan agar Nazar tdk ungkap korupsi Cikeas dan bersedia memfitnah anas.

34. Kami sdh twitkan ttg kesepakatan Nazar – SBY di singapore, Choel malarangeng bertindak sbg kuasa /utusan cikeas. Ga percaya sih hehe

35. Kami juga pernah twitkan ttg Neneng dan anak nazar yg disandera di KL Malaysia. Tapi teman2 tuips pada ragu sih. Pdhl info kami A1 hehe

36. Dari dulu kami sdh sebutkan koruptor Hambalang itu : andi, choel, paul nelwan, cikeas dst..tapi rakyat lebih percaya berita palsu hehe

37. Sekarang ketika twit kami terbukti, semua sdh terlambat. Nasi sdh jadi gaplek hehe. Choel koruptor besar hambalang tdk bisa disentuh KPK

38. Sebab jika Choel Malarangeng dijadikan TSK oleh KPK, Choel akan buka semua rahasia busuk Cikeas yg diketahuinya. KIAMAT CIKEAS ! BUBAR !!

39. Rahasia ke – 8 yang paling ditakuti SBY adalah “rekayasa hasil pemilu/pilpres 2009”. Ini salah satu faktor kenapa antasari dipenjarakan.

40. Skrg semua sdh terlambat. KPK sdh dikooptasi istana, diantaranya melalui jebakan kasus korlantas dan sprindik bocor. Ga percaya sih hehe

41. Informasi kami bukan informasi hukum, bukan fakta hukum, tetapi informasi intelijen. Setengah masak istilahnya ..cucok kam rasa ? Hehe

42. Meski informasi intelijen, kami didukung oleh jaringan intelijen para senior yg sdh sangat berpengalaman di dunia telik sandi. Akurat !

43. KPK skrg sdh kayak bebek lumpuh. Lamb Duck. Samad, Bambang, Adnan, Zulkarnaen tersandera dgn ancaman kriminalisasi, jadi TSK kapan saja.

44. Nasi sdh jadi bubur ayam. Tdk bisa disajikan di restoran padang. Hanya utk sekedar sarapan. Itulah nasib KPK, jauh dari Harapan. Hiks !

45. Rahasia ke – 9 yang sangat ditakuti SBY, haunted, horror adalah terkait Sri Mulyani. Mulai dari “Kancing Baju” hingga BOB Century.

46. Itu sebab kenapa SMI cepat2 dilarikan ke Bank Dunia melalui lobi SBY ke Paul Wolfowitz Presiden Bank Dunia saat SBY bertemu dia di Bali.

47. Nah..skrg rahasia ke – 10 dari SBY. Rahasia ini paksa SBY harus ciptakan banyak pengalihan isu : jilbab polwan, penjahat besar jatim dll.

48. Rahasia SBY ke – 10 yang bikin SBY dan Cikeas bisa karam adalah BUNDA PUTRI SYLVIA SOLEHA alias Bu Pur, istri Purnomo D Rahardjo !

49. Twit terakhir, sesuai dgn tahun kelahiran SBY..kulihat duka nestapa di matanya, ku doakan engkau presidenku selamat dunia akhirat..amiin

Seperti biasa dan sudah jadi gaya khasnya, akun @Triomacan2000 menyudahi jumlah kultwitnya hanya 49 twit juga menimbulkan rasa penasaran dan pertanyaan pembacanya.

Seperti teka – teki, macan menjawab pertanyaan di lini masa twitter dengan menyebut ada rahasia ke – 11 dimilik SBY yang jika diketahui rakyat akan menimbulkan geger nasional. Apakah itu ? Apakah hanya SBY, Triomacan2000 dan Tuhan yang tahu ?
Read More...

Luar Biasa Rekayasa KPK Pada Korupsi Hambalang

Leave a Comment
Hanya ada satu kata yang dapat mewakili kebejatan KPK dalam penanganan kasus korupsi Hambalang : Bejat !

Kebejatan KPK jilid 3 di pengusutan kasus korupsi Hambalang dimulai sejak korupsi tersebut terungkap melalui celotehan Nazarudin yang sedang buron melarikan diri dari jeratan kasus korupsi Wisma Atlet. Begitu nama Anas Urbaningrum disebut – sebut Nazarudin, pihak Istana begitu semangat untuk menjadikan kasus Hambalang sebagai kuburan bagi Anas. BPK diminta memprioritaskan penyelesaian audit investigasinya terhadap proyek Hambalang yang bernilai total sekitar Rp. 2.5 triliun itu. Harapan istana adalah nama Anas akan muncul swbagai temuan utama yang menyebabkan kerugian negara di proyek gagal itu.

Namun, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, nama Anas Urbaningrum yang dinanti-nantikan dengan penuh harap oleh keluarga Cikeas, ternyata tidak terlihat sama sekali di laporan hasil pemriksaan BPK – RI atas proyek Hambalang Tahap I.

LHP BPK Hambalang mencantumkan 25 nama pejabat tinggi negara termasuk menteri pemuda dan olahraga Andi Alfian Malarangeng dan Menteri Keuangan Agus Martowardoyo sebagai pelaku penyimpangan di Proyek Hambalang yang merugikan negara lebih dari Rp. 463 miliar.

LHP BPK tentang Proyek Hambalang Tahap I menemukan fakta bahwa Menpora Andi Alfian Malarangeng secara sengaja atau tidak sengaja membiarkan atau menyuruh sesmenpora utk menandatangani penetapan pemenang lelang proyek Hambalang. Menpora berada dibalik pengaturan atau rekayasa atau kolusi dalam penentuan penetapan pemenang lelang kepada KSO Adhi Wika dan seterusnya

Sekretaris Meenteri Wafid Muharam ditemukan telah melampaui kewenangannya dalam penetapan pemenang proyek untul pekerjaan di atas Rp. 50 miliar yang menurut ketentuan peraturan perundang – undangan, seharusnya ditandatangani oleh menpora.

Wafid mengaku menandatangi penetapan pemenang lelang proyek Hambalang atas perintah Menpora Andi Malaranggeng.

Penyimpangan dalam proses pembayaran dan pencairan uang muka dimana pejabat penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) tetap menyusun dan menanda – tangani SPM meski pejabat penguji Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan bendahara belum menandatangani dokumen SPP dari PPK. BPK menemukan bahwa PPK belum menguji kelengkapan dan kebenaran tagihan sesuai tugasnya.
SPM bersama dengan Surat Pertanggungjawaban Belanja dari Sesmenpora Wafid Muharam diajukan ke KPPN utk penerbitan SP2D.

Berdasarkan temuan2 tersebut terindikasikan dengan jelas bhw Menpora Andi Malaranggeng patut diduga sengaja atau tidak melakukan pembiaran dan atau dengan sengaja menyuruh atau memberi perintah kepada para staf kementerian pemuda dan olahraga hingga menyebabkan pelanggaran terhadap peraturan perundang – undangan.

Atas pembiaran yg dilakukan Menpora terhadap semua penyimpangan di Kemenpora itu negara mengalami kerugian lebih dari Rp. 463 miliar. Berikut ini disampaikan ringkasan temuan BPK dan 25 nama koruptor Hambalang berdasarkan temuan LHP BPK Tahap I :

LHP BPK Tentang Proyek Hambalang Tahap I menyimpulkan telah terjadinya penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara yang dilakukan oleh para pejabat negara sebagai mana tersebut di bawah ini :

  1. Andi Alfian Malarangeng (Menpora)
  2. Agus Martowardoyo (Menteri Keuangan)
  3. Any Ratnawati (Dirjen Anggaran Kemenkeu)
  4. Wafid Muharam ( Sesmenpora)
  5. Dedy Kusnidar (Kepala Biro Perencanaan Kemenpora)
  6. Wisler Manalu (Ketua Panitia Pengadaan)
  7. Jaelani ( Anggota Panitia Pengadaan)
  8. Bambang Siswanto (Sekretaris Panitia Pengadaan)
  9. Mulia P Nasution (Sekjen Kemenkeu)
  10. Dewi Puji Astuti Handayani (Direktur Anggaran II Kemenkeu)
  11. Sudarto (Kasubdit II E Ditjen Anggaran Kemenkeu)
  12. Rudi Hermawan (Kasie II E-4 Ditjen Anggaran Kemenkeu)
  13. Malik (Staf Seksi II E – 4 Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan)
  14. Guratno Hartono (Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan KemenPU)
  15. Dedi Permadi (Pengelola Teknis Kementerian Pekerjaan Umum)
  16. Joyo Winoto (Kepala BPN)
  17. Managam Manurung (Sestama BPN/ Plt Deputi II BPN)
  18. Binsar Simbolon (Direktur Pengaturan dan Pengadaan Tanah BPN)
  19. Erna Widyawati (Staf Pengolah Data Deputi II BPN)
  20. Luki Ambar Winarti (Kabag Persuratan BPN)
  21. Rahmat Yasin (Bupati Bogor)
  22. Syarifah Sofiah (Kepala Badan Perizinan Terpadau Kab Bogor)
  23. Burhanudin (Kadis Tata Ruang dan Pertanahan Kab Bogor)
  24. Yani Hassan (Kadis Tata Bangunan dan Pemukiman Kab Bogor)

Jumlah pejabat yg terindikasi melakukan penyimpangan dalam proyek Hambalang yang merugikan negara berdasarkan LHP BPK Tahap I adalah 25 orang. Bagaimana dengan proses hukum yang telah dilakukan KPK terhadap ke – 25 orang koruptor tersebut ?

Sampai saat ini KPK masih terus berusaha menutup – nutupi fakta yang sebenarnya dengan mengalihkan penyidikan kasus korupsi Hambalang sesuai dengan pesanan atau arahan yang ditermanya dari penguasa dan untuk tujuan atau kepentingan penguasa, bukan untuk penegakan hukum sebagaimana mestinya. KPK telah melakukan kebohongan publik, menyalahgunakan kekuasan/kewenangan dan melindungi para pelaku korupsi yang sebenarnya. Untuk pelanggaran hukum yang dilakukan KPK itu, semestinya oknum – oknum KPK dijerat dan diseret ke depan pengadilan. (Bersambung : LHP Hambalang Tahap II)
Read More...

150 Orang Terkaya Indonesia 2013

Leave a Comment
Daftar 150 orang terkaya Indonesia versi Globe Asia (2013) :

  1. Robert Hartono & Michael Hartono, Djarum, USD 15,5 milyar
  2. Eka Tjipta Widjaja, Sinar Mas, USD 13,1 milyar
  3. Anthoni Salim, First Pacific, USD 10,1 milyar
  4. Susilo Wonowidjojo, Gudang Garam, USD 6 milyar
  5. Martua Sitorus, Wilmar International, USD 3,7 milyar
  6. Aburizal Bakrie, Bakrie Group, USD 2,45 milyar
  7. Putera Sampoerna, Sampoerna Strategic, USD 2,4 milyar
  8. Peter Sondakh, Rajawali Group, USD 2,53 milyar
  9. Mochtar Riady, Lippo Group, USD 2,15 milyar
  10. Sukanto Tanoto, Royal Golden Eagle, USD 2,1 milyar
  11. Sri Prakash Lohia, Indorama, USD 2,05 milyar
  12. Chairul Tanjung, CT Corp, USD 2,05 milyar
  13. T.P. Rachmat, Triputra & Adaro, USD 2 milyar
  14. William Katuari, Wings Group, USD 1,8 milyar
  15. Low Tuck Kwong, Bayan Resources, USD 1,7 milyar
  16. Edwin Soeryadjaja, Saratoga, USD 1,7 milyar
  17. Hary Tanoesoedibjo, MNC Group, USD 1,7 milyar
  18. Tahir, Mayapada Group, USD 1,6 milyar
  19. Sjamsul Nursalim, Gajah Tunggal Group, USD 1,6 milyar
  20. Djoko Susanto, Sumber Alfaria Trijaya, USD 1,4 milyar
  21. Suryadi Darmadi, Duta Palma Nusantara Group, USD 1,4 milyar
  22. The Nin King, Manunggal Group, USD 1,38 milyar
  23. Ciputra, Ciputra Group, USD 1,375 milyar
  24. Kartini Muljadi & Handojo Slamet Muljadi, Tempo Group, USD 1,37 milyar
  25. Trihatma K. Haliman, Agung Podomoro Group, USD 1,3 milyar
  26. Jakob Oetama, Kompas-Gramedia Group, USD 1,3 milyar
  27. Mu’min Ali Gunawan, Panin Group, USD 1,26 milyar
  28. Boenjamin Setiawan, Kalbe Farma, USD 1,2 milyar
  29. Teddy Thohir & Garibaldi Thohir, TNT Group, USD 1,2 milyar
  30. Benjamin Jiaravanon, Charoen Pokphand Indonesia, USD 1,2 milyar
  31. Hartadi & Husodo Angkosubroto, Gunung Sewu Group, USD 1,2 milyar
  32. Prajogo Pangestu, Barito Pacific Group, USD 1,15 milyar
  33. Kiki Barki, Harum Energy Group, USD 1,1 milyar
  34. Murdaya Poo & Siti Hartati Murdaya, Central Cipta Murdaya, USD 1,1 milyar
  35. Eddy Sariaatmadja & Fofo Sariaatmadja, SCTV, USD 1,1 milyar
  36. Aksa Mahmud, Bosowa, USD 1,1 milyar
  37. Hashim Djojohadikusumo, Arsari Group, USD 1,05 milyar
  38. Martias & Tjiliandra Fangiano, First Resources, USD 1,05 milyar
  39. Haryanto Adikoesoemo, AKR Corporindo, USD 1,05 milyar
  40. A.H.K. Hamami, ABM Investment, USD 1 milyar
  41. Benny Subianto, Persada Capital Group, USD 995 juta
  42. Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, Harita Group, USD 990 juta
  43. Soetjipto Nagaria, Summarecon, USD 925 juta
  44. Rusdi Kirana, Lion Air Group, USD 920 juta
  45. Sandiaga Uno, Saratoga & Recapital, USD 900 juta
  46. Husein Djojonegoro, ABC & Orang Tua Group, USD 880 juta
  47. Sugianto Kusuma, Agung Sedayu & Bank Artha Graha, USD 860 juta
  48. Tomy Winata, Artha Graha Group, USD 820 juta
  49. Luntungan Honoris, Modern Group, USD 805 juta
  50. Alexander Tedja, Pakuwon Group, USD 765 juta
  51. Kuncoro Wibowo, Ace Hardware, USD 728 juta
  52. H.M. Lukminto, Sritex Group, USD 720 juta
  53. Samin Tan, Borneo Lumbung Energy and Metal, USD 710 juta
  54. Gunawan Jusuf, Sugar Group Companies, USD 710 juta
  55. Osbert Lyman, Lyman Group, USD 695 juta
  56. Johan Lensa, J Resources, USD 670 juta
  57. Agus Sudwikatmono, Indika Energy, USD 665 juta
  58. Handojo Santoso, Japfa Comfeed, USD 665 juta
  59. Tan Siong Kie, Rodamas Group, USD 650 juta
  60. Purnomo Prawiro, Blue Bird Group, USD 650 juta
  61. Jan Darmadi, Jan Darmadi Group, USD 642 juta
  62. Wiwoho B. Tjokronegoro, Indika Energy, USD 635 juta
  63. Eka Tjandranegara, Mulia Group, USD 635 juta
  64. George Tahija & Sjakon Tahija, Austindo Nusantara Jaya, USD 585 juta
  65. Paulus Tumewu, Ramayana Group, USD 575 juta
  66. Bachtiar Karim, Musim Mas, USD 575 juta
  67. Rudolph Merukh & Lucky Merukh, Merukh Enterprises, USD 565 juta
  68. Hendro Gondokusumo, Intiland, USD 555 juta
  69. Hutomo Mandala Putra, Humpuss, USD 550 juta
  70. Jusuf Kalla, Kalla Group, USD 550 juta
  71. Amirsjah Risjad, Risjadson Group, USD 520 juta
  72. Harjo Sutanto, Wings Group, USD 515 juta
  73. Surjadinata Sumantri, Renaissance Capital, USD 510 juta
  74. Arifin Panigoro & Hilmi Panigoro, Medco International, USD 510 juta
  75. John Chuang, Ceres Indonesia & Petra Food, USD 505 juta
  76. Subianto Tjandra, Ateja Group, USD 500 juta
  77. Adyansyah Masrin & Jimmy Masrin, Lautan Luas Group, USD 495 juta
  78. Tan Kian, Dua Mutiara, USD 490 juta
  79. Sudhamek, Garuda Food, USD 475 juta
  80. Sofjan Wanandi, Gemala Santini, USD 470 juta
  81. Ginawan Tjondro, CNI Group, USD 465 juta
  82. Henry Pribadi, Napan Group, USD 445 juta
  83. Soegiharto Sosrodjoyo, Sosro Group, USD 445 juta
  84. K. Gowindasamy, Mitra Jaya Group, USD 440 juta
  85. Alim Markus, Maspion Group, USD 438 juta
  86. Sutanto Djuhar, First Pacific, USD 420 juta
  87. Iwan Budi Brasali & Aldo Brasali, Brasali Group, USD 420 juta
  88. Mohammad Reza, Global Energy Resources, USD 415 juta
  89. Rosan Roeslani, Recapital, USD 400 juta
  90. Yos Sutomo, Sumber Mas, USD 390 juta
  91. Surya Dharma Paloh, Media Group, USD 387 juta
  92. Hendro Setiawan, Pikko Group, USD 380 juta
  93. Dahlan Iskan, Jawa Pos Group, USD 370 juta
  94. Sukamdani Sahid & Gitosardjono, Sahid Group, USD 367 juta
  95. Jahja Santoso, Sanbe Farma, USD 360 juta
  96. Dick Galael, Fast Food Indonesia, USD 350 juta
  97. Muljadi Budiman, Honda Prospect Motor, USD 345 juta
  98. Djoenaedi Joesoef, Konimex, USD 340 juta
  99. Rudy Suliawan, Karang Mas Sejahtera, USD 335 juta
  100. Oesman Sapta Odang, OSO Group, USD 330 juta
  101. Kris Taenar Wiluan, Citra Mas Group, USD 325 juta
  102. Didi Dawis, Ling Brothers, USD 320 juta
  103. Tatang Hermawan, Fuju Palapa Textiles, USD 315 juta
  104. Boyke Gozali, Mitra Adi Perkasa, USD 315 juta
  105. Sugiono W. Sugialam, Trikomsel, USD 300 juta
  106. Winarko Sulistyo, Fajar Surya Wisesa, USD 290 juta
  107. Johny Widjaja, Sintesa Group, USD 290 juta
  108. Benny Suherman, Studio 21 Group, USD 285 juta
  109. Henry Onggo, Ratu Sayang Group, USD 270 juta
  110. Mardjoeki Atmadiredja, Surya Toto Indonesia, USD 270 juta
  111. Chandra Lie, Sriwijaya Air, USD 265 juta
  112. Kaharudin Ongko, Ongko Group, USD 260 juta
  113. Anton Setiawan, Tunas Group,USD 257 juta
  114. Siswono Yudohusodo, Bangun Cipta Sarana, USD 255 juta
  115. Pontjo Sutowo, Nugra Sentana Group, USD 245 juta
  116. Karmaka Surjaudaja, OCBC, USD 240 juta
  117. Johanes B. Kotjo, Apac Group, USD 240 juta
  118. Sendi Bingei, Sumatra Tobacco Trading, USD 235 juta
  119. Elizabeth Sindoro, Paramount Group, USD 235 juta
  120. Tan Tjai Kie, Gunung Garuda Steel, USD 230 juta
  121. Sri Sultan Hamengkubuwono X, USD 225 juta
  122. Ilham Habibie & Thareq Habibie, Ilthabi Rekatama, USD 225 juta
  123. Bambang Trihatmodjo, Asriland, USD 220 juta
  124. Rachmat Gobel, Gobel International, USD 208 juta
  125. Stanley S. Atmadja, Asco Automotive, USD 205 juta
  126. Widarto, Sungai Budi Group, USD 205 juta
  127. G.S. Margono, Gapura Prima, USD 205 juta
  128. Tandean Rustandy, Arwana Citramulia, USD 202 juta
  129. G. Lukman Pudjiadi, Jayakarta Group, USD 200 juta
  130. Budi Purnomo Hadisurjo, Optik Melawai, USD 185 juta
  131. Iskandar Widyadi, Bank Jasa Jakarta, USD 185 juta
  132. Anna B. Manthovani, Kirana Tanker, USD 170 juta
  133. Honggo Wendratno, Arsari Pratama, USD 155 juta
  134. A. Tong, Roda Vivatex, USD 150 juta
  135. Siti Hardijanti Rukmana, Citra Lamtoro Gung Persada, USD 150 juta
  136. Sugianto, Metro Garmin Group, USD 145 juta
  137. Rudy Unjoto, Deliatex Kusuma, USD 130 juta
  138. Batihalim Stefanus, Nojorono Tobacco, USD 125 juta
  139. Mintarjo Halim, Sandratex, USD 120 juta
  140. Soedjono, Wira Sakti Adimulya, USD 117 juta
  141. Setiawan Djody, Setdco Group, USD 117 juta
  142. Fajar Suhendra, Sumatra Growth Group, USD 115 juta
  143. Bambang Setijo, Pan Brothers, USD 110 juta
  144. Jacobus Busono, Pura Group, USD 105 juta
  145. Raam Punjabi, Multivision Plus, USD 101 juta
  146. A. Siang Rusli, Kurnia Tetap Mulia, USD 99 juta
  147. Marimutu Maniwanen, Busana Apparel Group, USD 98 juta
  148. Ishak Charlie, Kurnia Tetap Mulia, USD 97 juta
  149. Boedi Mranata, Adipurna Mranata Jaya, USD 96 juta
  150. Tjandra Mindarta Gozali, Gozco Group, USD 93 juta
Read More...

Sekilas Tentang Perampok Negara Hatta Rajasa dan M Riza Chalid

Leave a Comment
Siapa sih Mafia MIGAS itu ?
Mafia migas konon merupakan mafia tertua di dunia. Mafia migas dalam cerita ini adalah perantara (trader) antara pemasok-pemasok minyak mentah untuk Pertamina melalui anak perusahaannya, Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL). Bos dari perantara itu oleh kalangan bisnis Singapura disebut Gasoline Father, yaitu Mr. Mohammad Reza Chalid dari Global Energy Resources (GER).
Banyak kalangan menuding tendernya kurang transparan. Ada permainan fee sampai milyaran. ”Permainan tetap ada selagi Indonesia masih membeli dengan harga spot, yg bisa dibeli sewaktu-waktu dalam jumlah besar” kata pakar manajemen Rhenald Kasali (Tabloid PRIORITAS Edisi 8 / 5 – 11 Maret 2012).
Sebenarnya DR. Rizal Ramli (RR) sudah lama mensinyalir adanya mafia tersebut. Dalam bukunya yang berjudul “Menentukan Jalan Baru Indoensia” (April 2009) menyebut MR. Teo Dollars yang pendapatan perharinya mencapai USD 600 ribu (Rp. 6 miliar) dan menyetor ke oknum-oknum tertentu di Pemerintahan RI. George Aditjondro lebih gamblang menulis beberapa anggota keluarga besar SBY yang dibantu oleh kroni-kroni mereka memiliki bisnis impor ekspor minyak mentah. Jika dulu Riza (Global Energy Resources) membayar premi kepada keluarga Cendana, maka sekarang ia membayar komisi ke kelompok Cikeas sebesar 50 sen dollar per barrel.
Jadi kalau ekspor kita 900 ribu barrel perhari, maka yang masuk ke keluarga SBY diperkirakan mencapai USD 450.000 perhari ditambah bonus boleh mengekspor minyak mentah sebesar 150 barrel setiap hari. Keberadaan sindikat Cikeas ini mendorong Karen Setiawan (Dirut Pertamina) mengancam untuk meletakkan jabatan karena tidak tahan menghadapi tekanan Cikeas. ( George Junus Aditjondro dalam buku ‘Cikeas Makin Menggurita’ hal 67-68).
DR. Rizal Ramli dalam sebuah pidato tgl 24 April 2008 menolak kenaikan harga BBM kecuali pemerintah berani membabat Mafia Migas tersebut.
Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengaku risih dengan sorotan publik atas PETRAL. ”Perlu ada perbaikan di tubuh anak perusahaan PERTAMINA itu supaya tak lagi dijadikan tempat korupsi dan sarang permainan para mafia minyak,” kata Dahlan Iskan. (Tabloid PRIORITAS, Edisi 8/05-11 Maret 2012 i).
Hubungan Mafia Minyak dengan Pertamina.
Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan pemberitaan tentang PETRAL yang hendak dibubarkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan, tapi ternyata batal dan bahkan sekarang semakin eksis. Dari dulu PETRAL disebut-sebut sebagai ‘sarang’ korupsi puluhan triliun mulai dari jaman Orba/Suharto sampai sekarang. Anehnya tidak pernah bisa disentuh.
PETRAL atau Pertamina Trading Energy Ltd merupakan Perseroan Terbatas anak perusahan Pertamina yang bergerak di bidang perdagangan minyak. Saham PETRAL 99.83% dimiliki oleh PT. Pertamina dan 0.17% dimiliki oleh Direktur Utama PETRAL, Nawazir sesuai UU / CO Hongkong
Tugas utama PETRAL adalah menjamin supply kebutuhan minyak yang dibutuhkan Pertamina / Indonesia dengan cara membeli minyak dari luar negeri. Saat ini PETRAL memiliki 55 perusahaan yang terdaftar sebagai mitra usaha terseleksi. Pengadaan minyak untuk PETRAL dilakukan secara tender terbuka. Namun PETRAL juga melakukan pengadaan minyak dengan pembelian langsung. Alasannya, ada jenis minyak tertentu yang tidak dijual bebas atau pembelian minyak secara langsung dapat lebih murah dibandingkan dengan mekanisme tender terbuka.
Tahun 2011 PETRAL membeli 266,42 juta barrel minyak. Terdiri dari 65,74 juta barrel minyak mentah dan 200,68 juta barrel berupa produk. Harga rata-rata pembelian minyak oleh PETRAL adalah USD 113,95 per barel untuk minyak mentah, USD 118,50 untuk premium, USD 123,70 untuk solar. Total pembelian minyak PETRAL adalah USD 7.4 milyar untuk minyak mentah dan USD 23.2 milyar untuk bensin/solar. Total US$ 30.6 milyar atau setara dengan Rp. 275.5 triliun per tahun. Itulah jumlah uang yg dikeluarkan Pertamina/negara untuk impor minyak. Sekali lagi, uang Pertamina/negara yang dikeluarkan untuk membeli minyak impor melalui PETRAL pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 275.5 triliun. Jumlah uang yang luar biasa besar dikeluarkan negara untuk membeli minyak impor melalui PETRAL. Hal ini tentu saja ‘tidak pernah luput dari mafia’.
Mafia minyak yang disebut-sebut menguasai dan mengendalikan PETRAL adalah Muhammad Riza Chalid. Riza diduga menguasai PETRAL selama puluhan tahun. Di samping Riza, dulu Tommy Suharto juga disebut-sebut sebagai salah satu mafia minyak. Perusahaan Tommy diduga melakukan mark up atau titip US$ 1-3/barel. Kita sudah tahu siapa Tomy Suharto, tetapi siapakah Muhammad Riza Chalid ? Dia adalah WNI keturunan Arab yang dulu dikenal dekat dengan Cendana (rumah keluarga Suharto). Riza, pria berusia 53 tahun ini disebut-sebut ssebagai ‘penguasa abadi’ dalam bisnis impor minyak RI. Dulu dia akrab dengan Suharto. Sekarang merapat dengan SBY.
Riza disebut-sebut sebagai sosok yang rendah hati, tapi siapapun pejabat Pertamina termasuk Dirut Pertamina akan gemetar dan tunduk jika ketemu dengan dia. Siapapun pejabat Pertamina yang melawan kehendak Riza akan lenyap alias terpental. Termasuk Ari Soemarno, Dirut Pertamina yang dicopot jabatannya. Ari Soemarno dulu terpental dari jabatan Dirut Pertamina gara-gara hendak memindahkan PETRAL dari Singapura ke Batam. Riza tidak setuju. Ari selanjutnya dipecat. Jika PETRAL berkedudukan di Batam / Indonesia tentu pemerintah dan masyarakat luas lebih mudah mengawasi operasional PETRAL yang terkenal korup. Rencana Ari Soemarno ini tentu dianggap berbahaya. Bisa menganggu kenyamanan ‘Mafia Minyak’ yang sudah puluhan tahun menikmati legitnya bisnis minyak.
Para perusahaan minyak dan broker minyak internasional mengakui kehebatan Riza sebagai ‘God Father’ bisnis impor minyak Indonesia. Di Singapura, Muh Riza Chalid dijuluki sebagai ‘Gasoline God Father’. Lebih separuh impor minyak RI dikuasai oleh Riza. Tidak ada yang berani melawannya. Beberapa waktu lalu Global Energy Resources, perusahaan milik Riza pernah diusut karena temuan penyimpangan laporan penawaran minyak impor ke Pertamina. Tapi kasus tersebut hilang tak berbekas dan para penyidiknya diam tak bersuara. Kasus ditutup. Padahal itu diduga hanya sebagian kecil saja.
Global Energy Resources milik Riza itu adalah induk dari 5 perusahan, yakni Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium yang berbasis di Spore & terdaftar di Virgin Island yang bebas pajak. Kelima perusahaan itu merupakan mitra utama Pertamina. Kelompok Riza cs ini juga yang diduga selalu menghalangi pembangunan kilang pengolahan BBM dan perbaikan kilang minyak di Indonesia. Bahkan penyelesaian PT. TPPI yang menghebohkan karena telah merugikan negara, juga diduga tidak terlepas dari intervensi kelompok Riza cs. Riza cs mengatur sedemikian rupa agar negara RI tergantung oleh impor bensin dan solar. INGAT…! Impor bensin & solar kita 200 juta barel per tahun. Riza cs ini sekarang berhasil mengalahkan Dahlan Iskan. Skor 3 : 0 untuk Mafia Minyak. Dahlan Iskan keok. Pertama Dahlan gagal bubarkan PETRAL. Kedua gagal memindahkan PETRAL ke Indonesia dan ketiga gagal mencegah orang-orang yang menjadi boneka Riza cs menjjadi direksi di Pertamina. Dahlan Iskan mengalah. Janji Dahlan Iskan untuk mengalahkan BUMN Malaysia, apalagi PETRONAS dalam 2 tahun itu menjadi hanya mimpi. Di Pertamina saja Dahlan sudah takluk dengan Cikeas.
Siapa Riza cs itu ? Orang yang disebut-sebut berada di belakang Riza adalah Bambang Trihatmodjo, Rosano Barrack dst. Mereka adalah keluarga dan Genk Cendana. Sekarang Genk Cendana berhasil menundukkan Cikeas dan Dahlan Iskan. Semua Direksi Pertamina sekarang adalah Pro Mafia Minyak PETRAL. Bukan hanya PETRAL yang menjadi ‘boneka’ Riza cs, tetapi juga Pertamina. Kenapa bisa terjadi seperti itu ? Ada informasi lebih yang ‘menyeramkan’. ‘Aksi jalan tol’ Dahlan Iskan beberapa hari lalu disebut oleh teman-teman saya sebagai kompensasi frustasi Dahlan menghadapi hegemoni Mafia Minyak. Sejak Dahlan Iskan meneriakkkan ‘Bubarkan PETRAL ‘, mafia minyak ini bergerak cepat. Lalu melakukan konsolidasi. Masuk ke Cikeas, Istana & Lap Banteng (Depkeu).
Bagaimana caranya Riza cs menusuk Istana, Cikeas dan Lapangan Banteng ? Sumber saya menyebutkan, Riza dekat dengan Purnomo Y dan Pramono Edhie Wibowo (adik Ny. Ani SBY) sejak Edhie masih di Kopassus. Purnomo yang Menteri ESDM & Edhie ssbagai pintu masuk Riza cs ke Cikeas. Riza cs ini sering berkunjung ke Cikeas untuk mengamankan praktek mafia di impor minyak Pertamina. Tentu saja tidak ada makan siang yang gratis. Selain di jajaran elit politik, Riza cs juga sangat dekat dengan Wakil Dirut Perusahaan hulu Migas dan Syamsu Alam yang General Managernya Purnomo Yusgiantoro sewaktu masih menjabat sebagai Menteri ESDM bertugas mengamankan kontrak-kontrak pembelian minyak impor dari mafia minyak ini. Dahlan Iskan yang meminta Pertamina membeli minyak secara langsung, justru ditantang oleh Direksi Pertamina,bahwa Pertamina harus membeli via broker. Dahlan Iskan ‘bengong’ tidak bisa berbicara mendengar ucapan Direksi Pertamina. Dia bertekad membenahi Pertamina ternyata mentok sampai di situ. Dahlan Iskan ternyata KO berhadapan dengan Mafia Minyak RI yang dikomandani Riza. Ini bisnis ratusan triliun per tahun. Dahlan iskan tidak kuat melawannya.
Kembali ke Riza. Nama Riza tidak tercantum dalam akte Global Energy Resources..Holding perusahaan broker minyak milik Riza itu. Dalam akte Global, yang tercatat adalah Iwan Prakoso (WNI), Wong Fok Choy dan Fernadez P. Charles. Tapi sesungguhnya Riza adalah pemiliknya. Untuk memperkuat posisi Riza cs di Pertamina, sebagian Direksi Pertamina yang kurang setuju dengan pembelian minyak via broker diganti kemarin. Sekarang semua Direksi Pertamina yang ada merupakan kelompok pendukung Riza (sang Mafia Minyak dengan dukungan penuh Istana, Cikeas dan Menko). Bukan hanya impor minyak saja Riza cs berkuasa. Dalam pembelian atau penampungan batu bara minyak dari Pertamina Riza juga berkuasa. Pembelian batu bara minyak dari Pertamina dilakukan oleh Orion Oil dan Paramount Petroleum milik Riza Cs. Riza betul-betul penguasa minyak RI.
Dulu ada broker besar lain ingin mendapatkan jatah impor minyak dari PETRAL/Pertamina. Dia bersama kakak tertua Ani SBY datang ke Spore. Dirut PETRAL menyambut kedatangan pengusaha itu. Intinya PETRAL siap berikan ‘jatah’ ke pengusaha itu. Tetapi kemudian Riza mendatangi Wiwiek. Riza disebut-sebut memberikan US$ 400,000 kepada wiwiek agar tidak perlu membantu pengusaha itu. Dan Wiwiek pun setuju. Apa yg menjadi motiv SBY sampai bisa dikoptasi oleh mafia minyak ? Apa dealnya ? Bagaimana modusnya ? Bagaimana langkah Dahlan Iskan menghadang mereka ?
Ini kisah panjang tentang mafia minyak yang selama ini tidak pernah tersentuh. Salah satu skenario mafia minyak yang berkolaborasi dengan SBY adalah melalui resufle kabinet tahun 2011 lalu. Ada titipan mafia minyak via tangan SBY. Purnomo Yusgiantoro yang sudah terlibat sejak sekian lama digeser menjadi Menhan. Jero wacik yang demokrat tulen loyalis SBY sebagai penggantinya.
Bahaya jika Purnomo Y tetap dipertahankan sebagai Menteri ESDM. Nanti info bisa bocor ke Mega, JK atau pihak lain. Konspirasi baru ini harus Top Secret. Meski sebenarnya Purnomo Y lah yang menjjadi biang dari semua permainan mafia minyak itu. Namun, sesuai sifat SBY, dia ingin menguasai semua. Dengan Jero Watjik sebagai Menteri ESDM, perampokan mafia minyak ini akan tertutup rapat. Hanya Cikeas, Menko Ekonomi, MenESDM, Pertamina & PETRAL.
“Bermain” di minyak ini luar biasa enak. Korupsi uang APBN tidaklah seberapa. BUMN-BUMN ini jauh lebih merugikan negara, tetapi lebih aman & mudah. Uang korupsi minyak yang mencapai puluhan triliun ini tidak masuk ke Indonesia, melainkan ke rekening-rekening di Hongkong, Singapura & Swiss. Ditarik ke RI hanya jika diperlukan. Tentu saja uang ratusan juta itu utamanya dicairkan dan ditarik saat menjelang Pemilu dan Pilpres. Untuk membiayai kampanye dan money politic. Jadi tidak heran jika SBY bisa mempunya dana kampanye belasan triliun untuk memenangkan Pemilu dan Pilpres 2009 kemarin.
Pada jaman Orba setiap ekspor minyak (bukan impor lho), mafia minyak yang dibeking penguasa bisa “titip atau kutip” US$ 1- 3 / barel. Ketika RI mulai impor ( di jaman Orba juga) mafia minyak juga kutip dan titip sekian dollar juga. Ekspo & impor minyak ada titipan. Bahkan untuk biaya pengangkutan minyak dengan kapal tanker pun ada mark up yang merugikan negara puluhan juta dollar per tahun. Dari dahulu sampai sekarang, pengangkutan minyak Indonesia masih dikuasai oleh pemain lama, yaitu Humpuss Intermoda (Tommy Suharto) Cs.
Kembali ke PETRAL, jika pembelian minyak kita total 266 juta barel tahun 2011, asumsikan saja ada titipan USD 3/barel = US$ 798 juta/tahun. US$ 798 juta itu equivalen dengan Rp. 7.2 triliun uang negara yang dirampok oleh mafia minyak. Uang itu dibagi-bagikan oleh mafia itu kepada penguasa. Pada tahun 2009 saja pernah disebut-sebut ada setoran ratusan juta USD dari mafia minyak kepada SBY untuk membantu Pemilu dan Pilpres SBY. Korupsi dari impor minyak ini sangat luar biasa. Sudah terjadi sejak tahun 1969 dan terus dipertahankan oleh penguasa karena dijadikan sumber dana politik.
Di samping dijadikan dana politik tentu saja untuk mengisi kantong pejabat-pejabat tertinggi di negara ini. Ratusan turunan tidak akan habis, bahkan cenderung bertambah. Karena mafia minyak ini sangat dekat dengan kekuasaan, maka kita dapat melihat benang merahnya. Bahkan belakangan ini hubungan makin mesra antara mafia dengan Cikeas, Muhamad Riza Chalid, Bambang Trihatmodjo, Rosano Barack cs dengan SBY, Pramono Edhie, Cikeas, Hatta R, Karen cs. Sumber-sumber saya menyebutkan Riza dalam sebulan terakhir ini rajin mengikuti rapat di Cikeas, Istana dan kantor Menko Ekonomi. Apakah ada deal-deal khusus ?
Modus korupsi mafia minyak ini juga terjadi dengan ‘penipuan’ yang dilakukan oleh mafia minyak terhadap kualitas & jenis minyak yang diimpor Pertamina. Kilang minyak kita itu disetting hanya bisa mengolah minyak produksi Afrika dan Timur Tengah.
Pernah dengar kasus minyak ZATAPI yang diusut TEMPO ? Nah, mafia minyak ini seolah-olah impor minyak dari Afrika dan Timteng. Padahal minyak yang dibeli dari sana hanya sepertiga atau seperempatnya saja. Sisanya dua pertiga atau tiga perempat dibeli mafia minyak ini dari produsen / broker minyak yang lain. Transaksinya di tengah laut untuk memenuhi sisa kapasitas. Kualitas minyak yang dibeli ‘secara gelap’ di tengah laut itu tentu lebih rendah dibanding yang tercantum di BL atau dokumen-dokumen pengangkutan kapal. Contohnya, satu kapal tangker full capacity nilai minyak sebesar US$ 80-110 juta. Di BL tercantum nilai tersebut berikut kuantitas cargonya.
Dengan modus pengisian hanya sopertiga atau seperempat dari kapasitas, mafia minyak tersebut mencampur minyak dengan kualitas rendah dengan harga 20-30% lebih rendah. Berapa untung yang dikeruk oleh mafia minyak ini dgn modus pencampuran ? Mari kita hitung dengan cara sederhana. Asumsikan nilai impor minyak per kapal tanker USD 100 juta per shipment. Kapal dimuat dengan 25% minyak yang sesuai dengan BL impor.
Asumsikan saja harga minyak impor tersebut sesuai BL USD 100 / barel. Jika 75% minyak kualitas rendah yang dibeli di tengah laut itu = USD 70/barel. Maka keuntungan mafia minyak USD 75 juta x 30% = USD. 22.5 juta atau Rp. 210 milyar per shipment. Inilah modus yang pernah terbongkar. Nah, sekarang silahkan rakyat sendiri yang menghitung kerugian negara akibat mafia minyak jika nilai impor minyak kita tahun 2011 = Rp. 275 Triliun. Ada berapa ratus shipment /kapal tanker yang unloading minyak di RI setiap tahun ? Berapa puluh kapal yang melakukan proses pencampuran ini ?
Intinya banyak modus yang dipakai oleh Mafia Minyak tersebut. Mereka tahu bahwa perampokan ini perlu dibeking oleh penguasa tertinggi republik ini. Dan mafia minyak ini juga telah memasang kaki di mana-mana. Termasuk investasi politik kepada calon-calon presiden yang berpotensi maju di 2014 mendatang. Mafia minyak ini hanya bisa dibasmi dengan 2 cara, yakni revolusi rakyat terhadap regim SBY yang sekarang atau pilih presiden RI yang bebas kooptasi mafia.
Uang negara kita yang dipungut dari pajak rakyat & penjualan sumber daya kekayaan alam kita (yang makin menipis karena dirampok) dikorup oleh mafia. Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN tidak akan bisa berkutik melawan mafia minyak ini, jika rakyat tidak mendukungnya. Dia juga takut dipecat oleh SBY. Terbukti Dahlan Iskan terpaksa memberhentikan komisaris-komisaris dan direksi-direksi Pertamina yang anti mafia minyak. Sekarang Pertamina 100% menjadi hamba mafia. Dahlan sendiri hati nuraninya mungkin menjerit, tetapi apa daya kuasa tak ada. Rakyat juga menjerit, tetapi tak berdaya karena tidak menurunkan penguasa.
Read More...

Kolusi dan Korupsi Menko Hatta dan Mentan Suswono pada Proyek Ketahanan Pangan

Leave a Comment
HT ini bukan Hafidz Tohir tapi Haris Tohir. Publik jarang tahu dia. Bermukim di Palembang sbg kontraktor juga ketua MPP DPW PAN Sumsel. Haris Tohir ini punya staf yg bernama RUDY. Stafnya ini tugasnya sebagai pengatur prcaloan proyek2 yg bisa dibantu melalui power Hatta R. Pada bulan yg lalu ada kesepakatan bhw proyek2 ketahan pangan yg belum direalisasikan pd 2011 akan diteruskan pada thn 2012. @KPK_RI. Nilai proyek ketahanan pangan ini sebesar Rp. 2 triliun yg akan dilaksanakan oleh kementerian pertanian pada semester I /2012 @KPK_RI. Selama ini proyek2 ketahanan pangan selalu dilaksanakan oleh Kementan meski menko Ekonomi Hatta Rajasa sbg ketua Ketahanan pangan RI. Tentu saja Kementan RI dan BUMN2 Pertanian sebagai pelaksana proyek2 ketahanan Pangan yg total berjumlah 17 Triliun panen rejeki haram. Sudah jadi rahasia umum jika semua proyek2 Kementan dan BUMN2 itu sudah diatur dan saran KKN. Triliunan rupiah uang suap bertebaran. Tahun lalu yang panen suap adalah Menteri Pertanian, dirjen saprotan, direktur pupuk, deputi industri primer MenBUMN, direksi2 BUMN dst. BUMN2 yang panen suap dari pengusaha rekanan adalah : PT. Pertani, PT. Shang Hyang seri & PT. berdikari. Koordinatornya Wahyu (pertani)
Wahyu ditunjuk oleh Megananda deputi industri primer kemenBUMN sbg koordinator kumpulkan uang suap. Wahyu juga yg suap BPK agar aman. Saat itu PT. Pertani, PT. Shang Hnyang Seri dan PT. Berdikari, 3 BUMN mendapatkan masalah dari BPK ..ada kurang kerjaan puluhan M. Lalu wahyu menyuap BPK sebesar 4 milyar agar masalah korupsi di BUMN2 tsb tidak sampai ke permukaan apalgi sampai diusut KPK. Amaaan. Menteri Pertanian juga mendapatkan masalah..akibat korupsi yg gila2an di kementeriannya, kementan terancam dapat status disclaimer BPK. Lalu Mentan Suswono bersama supirnya antar uang suap sendiri ke BPK. Sempat nyasar ga tau rumah pimp BPK tersebut hehehe. Dengan suap milyaran tersebut, Kementan sukses ga jadi dapat status disclaimer dari BPK. Suswono amaaan hehee.
Kembali ke awal.. Proyek2 ketahanan pangan itu meliputi pengadaan macam2 pupuk, dekomposer, benih/bibit, tenaga penyuluh, pestisida dll. Mengetahui bhw Kementan selama ini panen suap dr para pengusaha, kantor menko tdk mau ketinggalan. Ingin ikut nikmati ratusan M suap itu. Sebab itu, dilakukanlah koordinasi. Proyek dibagi2. Mana bagian kementan dan mana yg jatah kantor menko ekonomi. 2 triliun jd bancakan. Proyek senilai 2 triliun itupun dipecah2 menjadi belasan proyek, rata2 dibawah 100 M per proyeknya. Spy enak bagi2 dan atur2nya. Sedaap
Selain itu proyek Ketahan Pangan ini juga dipecah 2. Ada proyek u/ pulau jawa& ada yg luar pulau jawa. Nilainya msing2 sekitar 1 triliun. Tahun lalu proyek ketahanan pangan yg harusnya dilaksanakan oleh Kementan dan BUMN2 gagal dilaksanakan krna dipantau ketat @KPK_RI. Bahkan kasus korupsi pupuk 2010/11 ini sempat dimuat di majalah Tempo dan media2 lainnya. Menteri pertanian ketakutan..tiarap dulu hehe. Nah..karena skrg situasi sudah dianggap aman, proyek tahun lalu mau coba2 dimainkan sekarang. Tgl 2 april 2012 pengumuman tender dibuka. Paket pertama adalah 450 Milyar dari 2 triliun. Sudah diumumkan di media massa dan di website LPSE : http//lpse.deptan.go.id. @KPK_RI. Kode lelang proyek yg sudah diumumkan diantaranya No. 312212 Paket E NPK dan POG (luar pulau jawa) senilai Rp. 50 milyar, No. 309212 paket C. dekomposer cair & pupuk hayati cair (pulau jawa) senilai Rp. 81 milyar, No. 319212 Paket B dekomposer padat senilai 90 M dst. Intinya ada total nilai tender 450 milyar yg “dilelang” kementan pada tanggal 2 April 2012 yg lalu. Pendaftaran tutup 20 April 2012. Tapi kita semua tahu..lelang2 itu hanya sandiwara belaka. Kementan dan Kemenko RI sudah punya jagoan utk menangkan lelang tersebut
Rudy sebagai staf Haris Tohir bertugas mencari pengusaha2 jagoan yg akan diatur memenangkan lelang tersebut. Tentu saja tidak gratis. Rudy berhasil kumpulkan belasan pengusaha..mereka bertemu haris tohir di palembang, jakarta dan surabaya. Atur deal2 dan jumlah suap. Kenapa di surabaya? Karena tgl 21-22 Maret 2012 di hotel bintang 5 di surabaya diatur pembagian proyek jatah menko ekonomi dan mentan. Saat meeting di hotel bintang 5 di surabaya tersebut, hadir eselon I dan II dari kantor menko ekonomi dan kementan. Bagi2 proyek mulus. Namun pembagian jatah proyek 2 triliun ini tidak mulus2 amat. Bnyak pengusaha yg teriak karena merasa sudah mengawal proyek ini di DPR. Pengusaha2 ini merasa dari 2 T proyek ini ada yg termasuk dalam anggaran proyek yg sudah mereka urus di DPR dan sdh keluarkan uang bnyk. Sebagian besar uang suap di DPR yg jumlahnya belasan milyar sdh dibayarkan ke pimp komisi IV DPR dan tamsil linrung sbg koordinatornya.
Tapi kantor menko ekonomi tidak peduli, rudy dan haris tohir jalan terus dan beri jaminan ke pengusaha bhw proyek ini sdh jatah mereka. Pengusaha2 yg dikumpulkan rudy dan haris tohir ini sempat maju mundur. Apalagi rudy dan haris tohir minta fee sebesar 25% atau 112.5 M. Lalu dicapailah kesepakatan..fee sebesar 20% atau 90 M. para pengusaha harus bayar USD 300.000 sebagai uang keseriusan kpd Haris Tohir. Uang keseriusan atau tanda jadi itu diserahkan pada haris tohir dan rudy di hotel borobudur lantai 18 pada tgl. 9 april 2012 jam 5 sore. Pada pertemuan serah2an uang suap usd 300.000 di hotel borobudur lt 18 jakarta itu, hadir farida, ikhsan, rusdi, haris tohir dan rudy. Pada saat itu haris tohir juga menjanjikan proyek ratusan milyar lainya dari jasa marga kepada para pengusaha. Yg penting suapnya cocok
Para pengusaha setuju kerjakan proyek pemeliharan jalan tol dari jasa marga dan sanggupin berapapun suap yg diminta haris tohir. Haris tohir dengan secepat kilatvlangsung telpon Adityawarman Dirut PT. Jasa Marga utk perintahkan kasih proyek ke pengusaha2 itu. Sesuai hasil pembicaraan per telpon antara haris tohir dan adiytamarman, masalah fee dan suap akan dibicarakan pada rabu 11 April 2012. Sedangkan pengusaha2 jagoan2 yg dapat jatah dari kementan juga sudah beraksi. Mereka dikordinasi o/ dirjen gatot dan direktur suprapti. Mereka / panitia sudah kunci spek produk sedemikian rupa dengan halus, mulai dari jenis bakteri sampai kemasan dan syarat stok @KPK_RI. Karena sudah diatur sejak tahun lalu, pengusaha2 yg jadi jagoan kementan sdh produksi sampai 50% stok dari total kuantitas produk. Saya memegang data2 dan info tentang kuncian produk tersebut ada sama saya dan teman2 dan akan kami sampaikan ke @KPK_RI
Meskipun saya sadar sepenuhnya @KPK_RI mungkin ga berani usut kasus ini melibatkan adik menko ekonomi yg juga besan SBY. Apalagi kasus2 korupsi di @KPK_RI menumpuk dan KPK overload serta ada masalah konflik di internalnya.. Sama halnya dengan kasus korupsi/suap anggota2 DPR dari PAN dan elit dari PAN yg diketahui KPK tapi ga ditangkap. Hatta hny dikasih info. Hasilnya Hatta Rajasa sbg ketua PAN hanya beri sanksi copot kader2 PAN yg diketahui terima suap dan tidak diberi posisi strategis lagi. Penyidik KPK yg sudah saya kontak berjanji akan ketemu senin dpn utk bahas lebih dalam kasus korupsi proyek 2 Triliun di kementan ini. Demikian dulu kultwit kasus suap yg libatkan adik kandung menko ekonomi hatta rajasa.
Read More...

Kisah Kasih Korupsi Hatta Rajasa – M Riza Chalid di Petral Bagian 1

2 comments
Dalam sebuah diskusi bertema anti korupsi yang diselenggarakan KPK pada tahun 2012 lalu, seorang peserta bertanya siapa orang terkaya di Indonesia dan dari mana kekayaannya itu diperolehnya?
Panelis narasumber diskusi menjawab :”Konglomerat Indonesia terkaya sesungguhnya adalah Muhammad Reza Chalid. Penguasa bisnis migas Indonesia. Mengenai asal kekayaannya apakah dari korupsi atau tidak, kami pikir KPK yang lebih tahu”.
Mayoritas peserta diskusi terlihat bingung karena nama Muhammad Reza Chalid atau Pak Muh, asing di telinga mereka. Mungkin sempat terpikir mereka, narasumber diskusi sekedar bercanda. Harus diakui, sepak terjang Pak Muh di kancah permigasan Indonesia sangat rapih, tertutup rapat dan tak terendus publik. Sangat sulit mencari informasi atau dokumentasi mengenai kegiatan bisnisnya.
Korupsi Zatapi US$ 45 juta
Sebagai penguasa bisnis perminyakan Indonesia, pengaruh Pak Muh di pusat pemerintahan, Cikeas, Kementerian ESDM, Pertamina, SKK Migas dan terutama Petral sungguh luar biasa. Sudah banyak pejabat tinggi negara tumbang disingkirkan karena menghalangi agenda Pak Muh ini. Jenderal Pol. Purn. Sutanto, mantan Kapolri, disebut – sebut dicopot dari Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Komisaris Pertamina hanya gara – gara menghambat rencana Pak Muh menempatkan kaki tangannya Hanung Budya dan Crisna Damayanto sebagai Direksi Pertamina. Sutanto, selaku Kepala BIN tidak bersedia terbitkan ‘Clearence Letter’ atau surat bersih diri sebagai syarat diloloskan menjadi direksi Pertamina. Sutanto menolak Hanung Budya dan Crisna Damayanto karena keterlibatan mereka dalam korupsi pengadaan BBM impor ‘Zatapi’, yang dilakukan oleh salah perusahaan milik Pak Muh pada Desember 2007.
Awalnya Impor minyak mentah jenis baru, Zatapi, diklaim PERTAMINA berhasil menghemat devisa negara sekitar 3,6 juta dollar AS atau Rp. 40 miliar. Penghematan lumayan besar di tengah gejolak harga minyak mentah dunia saat itu yang menembus angka di atas 100 dollar AS per barel.
Berdasarkan evaluasi tender yang direkayasa, harga minyak mentah Zatapi diklaim lebih murah US$ 6 ketimbang minyak mentah jenis lainnya. Klaim harga lebih murah itu disampaikan anak buah Pak Muh, Irawan Prakoso yang juga menjabat sebagai Managing Director Global Energy Resource Pte Ltd.
Pengadaan minyak mentah jenis baru Zatapi yang diimpor Pertamina pada Desember 2007 sebagai tindak lanjut tender pengadaan BBM Impor yang dimenangkan Gold Manor International Ltd. Global Energy Resource Pte Ltd sendiri merupakan Holding Company (induk perusahaan) dari Gold Manor International Ltd yang melaksanakan impor Zatapi sebanyak 600 ribu barrel bermasalah itu.
Masalah muncul bermula dari Komisi VII DPR RI yang menggelar rapat kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro, pada 18 Februari 2008. DPR mempertanyakan kualitas impor minyak Zatapi sebanyak 600 ribu barel yang dilakukan Pertamina, pada akhir tahun 2007 itu.
Dewan meragukan kualitas BBM merk ZATAPI yang diracik oleh Gold Manor International, Ltd. Selain merupakan jenis minyak baru, Zatapi juga terbukti belum mendapat sertifikasi produk sebagai minyak produk yang layak dipasarkan secara bebas. Pertanyaan DPR kemudian merembet kepada penetapan harga, prosedur, hingga mekanisme penetapan perusahaan pemenang tender.
DPR mencurigai ada yang tidak beres dengan pengadaan minyak Zatapi dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) hak angket BBM, untuk menyelidiki korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pengadaan Zatapi. DPR juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit khusus. Hasil pemeriksaan BPK menyebutkan temuan kerugian negara hingga Rp 427 miliar akibat impor minyak Zatapi oleh Gold Manor International Ltd, perusahaan milik Muhammad Reza Chalid.
Kasus korupsi pada impor minyak Zatapi kemudian dilimpahkan ke Polri untuk diproses hukum. Tim penyidik Direktorat III/Tindak pidana korupsi Bareskrim Polri, melakukan penggeladahan di Kantor Pusat Pertamina dan menyita dokumen – dokumen terkait kasus korupsi itu.
Penyidikan Bareskrim Polri berkembang dengan penetapan 5 (lima) tersangka, mereka adalah Crisna Damayanto, selaku Vice President PT Pertamina, Burhanuddin Manajer Pengadaan pada Direktorat Pengelolaan dan juga Ketua Tim lelang, Sofrinaldy selaku Manajer Perencanaan Operasi Direktorat Pengelolaan, dan Heri Purwoko selaku staf rencana operasi pada direktorat pengolaan PT Pertamina. Sedangkan dari Gold Manor Internasional, Polri menetapkan Direktur Utama Schiller Napitupulu sebagai tersangka.
Kelima tersangka dijerat pasal 2 dan 3 UU No 31 Tahun 1999 junto UU 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Meski sudah menetapkan 5 tersangka dalam korupsi merugikan negara US$ 45 juta, kasus korupsi ini kemudian dipetieskan tanpa diketahui alasannya sampai sekarang. Apakah kasus korupsi Zatapi sudah dihentikan secara resmi melalui SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) ? Jika sudah SP3, apa dasarnya ? Apakah pernah dieksaminasi penerbitan SP3 kasus korupsi Zatapi itu ? Jika belum, kenapa?
Kepala BIN dan Direktur Utama Pertamina Dipecat
Itu sebabnya, Jenderal Polisi Purn. Sutanto sebagai mantan Kapolri yang mengetahui persis kasus korupsi itu, ketika menjabat sebagai Kepala BIN menolak memberikan ‘Clearence Letter’ terhadap Crisna Damayanto tersangka korupsi Zatapi dan Hanung Budya yang dinilainya sudah terkooptasi Muhammad Reza Chalid, pemilik Gold Manor International Ltd, penguasa bisnis migas Indonesia.
Sikap tegas Sutanto terhadap Pak Muh dan kaki tangannya menyebabkan serangan balik dari Pak Muh terhadap Sutanto. Hasilnya, Sutanto diberhentikan dari Kepala BIN dan Komisaris Pertamina. Tidak dapat dipungkiri peran besar Pak Muh dalam pemecatan Sutanto itu.
Muhammad Reza Chalid (MRC) memiliki hubungan khusus dengan semua presiden Indonesia, lama dibina dan dibesarkan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (mantan Menteri ESDM RI selama 10 tahun), dekat dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, membina hubungan istimewa dengan SBY sejak beliau menjabat Menteri ESDM pada tahun 1999-2002. Pak Muh atau MRC mengenal baik Jenderal Pramono Edhie Wibowo sejak beliau menjabat Wadanjen Koppasus. Dengan relasi kelas VVIP (very very important person) di republik ini, Pak Muh leluasa membangun kekaisaran bisnis migasnya dan menyingkirkan semua lawan politik atau musuh bisnisnya.
Tidak hanya Jenderal Sutanto yang jadi korban terpelanting jatuh disikat Muhammad Reza Chalid. Direktur Utama Pertamina, Ari Soemarno dipecat dari jabatannya gara – gara berencana memindahkan kantor pusat dan kantor operasional Petral (Pertamina Energy Trading Ltd) anak perusahaan Pertamina yang ditugaskan khusus untuk pengadaan BBM kebutuhan dalam negeri.
Direktur Utama Pertamina Arie Sumarno (2006-2009) berencana memindahkan kantor pusat Petral dari Hongkong ke Jakarta, dan memindahkan kantor cabang operasional dari Singapura ke Batam. Tidak hanya itu, Ari bermaksud mengubah sistem PSC (Pertamina Supply Chain) yang sudah lama diterapkan di Pertamina. Hasilnya, Ari dicopot dari jabatannya. Siapa saja yang coba – coba berani otak atik Petral dan PSC Pasti disingkirkan oleh MRC alias Pak Muh.
Kekuasaan Pak Muh di Petral dan Pertamina mutlak dan absolut. Direksi Petral dan Pertamina ditentukan oleh Pak Muh sepenunnya. Mereka hanya boneka Pak Muh saja di Pertamina dan Petral. Bekerja untuk dan demi kepentingan Pak Muh selaku mesin uang dan ATM raksasa berjalan setiap penguasa republik ini. (To be continued).
Kapolri Bambang Hendarso Danuri, mengungkapkan, sejak proses awal sampai terjadinya pembelian, bukti-bukti permulaan terjadinya penyimpangan sudah ditemukan. Keyakinan inilah yang membuat pihak kepolisian menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor Zatapi. Kepolisian masih terus mengusut kasus impor.
Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Drs. Abubakar Nataprawira, SH, saat dimintai konfirmasi majalah TAMBANG (Jumat, 7/11/2008), belum ada perkembangan lebih lanjut soal kasus ini. “ Belum ada perkembangan lebih lanjut, masih empat orang yang ditahan dan dicekal,” terangnya. Soal 61 dokumen yang berhasil digeledah dikantor pusat Pertamina, lanjut Abubakar, masih terus diteliti, untuk diproses lebih lanjut.
Dalam berbagai kesempatan, menepis isu gonjang-ganjing minyak Zatapi, Direktur Utama Pertamina, Ari H. Soemarno, selalu mengatakan bahwa pembelian minyak mentah jenis baru tersebut sudah melalaui prosedur yang semestinya. Dari hitung-hitungan Pertamina, justru mampu melakukan penghematan US$3,24 juta, karena Zatapi lebih murah US$ 5,5 per barel.
Dalam konferensi pers yang digelar Pertamina (27/10/2008) lalu, Pertamina melalui, Kepala Hukum Korporatnya, Genades Panjaitan, mengungkapkan, keputusan membeli minyak mentah Zatapi tersebut merupakan keputusan bisnis biasa yang tidak melanggar peraturan perusahaan atau menyebabkan kerugian negara.
Dalam jumpa pers tersebut, Genades yang didampingi, Vice Presiden Communications Pertamina, Anang Noor, mengungkapkan bagaimana proses pembelian minyak mentah yang kerap terjadi di dunia migas. Ada dua tahapan pembelian minyak mentah, yakni tahap tehnis dan kedua tender.
Pada tahapan teknis, melakukan identifikasi komponen minyak mentah, Dalam tahap ini, pemasok minyak dan gas memberikan informasi spesifikasi minyak mentah ke pertamina yang kemudian dimasukan dalam data base Pertamina. Data base inilah, kumpulan data teknis minyak mentah yang akan digunakan sebagai acuan dalam proses tender.
Sementara tahap tender, Pertamina menyeleksi penawaran minyak mentah dari pemasok. Para pemsok bisa menawarkan lebih dari satu jenis minyak mentah. Perusahaan pelat merah inipun kemudian melakukan evaluasi, apakah minyak mentah tersebut memenuhi persyaratan tender, dengan mengacu pada data base yang sudah dimiliki.
Minyak mentah yang ditawarkan, dievalusi berdasarkan tipe minyak mentah yang diberikan dan kesesuain harga dengan Harga Penentuan Sendiri (HPS). HPS dibuat untuk tiap jenis minyak mentah disertai biaya transportasi dan minyak mentah yang ditawarkan.
Untuk kasus Zatapi, menurut Gandes, Pertamina meminta penilaian dari tim ahli, mengenai kualitas minyak mentah di tahap teknis. Dengan penuh kehati-hatian, lanjutnya, pertamina menyikapi informasi tentang kualitas Zatapi yang diberikan pemsok. Pada Oktober 2007, informasi tentang Zatapi dimasukan dalam database sementara piranti lunak GRMPTS (Generalized Refining Transportation Marketing Planning System).
GRMPTS, merupakan program linier untuk mengevaluasi kecocokan minyak mentah di kilang minyak pertamina. Sesuai panduan operasi pertamina, campuran minyak mentah yang terdaftar di GRMPTS, dapat ikut tender.“Panduan operasi teknis, hanya membantu pengambilan keputusan, bukan aturan atau persyaratan hukum publik,” jelas Genades. “Zatapi dievaluasi secara hati-hati dan Zatapi memiliki specifikasi memenuhi syarat,” Genandes menambahkan.
Lebih jauh Genades, menjelaskan, pada Desember 2007, Pertamina mengundang 27 pemasok untuk ikut tender pengadaan minyak mentah. 9 pemasok kemudian memasukan penawaran yang terdiri dari 18 kargo. Tender pertamina, jelasnya lagi, melibatkan evaluasi harga, kuantitas dan kehandalan pasokan minyak yang ditawarkan untuk dibeli. Minyak mentah Zatapi adalah salah satu dari 18 kargo penawaran yang masuk.
Berdasarkan analisis perbandingan menggunakan GRMPTS, pada 12 Desember 2007, terpilih empat pemenang tender, yakni Zatapi, Kikeh, Seria dan Bebatik. Minyak mentah 4 pememang tender tersebut akan diolah pada bulan Februari 2008. Minyak Zatapi, racikan Gold Miner, menurut Pertamina, seperti diungkapkan Genades, lebih murah dari yang lainnya, dan memberikan maximum Gross Product Worth (GPW) kepada perusahaan (pertamina). Kemudian Pertamina memutuskan membeli 2,4 juta barel, termasuk 600 ribu barel minyak Zatapi.
Pada Februari 2008, minyak Zatapi tiba di kilang Cilacap, dengan total kiriman 596 ribu barel dari jumlah yang direncanakan sebesar 600 ribu barel. Menurut pihak Pertamina, perbedaan volume mutan merupakan hal biasa. Pertamainapun, hanya membayar sesuai jumlah yang terkirim.
Pada 15 Februari hingga 1 Maret 2008, minyak Zatapi diujicoba di kilang Cilacap. Dan hasilnya, menurut Pertamina, sangat kompetitif dengan dampak bagus dan sesuai dengan pengilangan.
Sebuah majalah berita mingguan, yang menulis lengkap soal cerita Zatapi, bahwa kejanggalan yang paling mencolok dari proses tender Zatapi adalah, proses pembeliannya justru tidak menyertakan dua dokumen penting yang seharusnya diikutsertakan oleh Gold Manor, Certificate of Origin dan crude oil assay. Data crude oil assay, baru keluar, sebulan setelah tender. Padahal data tersebut cukup penting untuk mengetahui kecocokan minyak dengan kilang, juga mahal-tidaknya harga jual.
Gold Manor mapun Pertamina mengungkapkan, Zatapi merupakan hasil percampuran minyak Dar Blend dari Sudan dengan NWSC dan Stybarrow dari Australia. Beberapa anggota Dewan di Parlemen mempertanyaan keabsahan ini, karena Stybarrow pertama kali dikapalkan pada pertengahan Desember 2007, bertepatan dengan saat tender. Ini artinya Zatapi yang mengandung Stybarrow sudah lolos uji laboratorium sebelum diikutkan dalam tender.
Inilah bagian dari pertanyaan besar, mungkinkah ada “main mata”, sehingga Gold Manor, bisa lolos tender dan keluar menjadi salah satu pemenang. Belum lagi soal permodalan Gold Manor. Perusahaan dagang minyak yang berinduk di British Virgin Islands ini dua tahun lalu modalnya cuma US$ 3,5 juta atau sekitar Rp 34 miliar–seperlima belas modal minimal yang dipersyaratkan bagi peserta tender. Jumlah itu pun jauh di bawah nilai transaksi Zatapi yang lebih dari setengah triliun rupiah.
Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap merupakan salah satu dari 7 jajaran unit pengolahan yang memiliki kapasitas produksi terbesar yakni 548.000 barrel/hari,[rujukan?] dan terlengkap jenis produknya.[rujukan?] Kilang ini bernilai strategis karena memasok 44% kebutuhan BBM nasional atau 75% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.[rujukan?] Selain itu kilang ini merupakan satu-satunya kilang di tanah air saat ini yang memproduksi aspal dan base oil.[rujukan?]
Kilang Unit Pengolahan IV terdiri dari:
1. Fuel Oil Complex (FOC) I, dan Lube Oil Complex (LOC) I.
2. Fuel Oil Complex (FOC) II, dan Lube Oil Complex (LOC) II, serta Lube Oil Complex III yang dibangun bersamaan dengan Debottlenecking (1998/1999).
3. Kilang Petrokimia Paraxylene.
Daftar isi [sembunyikan]
1 Kilang Minyak I /Fuel Oil Complex I(FOC I)
2 Kilang Minyak II /Fuel Oil Complex II(FOC II)
3 Kilang Paraxylene
4 Produk Non BBM
4.1 LPG
4.2 Naphtha
4.3 Aspal (Asphalt)
4.4 Heavy Aromate
4.5 Lube Base Oil
4.6 Low Sulphur Waxy Residue (LSWR)
4.7 Minarex (Pertamina Extract)
4.8 Parafinic Oil
4.9 Toluene
5 Produk BBM (Bahan Bakar Minyak)
5.1 Bensin Premium
5.2 Solar/Gasoil (HSD: High Speed Diesel)
5.3 Avtur/Avgas
5.4 Kerosene
5.5 IDF (Industrial Diesel Fuel)
5.6 IFO (Industrial Fuel Oil)
6 Kebakaran Kilang Minyak Pertamina RU IV Cilacap
7 Referensi
8 Pranala luar
Kilang Minyak I /Fuel Oil Complex I(FOC I)[sunting]
Kilang Minyak I dibangun tahun 1974 dengan kapasitas semula 100.000 barrel/hari. Kilang Minyak I ini beroperasi sejak diresmikan Presiden RI tanggal 24 Agustus 1976. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan konsumen, tahun 1998/1999 ditingkatkan kapasitasnya melalui Debottlenecking project sehingga menjadi 218.000 barrel/hari. Kilang ini dirancang untuk memproses bahan baku minyak mentah (crude oil) dari Timur Tengah, dengan maksud selain mendapatkan BBM (bahan bakar minyak)sekaligus untuk mendapatkan produk NBM (Non BBM) seperti bahan dasar minyak pelumas (lube oil base) dan aspal (bitumen), mengingat karakter minyak mentah dari dalam negeri tidak ekonomis untuk produksi dimaksud.
Kilang Minyak II /Fuel Oil Complex II(FOC II)[sunting]
Kilang Minyak II dibangun tahun 1981, dengan pertimbangan untuk pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Kilang yang mulai beroperasi 4 Agustus 1983 memiliki kapasitas awal 220.000 barrel/hari. Mengingat laju peningkatan kebutuhan BBM ditanah air, sejalan dengan proyek peningkatan kapasitas (debottlenecking) pada tahun 1998/1999, maka kapasitasnya juga ditingkatkan menjadi 230.000 barrel/hari. Kilang ini mengolah minyak mentah “cocktail” yaitu minyak campuran, tidak saja dari dalam negeri juga di impor dari luar negeri.
Lube Base Oil diproduksi oleh Lube Oil Complex I & II. produk ini kemudian dicampur dengan additive untuk menjadi pelumas seperti “Mesran”, dan produk lain yang sejenis yang dapat ditemui dipasaran.
Dengan peningkatan capasitas melalui proyek Debottlenecking (1998/1999), maka dibangun Lube Oil Complex III (LOC III), sehingga kapasitas bertambah dari 225000 ton/tahun menjadi 428 ton/tahun.
Kilang Paraxylene[sunting]
Kilang Paraxylene Cilacap dibangun tahun 1988 dan mulai beroperasi tanggal 20 Desember 1990. Total kapasitas produksi adalah 590000 ton/tahun terdiri dari produk-produk: Paraxylene, Benzene, LPG, Rafinate, Heavy Aromate, dan Fuel Gas. Pada saat pembangunanya, produk kilang ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku aromatik(setengah jadi) untuk kilang UP III Plaju, disamping untuk export. Namun semua produk benzene hanya untuk diexport, sedang produk lain untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Produk Non BBM[sunting]
LPG[sunting]
Naphtha[sunting]
Aspal (Asphalt)[sunting]
Aspal diproduksi oleh Kilang LOC I/II/III, dihasilkan oleh jenis Crude Oil jenis Asphaltic berbentuk semisolid, bersifat Non Metalik, larut dalam CS2 (Carbon Disulphide), mempunyai sifat waterproofing dan adhesive. Di Indonesia hanya Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap yang dapat menghasilkan Asphalt dari minyak bumi. Setelah selesainya proyek Debottlenecking maka produksi aspal meningkat dari 520 kiloton/tahun menjadi 720 kiloton/tahun. Jenis aspal yang diproduksi adalah Penetrasi 60/70 dan Penetrasi 80/100.
Heavy Aromate[sunting]
Heavy Aromate adalah produk sampingan yang diproduksi oleh unit Naptha Hydro Treater. Heavy Aromate digunakan sebagai bahan solvent.
Lube Base Oil[sunting]
Lube Base Oil adalah bahan baku pelumas atau disebut pelumas dasar, diproduksi oleh MEK Dewaxing Unit (MDU) I, II, dan III dalam bentuk cair. Lube Base oil digunakan sebagai bahan baku minyak pelumas berbagai jenis permesinan baik berat maupun ringan. Selain itu lube base oil juga digunakan untuk bahan kosmetika.
Low Sulphur Waxy Residue (LSWR)[sunting]
Low Sulphur Waxy Residue (LSWR) merupakan bottom produk dari Crude Distilling Unit (FOC II). LSWR digunakan sebagai bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi berbagai produk BBM dan NBM, disamping dapat dimanfaatkan sebagai minyak bakar untuk pemanas di negara-negara bersuhu dingin.
Minarex (Pertamina Extract)[sunting]
Seperti telah diketahui bahwa crude oil (minyak mentah /minyak bumi), dapat menghasilkan bermacam jenis produk, tidak hanya produk BBM tetapi juga produk non BBM serta produk petrokimia.
Proses ekstraksi dari LOC I,II&III tidak hanya menghasilkan base oil, parafinic, asphalt dan IFO (Industrial Fuel Oil), tetapi juga menghasilkan produk hasil ekstraksi yang diberi nama Minarex (Pertamina Extract). Minarex dapat digunakan untuk proses industri pada industri karet seperti ban dan tinta cetak, karena dapat
memperbaiki proses pelunakan dan pemekaran karet.
menurunkan kekentalan komponen karet.
Parafinic Oil[sunting]
Paraffinic oil adalah proccessing oil dari jenis Paraffinic dengan komposisi Paraffinic Hydrocarbon, Nepthenic, dan sedikit Aromatic Hydrocarbon. Paraffinic oil pada umumnya digunakan sebagai proccessing oil pada produk karet yang berwarna terang yaitu sebagai
bahan kimia pembantu pada industri penghasil barang karet seperti ban kendaraan bermotor, tali kipas, suku cadang kendaraan.
proccessing oil dan extender untuk polymer karet alam dan karet sintesis.
base oil untuk tinta cetak.
Toluene[sunting]
Toluene diproduksi dalam bentuk cair. Toluene digunakan sebagai bahan baku TNT, solvent, pewarna, pembuat resin. Juga untuk bahan parfum, pembuat plasticizer dan obat-obatan.
Produk BBM (Bahan Bakar Minyak)[sunting]
Bensin Premium[sunting]
Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah
Irawan mengatakan, landed price minyak mentah Zatapi hanya sekitar 90 dollar AS per barrel, sedangkan minyak mentah
Petral atau Pertamina Energy Trading Limited adalah anak usaha PT Pertamina (Persero) yang menangani impor BBM dan minyak mentah. Petral, yang berkantor pusat di Hongkong dan kantor operasional di Singapura, pada awalnya merupakan perusahaan joint venture antara Pertamina dan Perta Group, sebuah perusahan Amerika Serikat.
Pada Semptember 1998, Pertamina mengakusisi seluruh saham Perta Group dan pada Maret 2001 Pertamina menjadikan Petral sebagai anak perusahaan yang menangani impor BBM untuk kebutuhan domestik Indonesia
Sebelum Petral diakusisi Pertamina dan ditunjuk tangani impor BBM, untuk memenuhi kebutuhan domestik Indonesia, impor BBM ditangani sebuah direktorat di Pertamina, tetapi karena sarat intervensi dari berbagai kalangan, kewenangan impor BBM dialihkan pemerintah ke Petral.
Pemilihan kantor pusat Petral di Hongkong memang diakui sebagai kekeliruan, namun untuk memindahkan kantor pusat ke luar Hongkong, Pertamina enggan dengan alasan CO (coorpotare ordonance) Penempatan kantor Petral di Singapura, kata Dahlan, juga mempertimbangkan segi hukum. Singapura dianggap memiliki sitem hukum yang baik sehingga bisa mengurangi intervensi.
Namun saat ini ada beberapa pihak yang menyebut Petral sebagai tempat penyelewengan impor BBM. Karena itulah beberapa waktu lalu Dahlan menyarankan agar Petral dibubarkan supaya tak mengganggu citra Pertamina sebagai perusahaan yang menerapkan manajemen profesional.
Kementerian Badan Usaha Milik negara (BUMN) masih perlu mencari cara untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM) jika PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) jadi dibubarkan. Ia enggan jika penanganan impor kembali dilakukan sendiri oleh Pertamina karena terlalu rawan.
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, Mochamad Harun, mengatakan tuduhan itu tak berdasarkan fakta. Harun mengatakan setiap tahun keuangan Petral selalu diaudit.
“Tahun 2011 berhasil menghemat biaya pengadaan BBM hingga US$ 280 juta,” kata Harun. Selain itu anak usaha Peryamina itu juga berhasil membukukan laba US$ 47,5 juta tahun lalu.
Harun menilai tuduhan terhadap Petral terlalu dipolitisir. Selain itu tuduhan Petral membeli 800 ribu barel minyak perhari dari Pertamina tak masuk akal. “Produksi Pertamina saja hanya 500 ribu barel per hari,” katanya.
ALUNAN tembang yang dilantunkan Krisdayanti menyemarakkan perhelatan Pertamina Press Awards di Assembly Hall Jakarta Hilton Convention Center, Sabtu pekan lalu. Direktur Utama Pertamina, Ariffi Nawawi, bersama jajaran direksi BUMN kuda laut itu, duduk di barisan paling depan. Mereka tampak sumringah menonton suguhan hiburan yang juga dimeriahkan humor segar P Project.
Sejumlah pejabat Kementerian BUMN, anggota DPR, wartawan, dan ratusan tamu undangan menghadiri acara Pertamina yang memberi penghargaan kepada insan pers itu. Ariffi hanyut dalam acara tersebut. Ketika GATRA mencoba mengonfirmasikan kasus Petral, ia berulang kali menolak. “Jangan-jangan,” katanya. Direktur Hilir Pertamina, Harry Purnomo, ikut menyela. “Ini lagi launching, kita bicara launching saja,” katanya.
Petral, kependekan dari Pertamina Energy Trading Limited, memang lagi jadi tema. Anak perusahaan Pertamina di Singapura itu, sejak pekan lalu, ramai diberitakan media massa karena kebobolan duit US$ 8,25 juta.
Kasus ini menambah panjang daftar penjarahan terhadap BUMN perminyakan beraset lebih dari Rp 100 trilyun itu. Banyak tangan kotor yang ditengarai ikut mengeruk duit Pertamina. Caranya macam-macam. Yang paling sering adalah menggembungkan nilai proyek, seperti kasus Kilang Balongan, yang hingga kini perkaranya masih berkubang di Gedung Kejaksaan.
Pembobolan Petral mencuat ke permukaan, setelah Ariffi Nawawi membeberkan pekara itu dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Rabu pekan lalu. Raibnya fulus Petral, menurut Ariffi, berawal dari adanya transaksi derivatif, berupa jual-beli minyak mentah dengan perusahaan di Singapura. Jangka waktunya enam bulan. Petral menjaminkan US$ 9 juta di sebuah bank di Singapura. Selama transaksi, kurs rupiah menguat terhadap dolar.
Selisih duit yang seharusnya disetor ke kocek Petral justru diberikan ke perusahaan di Singapura tadi. Hingga kini, kata Ariffi, Pertamina tak mengetahui ke mana duit itu mengalir. “Ada oknum yang memalsukan tanda tangan direksi sehingga dana bisa cair,” ujar Ariffi. Perkaranya, katanya, sudah dilaporkan ke polisi Singapura.
Namun, penelusuran GATRA menemukan versi lain pembobolan Petral. Laporan Audit Internal Pertamina bertanggal 23 Oktober 2003 memaparkan kronologi dan kesimpulan kasus Petral. Dokumen yang dibuat pada masa Pertamina dipimpin Baihaqi Hakim ini juga dilengkapi hasil pemeriksaan terhadap petinggi perusahaan yang dianggap tahu perkara tersebut.
Tercatat empat eksekutif Petral diperiksa Tim Pemeriksa Pertamina. Mereka adalah Soekono Wahjoe (Direktur Utama Petral hingga September 2003), Zainul Ariefin (Direktur Keuangan Petral hingga September 2003), Muchsin Bahar (Komisaris Utama Petral), dan Burhanuddin Hasan (Komisaris Petral). Beberapa pegawai Petral, dari manajer hingga sekretaris, juga diperiksa. Tim audit itu beranggotakan lima orang, diketuai Hari Subagya dengan pengawas Sumi Harjono.
Pencurian deposito Petral sebenarnya sudah terendus pada akhir Juni 2002. “Waktu itu, saya minta dilakukan investigasi,” kata Ainun Naim, mantan Direktur Keuangan Pertamina, kepada GATRA. Doktor ekonomi lulusan Temple University, Amerika Serikat, ini curiga, karena perintah pemindahan US$ 9 juta duit Petral dari Credit Suisse Singapore Branch ke rekening Pertamina di BNI Gambir, Jakarta, ditolak bank.
Ainun minta duit itu ditransfer karena sudah ngendon di Credit Suisse selama lima bulan. Sedangkan fasilitas kredit yang dijanjikan tak kunjung cair. Demikian juga ketika perintah yang sama diulang pada Agustus 2002. Hasilnya tetap nihil. Kemudian investigasi dilanjutkan secara resmi dengan membentukan Tim Pemeriksa Petral, berdasar surat keputusan Direktur Utama Pertamina Baihaqi Hakim pada Juli 2003.
Deposito Petral sebesar US$ 9 juta di Credit Suisse itu awalnya disetor pada 15 Februari 2002, sebagai jaminan pemberian fasilitas kredit dari bank. Perusahaan minyak ini juga mendepositokan uangnya, antara lain, di Sumitomo Bank, BNP Paribas Hong Kong, dan Bank Mandiri, dengan tujuan sama. Dari bank-bank lain, pendanaan mengalir lancar. Tapi, tak sepeser pun dana mengucur dari Credit Suisse.
Perkongsian Petral dengan Credit Suisse bermula dari perkenalan Zainul Ariefin, Direktur Keuangan Petral ketika itu, dengan Lim Chee Chien, Asisten Direktur Kredit Credit Suisse yang kini tak lagi menjabat. Keduanya dipertemukan Dedy H. Garna, pemilik Aceasia Commercial Enterprises Ltd –perusahaan yang terdaftar di British Virgin Islands pada 18 Juni 2001.
Zainul bahkan pernah bertandang ke rumah Dedy di Bandung, ketika pengusaha “kota kembang” itu menikahkan anaknya pada 2002. Zainul juga mengenalkan Dedy pada Soekono Wahjoe, ketika itu Direktur Utama Petral.
Dalam dokumen pemeriksaan Tim Audit Internal Pertamina disebutkan, Soekono menyatakan pernah mengunjungi rumah Dedy. Ia menyebut nama Boediono, yang menemaninya selama di Bandung. Boediono adalah pengusaha yang dikenal punya hubungan akrab dengan sejumlah direksi Pertamina. Tapi, ketika dihubungi GATRA, Boediono mengaku tak tahu-menahu soal pertemuan Dedy dengan Soekono itu. “Nggak, nggak ada itu,” katanya, singkat.
Aceasia sempat menawarkan dana US$ 40 juta untuk Petral. Namun, Soekono Wahjoe tak berminat. Kemudian Dedy menggandeng Lim Chee Chien menawarkan dana dari Credit Suisse, dengan syarat ada jaminan US$ 9 juta tadi. Petral kepincut. Menurut penelusuran auditor, Aceasia sangat berperan dalam perkongsian antara Petral dan Credit Suisse.
Zainul lalu mentransfer US$ 9 juta dari rekening Petral di BNP Paribas Hong Kong ke Credit Suisse Singapore. Tiga hari kemudian, perjanjian pemberian fasilitas kredit untuk Petral diteken. Petral diwakili Soekono Wahjoe dan Zainul Ariefin. Credit Suisse diwakili Phillipe Mettraux dan Joseph Sim.
Pada kesempatan itu, ikut ditandatangani pula dokumen board of resolution, yang memperluas kerja sama kredit hingga mencakup pertukaran devisa dan penarikan tunai. Bila penarikan duit dilakukan, Petral akan berutang sejumlah duit yang ditarik, sementara duit jaminan masih sebagai deposito. Sesuai dengan perjanjian itu, baik Zainul maupun Soekono berwenang melakukan transaksi tanpa persetujuan dewan komisaris.
Inilah yang jadi pangkal persoalan. Menurut Muchsin Bahar, sebagaimana tertuang dari pemeriksaan terhadapnya, board of resolution yang menyetujui perluasan kerja sama kredit di luar bisnis inti Petral itu harusnya ditandatangani lebih dulu oleh dewan komisaris. Karena belum ada, seharusnya direksi Petral menarik board of resolution itu. Tapi tak dilakukan.
Burhanuddin Hasan, komisaris sewaktu kasus itu terjadi, mengaku hanya tahu sedikit ihwal kasus Petral ini. Tapi, ia tak mau bicara kepada GATRA. Di manajemen Petral yang baru, Burhanuddin masih menjadi komisaris.
Dedy dan Lim Chee Chien yang paham dengan kebijakan pencairan dana itu kemudian memanfaatkan situasi. Mereka, berdasar versi audit, memalsu tanda tangan komisaris Petral pada dokumen board of resolution. Perintah pencairan duit US$ 8 juta dari rekening Petral untuk dipindahkan ke Aceasia di Credit Suisse, dengan memalsu tanda tangan Zainul, lalu dibuat. Perintah itu tak menggunakan kop surat resmi.
Selanjutnya, laporan rekening bulanan Petral di Credit Suisse yang seharusnya dikirim ke kantor dilayangkan ke rumah Zainul Ariefin di Peck Hay Road, Singapura. Zainul mempertanyakan hal itu kepada Dedy H. Garna. Pengusaha ini memberi alasan Petral akan pindah kantor, sehingga korespondensi dialamatkan ke rumah Zainul. Direktur Keuangan Petral itu tak keberatan.
Karena duit sudah dipindah ke Aceasia, posisi keuangan Petral berubah. Petral kini punya deposito US$ 9 juta, sekaligus utang ke Credit Suisse US$ 8 juta. “Pada laporan bulan Maret, utang itu muncul,” kata Zainul, sebagaimana disebut dalam dokumen audit Pertamina. Sebenarnya kondisi itu terjadi sejak Februari.
Kepada tim audit, Zainul menyatakan tak tahu alasan munculnya utang di laporan rekening Petral dari bank. Sehingga ia tak melaporkan posisi utang itu dalam laporan bulanan. Zainul mengaku pernah menanyakan hal itu kepada Credit Suisse. Dijawab Lim Chee Chien, bank tak bisa mengungkapkan soal itu.
Dalam laporan kas bulanan pada Juni 2002, posisi utang itu juga tak dicantumkan. Untuk menunjukkan seolah-olah ada transfer –setelah ada perintah dari Ainun– dalam laporan posisi kas Petral 24-28 Juni 2002, ditulis uang di Credit Suisse sudah dipindahkan ke BNI Gambir. Jumlahnya US$ 8,9 juta. Sehingga saldo Petral di BNI menjadi US$ 19,7 juta. Padahal, rekening korannya di BNI Gambir hanya US$ 10,86 juta ketika itu. Artinya, pemindahan dana itu fiktif belaka.
Zainul Ariefin mengaku menerima pesan “khusus” dari Pertamina Jakarta. Isinya, kalau ada kontrak kerja sama dengan Aceasia, duit Petral boleh dipertahankan di Singapura. Jika tak ada kontrak, rekening di Credit Suisse harus ditutup. Tapi, Zainul tak ingat nama sang pemberi pesan.
Berbekal “masukan” tadi, Zainul mengontak Dedy dan mendesaknya agar membuat kontrak kerja sama. “Kami ingin uang tetap di Singapura,” katanya. Sebab, menurut dia, menggunakan fulus di Singapura untuk bisnis Petral lebih mudah dibandingkan dengan memakai dana dari Jakarta.
Kontrak kerja sama pengelolaan duit Petral oleh Aceasia kemudian diteken Zainul dan Dedy Garna pada 12 Agustus 2002. Surat berlaku surut sejak 27 Februari 2002 atau sehari setelah pemindahan rekening Petral ke Aceasia. Pemberlakukan perjanjian secara surut ini, menurut Zainul, untuk memberikan keuntungan kepada Petral, karena deposito sudah ada sejak Februari.
Penandatanganan perjanjian tersebut, masih kata Zainul, tak diberitahukan kepada Soekono Wahjoe. “Kata dia, tanda tangan saya sudah cukup karena nanti juga bisa diubah,” katanya. Dalam kontrak itu disebutkan, Aceasia menjadi pengelola US$ 8 juta duit Petral di Credit Suisse. Sebagai imbalannya, Petral mendapat bunga investasi US$ 900.000 sampai saat jatuh tempo.
Pada perjanjian itu juga disebutkan, jatuh tempo pembayaran pokok investasi dan bunga kepada Petral pada 14 Maret 2003. Aceasia ternyata wanprestasi. Tim audit berkesimpulan, tindakan Zainul telah melampaui wewenang jabatannya. Ia meneken kontrak perjanjian dengan pihak di luar Petral, tanpa persetujuan tertulis Direktur Utama Petral. Belakangan, Zainul memang memberitahu Soekono, tapi sudah terlambat.
Petral juga menghadapi masalah lain, yakni membayar utang US$ 8 juta yang tercatat di buku Credit Suisse yang jatuh tempo pada 10 April 2003. Sehari sebelumnya, manajemen Petral berunding di kantor Petral untuk menyelesaikan kasus ini. Masukannya ada dua. Pertama, menutup rekening Petral di Credit Suisse. Kedua, utang ditutup dengan deposito Petral yang ada di bank tersebut.
Mereka memilih opsi kedua. Pilihan inilah yang menyebabkan Petral menanggung rugi US$ 8 juta, ditambah bunga investasi yang seharusnya diterima Petral sebesar US$ 250.000. Langkah ini dinilai tim audit bisa melemahkan posisi Petral. Sebab, dengan cara itu, berarti Petral mengakui utang.
Zainul lalu menghubungi Joseph Sim dari Credit Suisse. Ia ingin tahu penyebab munculnya utang US$ 8 juta. Ia juga menanyakan adakah duit yang ditransfer dari rekening Petral. Joseph mengiyakan. Ia menyebutkan, transfer terjadi pada 26 Februari 2002. “Saya shock dan tak percaya ada yang berbuat aniaya seperti itu,” kata Zainul kepada tim audit. Joseph juga memberitahu, perintah transfer itu atas nama Zainul.
Direktur Keuangan Petral itu lantas minta Joseph mengirimkan dokumen perintah transfer tersebut. Meski tanda tangan di dokumen mirip dengan tekenannya, ia merasa tak pernah menorehkannya. Akhirnya, pada 17 April 2003, Zainul melaporkan kasus ini ke polisi.
Dokumen transfer yang berisi tanda tangan Zainul diserahkan ke Health Security Authority Singapura untuk diteliti keasliannya. Hasilnya dinyatakan palsu. Karena “bodong”, Petral beranggapan pemindahan duit ke rekening Aceasia tak sah. Namun, bank hingga kini belum mau mengembalikan duit Petral itu.
Dedy Garna, yang diduga punya andil penting dalam pembobolan duit Petral, belum jelas keberadaannya. Penelusuran GATRA untuk mencarinya belum membuahkan hasil. Walau begitu, Zainul, seperti dinyatakan kepada tim audit, optimistis Petral bakal bisa menarik duitnya. Begitu juga Soekono Wahjoe. “Kami hanya minta tanggung jawab bank yang telah mengeluarkan uang dengan tak hati-hati,” katanya.
Ia menyerahkan penyelesaian perkara dengan pihak Aceasia kepada kepolisian Singapura. Pada 16 Desember 2003, Petral menuntut Credit Suisse ke pengadilan Singapura. Harapannya, duit segera kembali ke kocek Petral. Sehingga wajah Petral yang kini murung segera berubah sumringah, seperti pejabat Pertamina ketika mendengarkan suara Krisdayanti.
Irwan Andri Atmanto, Astari Yanuarti, dan Rachmat Hidayat
[Laporan Utama, GATRA, Edisi 7 Beredar Jumat 27 Desember 2003]
Isu korupsi seputar penjualan Minyak anak usaha PT Pertamina, Pertamina Energy Trading Ltd ( PT Petral )kembali menjadi bola panas. Isu ini memang sudah lama digemboskan ke publik, tetapi tak jelas eksekusinya. Desakan pengusutan korupsi Petral ini pertama kali keluar dari mulut Ketua DPR RI Marzuki Alie tanggal 22/2/2012 lalu. Marzuki meminta pemerintah mengevaluasi PT Petral yang diduga melakukan penyelewengan tender minyak. PT Petral diduga telah merugikan negara dengan membeli minyak tanpa tender dari Pertamina sebanyak 800 ribu perbarel setiap hari. Diduga total minyak yang dibeli Petral mencapai USD 18 miliar per tahun.
Menurut Marzuki, praktik-praktik yang dilakukan oleh PT Petral terkait ekspor-impor minyak mentah atas kerjasama dengan PT Pertamina itu melanggar ketentuan hukum soal pengadaan tender proyeknya. Marzuki meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kasus ini. Pasalnya, berdasarkan keterangan yang dia peroleh, ada indikasi dugaan korupsi yang didasarkan pada tindakan pratik yang dianggap mencurigakan serta soal laporan transparansi transaksi keuangan dari PT Pertamina terkait yang dilakukan oleh PT Petral. Pernyataan Marzuki itu seolah ingin membuka kota pandora dari Petral.
Betapa tidak, pada hari yang sama (22/2/2012; Baca, Vivanews) Menteri BUMN, Dahlan Iskan, selaku pemegang saham Pertamina langsung mengeluarkan pernyataan. Dahlan memandang Petral mengganggu citra dan kinerja PT Pertamina. Dahlan mengusulakan agar membubarkan Petral.
Dahlan menjelaskan, citra Pertamina sering terganggu oleh isu mengenai Petral sebagai tempat korupsi. Petral yang berkantor di Singapura dituduh orang-orang sulit mengontrol dan direksi Pertamina mendapatkan komisi dari transaksi Petral.Untuk itu, Dahlan telah berbicara dengan
Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, beberapa waktu lalu untuk membubarkan Petral, dan ternyata dirut Pertamina pun menyetujui usulannya. Dengan pembubaran Petral, maka citra Pertamina yang saat ini sedang membangun GCG tidak akan terganggu. Dirut Pertamina sendiri mempunyai opsi lain, yaitu memindahkan Petral ke Indonesia dan tidak lagi menjadi anak perusahaan Pertamina.
Pernyataan Dahlan inipun ditanggapi positif oleh Rhanald Kasali (Guru besar Manajemen UI, Bubarkan Petral? Baca; Kompas, 1/3/2012). Menurut Kasali gagasan membubarkan Petral yang diajukan Dahlan adalah sebuah gagasan tulus agar Pertamina bersih dari urusan politik. Tetapi ini harus dijawab apakah benar Petral dibubarkan? Apakah benar jika ditaruh di Jakarta terjamin bersih? Kasali mengatakan, Petral harus dijauhkan dari politisi.
Apalagi Kasali mengaku pernah melakukan riset soal Petral sampai ke Singapura seputar perusahaan dagang termasuk Petral. Setelah proses transformasi tahun 1999, Petral sudah menjadi milik Pertamina dan berevolusi dari broker menjadi anak usaha yang fokus pada trading. Kasali mengatakan perdagangan minyak di Singapura berlomba-lomba mempengaruhi harga dan tendernya diselenggarakan oleh Platts (Mid Oil of Plats).
Pertannyannya yang perlu diajukan adalah mengapa Petral harus dijauhkan dari Politisi? Bukankah Marzuki adalah politisi?
Dinamika politik kita terlihat bahwa sesama politisi saling membuka kotak hitam sesama lawan politiknya. Lebih khusus ketika Parpol yang dikendarainya sedang oleng. Marzuki adalah politisi Partai Demokrat (PD ) yang sedang ini dalam sakratul maut akibat kasus suap yang menyeret mantan Bendahara Partainya, M. Nazarudin. Lantas apakah pernyataan Marzuki perlu ditelusuri lebih lanjut?
KPK seharusnya menangkap peluang dari konspirasi jahat para politisi ini, karena dalam keadaan gawat darurat, mereka saling membongkar aib para lawan politiknya. Apalagi Marzuki sendiri memiliki banyak bisnis di dunia Migas dan sekarang sedang gencar membangun smelter di Papua. Politisi yang sudah malang-melintang di bisnis pertambangan dan migas tentu mengenal kawan-lawannya.
Politisi Partai Demokrat kelahiran Palembang, 6 November 1955 ini, kini menjabat sebagai Ketua DPR dan salah satu figur penting di Partai Demokrat karena ia menjabat sebagai wakil ketua dewan pertimbangan partai.
Marzuki tercatat sebagai Presiden Komisaris PT GLOBAL PERKASA INVESTINDO sejak 2006. Perusahaan ini berencana membangun copper smelter di Timika, Papua dengan estimasi produksi 400,000 tons copper cathode per tahun. Itu berarti lebih besar dari PT Smelting Co (270,000 tons per tahun) di Gresik, Jawa Timur, dimana PT Freeport Indonesia memiliki 25% sahamnya.Salah satu sumber informasi menjelaskan bahwa PT Global Perkasa Investindo is an exclusive Natural Resources company.
Sumber informasi lainnya: http://www.sisminbakum.go.id, menyatakan bahwa perusahaan ini adalah perusahaan global yang bergerak dalam bidang besi baja.
Sumber informasi lainnya: http://www.bumn.go.id/pln/galeri/foto/plta-terbesar-di-papua-direktur-utama-p-2542/, mengungkapkan bahwa PT Global Perkasa Investindo pada 11 Juni 2011 lalu, di Jakarta, telah menandatangani MoU dengan PT PLN dan China Huadian Engineering Co. Ltd Internasional Company untuk melaksanakan studi pengembangan potensi tenaga air sungai Yawei di Papua yang nantinya akan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) terbesar di provinsi tersebut. Sungai Yawei ini terletak lebih kurang 70 km sebelah barat Timika, ibu kota kabupaten Mimika, propinsi Papua.
Wajar jika Dahlan mengusulkan tugas yang selama ini diemban Petral untuk jual-beli minyak mentah dan BBM akan ditangani oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia. “Karena ini kan masalah trading, tapi ini baru gagasan,” katanya.
Dahlan melanjutkan, tugas-tugas Petral membeli minyak mentah dan dikelola di kilang minyak Pertamina jangan ditangani oleh dua direktur Pertamina seperti dahulu.
Namun, beberapa pihak menolak Petral dibubarkan. Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menilai anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Trading Energy Ltd (Petral) tidak perlu untuk dibubarkan.
Ketua Puskepi Sofyan Zakaria menuturkan yang perlu dilakukan yaitu lebih meningkatkan sistem dan pengawasannya guna meminimalisir penjualan minyak ilegal. Menurutnya, jika Petral dibubarkan dan dibuat lagi Petral lain sepanjang masih ada orang-orang kuat tersebut tetap saja perusahaan dan orang-orangnya itu tidak akan berani menentang dan melawan perintah orang-orang kuat tersebut apalagi jika dalam permainan itu juga memberi keuntungan pribadi buat mereka.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan menegaskan, Petral secara normal sebagai sole trading arm melaksanakan kegiatan trading Pertamina. Pertamina sebagai induk perusahaan memberikan
dukungan penuh terhadap operasional Petral.Petral tetap menjalankan fungsinya dalam pengadaan minyak mentah maupun produk BBM untuk kebutuhan dalam negeri. “Semua transaksi bisnis tetap berjalan normal
seperti biasa dan Petral yang 100% sahamnya dikuasai oleh Pertamina mendapatkan dukungan penuh dari Perseroan dalam menjalankan bisnis tersebut,” tutur Karen Agustiawan.
Keberadaan Petral sebagai sole trading arm yang sekaligus menjalankan fungsi market intelligent bagi Pertamina, merupakan best practices dalam bisnis trading minyak mentah dan produk BBM yang terjadi di pasar global. Bahkan, dengan dukungan kompetensi yang dimiliki Petral, Pertamina berhasil melakukan efisiensi pengadaan minyak mentah dan produk BBM senilai US$283 juta selama 2011 lalu.
Petral saat ini tercatat sebagai perusahaan peringkat 8 besar dari 1.000 perusahaan terbesar yang menjalankan bisnisnya di Singapura, di atas GS Caltex Singapore Pte Ltd (ke-9), Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd (ke-12), Petrobras Singapore Private Limited (ke-16), Shell Eastern Petroleum (Pte) Ltd (ke-17), CNOOC Trading (Singapore) Pte Ltd (ke-25), ConocoPhillips International Trading Pte Ltd (ke-37), dan Singapore Petroleum Company Limited (ke-42) berdasarkan 25th Annual Ranking Edition yang dikeluarkan oleh Singapore 1000 & SME 1000 tahun 2012. Petral juga merupakan salah satu dari sedikit perusahaan yang mendapatkan corporate tax incentive
dengan tarif 5% dari besaran normal 17,5%.
Saat ini Petral juga telah mengembangkan bisnis, di samping sebagai pemasok utama bagi Pertamina untuk mendukung ketahanan energi nasional, yang diharapkan akan menjadi salah satu pemain utama bisnis trading minyak mentah dan BBM di pasar regional. Untuk mendukung pengembangan bisnis tersebut, Petral bersama Pertamina telah memulai pengembangan Hyperterminal BBM Pulau Sambu berkapasitas 3 juta barel dan Terminal BBM Tanjung Uban 2,5 juta barel yang akan mendukung bisnis Petral dan ketahanan energi dalam negeri.
Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun menambahkan kepercayaan pasar dan mitra merupakan modal kunci dalam bisnis trading minyak mentah dan BBM di pasar global. Petral telah
memperoleh kepercayaan dan dukungan finansial dari bank-bank internasional dengan mendapatkan credit facility sebesar US$3,5 miliar.Ketidakpastian informasi tentang Petral di dalam negeri akhir-akhir ini telah mengganggu kepercayaan pasar kepada Petral yang pada akhirnya bisa berpengaruh terhadap pasokan energi nasional.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Pertamina Energy Trading Ltd Nawazir mengatakan pada prinsipnya pengadaan minyak mentah dan produk BBM telah dilakukan dengan cara tender terbuka yang diikuti oleh 55 perusahaan terdaftar. Perusahaan-perusahaan yang mengikuti tender merupakan perusahaan yang telah memenuhi kriteria sebagai Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) Petral untuk mendapatkan rekanan yang eliable untuk mencegah terjadinya gagal suplai yang akan menyebabkan krisis BBM di Indonesia.
Untuk mengikuti tender, Petral membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk setiap perusahaan yang berminat, asalkan dapat memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan. Persyaratan ini diperlukan untuk mencegah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga tidak terjadi gagal suplai yang menyebabkan krisis BBM di Indonesia.
Tunjuk Langsung
Pengadaan beberapa minyak mentah yang tidak dijual bebas atau terbatas, yang dilakukan secara langsung kepada perusahaan nasional produsen maupun pihak yang ditunjuk oleh produsen untuk memasarkan minyak mentah tersebut. Contoh penunjukan langsung adalah pengadaan Arab Light dari Aramco yang tidak diperjualbelikan secara bebas, dan Azeri dari PTT Thailand, yang mempunyai penyimpanan minyak mentah Azeri yang terbesar di luar Azerbaijan.
Selain dengan dua perusahaan itu, pengadaan langsung juga dilakukan dengan Kuwait Petroleum Company dan Petronas (Malaysia). Khusus untuk PTT Thailand dan Petronas Malaysia, Pertamina bekerja sama dengan kedua perusahaan minyak nasional tersebut dalam kerangka kerjasama ASCOPE (ASEAN Council on Petroleum), yaitu wadah kerja sama antar perusahaan minyak nasional di ASEAN.
Dalam pengadaan minyak mentah dan BBM, diperlukan pengetahuan pasar dan keahlian trading yang tinggi. Strategi untuk pembelian harus ditentukan untuk mencegah harga melambung tinggi dan menghindari mark-up. Untuk penunjukan langsung harus dilakukan kepada Perusahaan Minyak Nasional (National Oil Company seperti Aramco, KPC, Petronas dan PTT). Hal ini sesuai dengan aturan dan dilakukan untuk menghindari praktek broker dan mark-up harga. Perusahaan Minyak Nasional dikenal melarang praktek broker dan uang komisi dan selalu mempunyai pengawas internal dalam mencegah praktek korupsi.
Adapun, pembelian bensin Premium selalu diadakan melalui tender tender terbuka yang diikuti oleh 28 perusahaan trader maupun Major Oil Company (MOC). Petral membeli bensin Premium setiap bulan lebih dari 8 juta barrel. Supplier yang sering memenangkan tender bensin Premium adalah Arcadia, Total, Glencore, Vitol, Concord, Verita, Gunvor, PPT, Kernel, Bp, Unipec, Petrocina, Petronas, Shell, Trafigura, SK, Conoco. Pembelian bensin Premium dilakukan secara tender karena produsennya kebanyakan adalah para Trader di Singapura yang melakukan proses blending di Singapura.
Untuk pengadaan Solar secara spot dilakukan tender terbuka yang diikuti oleh 30 perusahaan yang terdaftar. Sedangkan pengadaan jangka panjang, ditunjuk empat Perusahaan Minyak Nasional yaitu Kuwait Petroleum Company, Petronas Malaysia, PTT Thailand dan S-Oil yang dimiliki oleh Saudi Aramco.
Keempat perusahaan minyak tersebut mempunyai kilang minyak yang memproduksi Solar. Penunjukan keempat Perusahaan Nasional tersebut untuk mencegah para trader Singapura melakukan penimbunan dan spekulasi harga yang merugikan Pertamina serta praktik penyelundupan solar bersubsidi ke Singapura.
Pemegang Saham Petral dan Kinerja Petral merupakan perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Companies Ordinance Hong Kong, berkedudukan di Hong Kong. Saat ini, sebanyak 99,83% saham Petral dikuasai oleh PT Pertamina (Persero) dan sisanya dimiliki oleh Presiden Direktur Petral sebagaimana diatur dalam Companies Ordinance Hong Kong.
Petral membukukan trading 2011 sebanyak 266,42 juta barel yang terdiri dari 65,74 juta barel minyak mentah dan 200,68 juta barel berupa produk. Dari aktivitas perdagangannya, Petral membukukan pendapatan sebesar US$31,4 miliar dengan profit margin sebesar US$47,5 juta. Petral berhasil membukukan efisiensi harga yang didapat terhadap market price pada tahun 2011 adalah Rp2,6 T untuk pengadaan Produk BBM (Mogas 88 RON & HSD 0.35% S) serta Rp0,4 T untuk pengadaan Crude impor.
Petral diperlukan berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh konsultan McKinsey dengan pertimbangan:
• Penunjukkan kepada Petral dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran harga pasar yang sebenarnya, dikarenakan Anak Perusahaan bertindak sebagai Trading Arm yang menjalankan fungsi Market
Inteligence Pertamina di tengah-tengah pasar regional Singapore.
• Berada di tengah pusat financial dan institusi Keuangan yang diperlukan dalam pendanaan pengadaan.
• Untuk mendapatkan fleksibilitas operasional yang lebih cepat dibandingkan Pertamina secara korporasi.
Persyaratan Menjadi Rekanan Petral
Saat ini sesuai dengan Surat Komisaris No. 072/K/DK/2009 tanggal 26 Februari 2009, dan RRD No. RRD-42/C00000/2009/S0 tanggal 22 April 2009, Petral ditunjuk sebagai single trading arm untuk kegiatan impor yang berkedudukan di Singapura. Yang bisa menjadi pemasok MM dan BBM untuk Pertamina adalah badan usaha yang telah memenuhi persyaratan sebagai Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) Petral. Kriteria ini diperlukan untuk mendapatkan rekanan yang reliable untuk mencegah terjadinya gagal suplai yang akan menyebabkan krisis BBM di Indonesia.
Kriteria peserta tender :
1. Listed company pada major global stock exchange dan atau perusahaan yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh negara (state owned company) yang bergerak di bidang produksi, pengolahan, atau trading crude oil, refined produk, LNG, atau petrochemical.
2. Perusahaan yang memiliki total equity minimum US$50 juta yang terlihat dari Laporan Keuangan audited terakhir yang diaudit oleh salah satu 4 besar kantor audit (EY, KPMG, PWC, dan Deloitte)
3. Perusahaan yang memiliki asset yang mendukung pola usaha, misalnya kilang, fasilitas storage, fasilitas blending, shipping facilities atau mitra potensial tersebut mempunyai minimum 1 tahun long term contract fasilitas. Besar fasilitas ini minimal sama dengan besar fasilitas trading yang ada.
Best Practices kegiatan trading MM/BBM di global market yang dilakukan oleh perusahaan minyak lain, juga menggunakan Trading Arm (sebagian besar di Singapore) seperti halnya Pertamina. Sebagai contoh:
• Relliance – Relliance Global Energy Services pte Ltd. (Singapore)
• PTT – PTT Trading di Singapore
• SK – SK Energy International (Singapore)• PetroChina – PetroChina International (Singapore) Pte. Ltd.
• Total – Total Oil Trading SA (TOTSA) di Singapore
• Shell – Shell International Eastern Trading Co (SIETCO) di Singapore
• BP – BP Singapore Pte. Limited• Petronas – Petronas Trading Corporation (PETCO) di Kuala Lumpur
• CNOOC – China Offshore Oil (Singapore) International Pte. Ltd
• S-Oil – S-Oil Corporation Singapore Branch
Prosedur Tender Minyak Mentah di Petral Singapore
  1. Petral secara resmi menerima permintaan kebutuhan minyak mentah dari Pertamina.
  2. Berdasarkan permintaan resmi Pertamina, Petral mengirim undangan tender ke para supplier yang telah terregister sesuai dalam daftar DMUT (daftar mitra usaha terseleksi) yang telah disahkan oleh risk management department Petral
  3. Undangan yang didalamnya memuat nama-nama minyak mentah yang akan dibeli, kuantitas, tanggal kedatangan di kilang Pertamina dan tujuan kilang Pertamina, serta persyaratan lainnya, dikirim lewat email ke masing masing Perusahaan dalam DMUT.
  4. Para supplier kemudian mengirim penawarannya sebelum tanggal penutupan tender melalui surat eletronik ke alamat khusus yang sudah ditentukan oleh management Petral.
  5. Kemudian dilakukan pembukaan penawaran disaksikan oleh tim tender. Anggota tim tender diketuai oleh Head of Trading Petral dengan anggota dari fungsi trader, keuangan dan risk management.
  6. Harga terbaik kemudian disampaikan ke Pertamina tanpa menyertakan nama perusahaan yang menawarkan minyak mentah tersebut. Kemudian Pertamina dengan menggunakan software Linear Programming GRTMPTS menghitung minyak mentah yang paling menguntungkan untuk dibeli, tanpa mengetahui siapa penjual minyak mentah tersebut.
  7. Pertamina kemudian memberitahu Petral secara resmi, minyak mentah mana saja yang dibeli oleh Pertamina.
  8. Petral kemudian menegosiasikan sekali lagi untuk mendapatkan harga yang lebih baik dan kemudian secara final membeli minyak mentah yang ditentukan tersebut.
Pemenang Tender 3 Bulan Terakhir
Dalam tender yang dilaksanakan oleh Petral dalam 4 bulan terakhir, telah dibeli minyak mentah oleh Petral sbb. :
  1. Bulan Januari 2012 : Akpo dibeli dari Verita Oil, Azeri dibeli dari PTT Thailand, Nemba dibeli dari Verita Oil, Bonny Light dibeli dari Vitol, Seria dibeli dari Verita Oil dan Girassol dibeli dari Repsol.
  2. Bulan February 2012 : Akpo dibeli dari Eni, Azeri dibeli dari PTT Thailand, Champion dibeli dari Shell Brunei, Espo dibeli dari Vitol, Qua Iboe dibeli dari BP, Vityaz dibeli dari Verita Oil dan Saharan dibeli dari Eni.
  3. Bulan Maret 2012 : Tidak ada spot tender karena jumlah stok minyak mentah mencukupi.
  4. Bulan April 2012 : Azeri dibeli dari PTT Thailand, Akpo dibeli dari
    Total, Sokol dibeli dari BP dan Vityaz dibeli dari Verita Oil. Dari data di atas terlihat jelas bahwa minyak mentah Azeri memang dikuasai oleh PTT Thailand sebagai pihak yang ditunjuk oleh produsen Azeri di Azerbaijan untuk memasarkan Azeri di Asia Pacific. PTT Thailand selalu menawarkan Crude Azeri dengan harga yang paling murah.
Setelah tender dilaksanakan di Singapura oleh Petral, terlihat pergeseran pihak pemenang tender. Kini tender hanya bisa dimenangkan oleh perusahaan-perusahaan yang memang pemain minyak yang mempunyai nama besar dan jaringan yang kuat. Tidak ada lagi perusahaan-perusahaan oportunis yang dapat memenangi tender yang sudah sangat transparan ini.
Proporsi Pengadaan Minyak Mentah
Berdasarkan data pengadaan minyak mentah (MM) selama tahun 2011, secara garis besar porsi pengadaan MM untuk suplai Kilang Pertamina adalah sebagai berikut:
MM Domestik : 65 %
Arabian Light Crude : 13 % (term Saudi Aramco)
MM Impor via PES (Petral Energy Services Pte Ltd : 22% (via spot dan term)
Pola pengadaan Minyak Mentah Impor menggunakan dua Pola, yaitu Spot dan Term, dan biasanya dilakukan melalui tender oleh PES, kecuali yang tidak diperdagangkan secara umum atau diperdagangkan secara terbatas seperti ALC dan crude oil lainnya. Perbandingan antara total Spot Vs Term adalah sekitar 30% Vs 70%.
Efisien Harga Pembelian Minyak Mentah dan Produk BBM
Dari hasil pemilihan strategi pembelian yang tepat, Petral berhasil melakukan penghematan di tahun 2011 sebagai berikut :
1. Harga pembelian minyak mentah Petral rata-rata USD 113.95 per barrel dibandingkan harga rata-rata pasar USD 119.45 per barrel.
2. Harga pembelian Bensin Premium Petral rata-rata USD 118.50 per barrel dibandingkan harga rata-rata pasar USD 123.70 per barrel.
3. Harga pembelian Solar Petral rata-rata USD 126.70 per barrel dibandingkan dengan harga rata-rata pasar USD 132.90 per barrel.
Alasan Memilih Singapura Sebagai Basis
• Singapura merupakan pusat perdagangan MM dan produk BBM di kawasan Asia dan tempat berkumpulnya trading arm/supplier MM dan produk BBM
. Singapura merupakan salah satu dari pusat perdagangan MM dan BBM dunia, seperti Jenewa, London, Houston, Dubai, dan Singapura sendiri.
• Hingga saat ini tidak ada satu pun perusahaan yang berbadan hukum Indonesia mampu melakukan penawaran MM dan produk BBM kepada Pertamina/PES.
• Menghindari/mengurangi tekanan politis yang biasa terjadi dalam pengadaan MM dan produk BBM.
• Singapura merupakan tempat publikasi yang biasa diacu oleh para pemain di pasar minyak mentah dan produk BBM.
Beberapa anggota DPR periode 2009 lalu juga telah mengungkap korupsi dibalik tender Petral ini. Ade Daud dan mantan anggota DPR Boy Saul, beserta kuasa hukum Johnson Panjaitan menyambangi kantor Petral. Mereka meminta klarifikasi perihal dugaan kolusi dalam praktik tender.Selain dengan dua perusahaan itu, pengadaan langsung juga dilakukan dengan Kuwait Petroleum Company dan Petronas (Malaysia).
Khusus untuk PTT Thailand dan Petronas Malaysia, Pertamina bekerja sama dengan kedua perusahaan minyak tersebut dalam kerangka kerjasama Ascope (Asean Council on Petroleum), yaitu wadah kerja sama
antaperusahaan minyak nasional di Asean. Hal ini sesuai dengan aturan dan dilakukan untuk menghindari praktik percaloan dan mark-up harga.
Adapun, pembelian bensin premium selalu diadakan melalui tender terbuka yang diikuti oleh 28 perusahaan trader maupun Major Oil Company (MOC). Petral membeli bensin premium setiap bulan lebih dari 8 juta barel.
Untuk pengadaan solar secara spot, Petral menggelar tender terbuka yang diikuti 30 perusahaan. Sedangkan untuk pengadaan jangka panjang ditunjuk empat perusahaan minyak yaitu Kuwait Petroleum Company, Petronas Malaysia, PTT Thailand, dan S-Oil milik Saudi Aramco.
Penunjukan keempat perusahaan tersebut bertujuan untuk mencegah trader Singapura menimbun dan spekulasi harga yang merugikan Pertamina serta praktik penyelundupan solar bersubsidi ke Singapura.
Sejarah
Petral, yang tadinya bernama Perta Oil, mulai digemukkan. Caranya dengan memberikan kontrak jangka panjang impor minyak Pertamina. Anak perusahaan yang sahamnya pernah dipegang Bob Hasan dan Tommy Soeharto itu juga dilibatkan dalam tender impor minyak. Sejak saat itulah, porsi impor dari tender, yang sebelumnya 80 persen, diturunkan menjadi 20 persen. Sebaliknya, porsi impor dari kontrak dinaikkan dari 20 persen menjadi 80 persen. Hanya dalam waktu tiga tahun, kinerja Petral yang diberi modal awal US$ 30 juta itu semakin mengkilap. Volume perdagangannya naik dari 155 ribu barel per hari pada 2001 menjadi 321 ribu barel per hari pada 2002, dan 365 ribu barel per hari pada 2003. Petral menjadi terbesar kedua di Asia Tenggara, setelah Vittol. (FHM)
kami ajak teman2 tuips menghitung secara kasar berapa kerugian negara akibat korupsi Petral/Pertamina/MRC cs. Data harga rata2 minyak mentah dunia 2011 sesuai dept ESDM AS tahun : US$ 87.3/ barrel. Kita bulatkan saja jadi US$ 87. Harga rata2 minyak produk (Gasoline dan Diesel) = US$ 94 dan US$ 102 / barrel. Ini utk kualitas tinggi. Kalau gasoline = pertamax super.
Tahun 2011 Petral beli minyak produk Gasoline rata2 US$ 118/ barrel dan Solar/ Diesel US$ 123/ barel. Jumlah pembelian 200,6 juta/barrel, Artinya selisih harga beli impor Petral US$ 20/ barel dari harga rata2 crude, Gasolide dan Diesel/Solar. Berapa kerugian negara / rakyat?, Kerugian negara/uang rakyat yg dicuri Petral dan Mafia Minyak Thn 2011 = 200,6 juta barel x US$ 20= US$. 4.012 M atau Rp. 37 triliun !!.
Informan saya broker minyak Singapore bilang : “Kalian orang Indonesia BODOH !! ditipu mafia minyak dan Petral puluhan tahun !!!!”, Dia lanjutkan : harga minyak brent saja paling tinggi tercatat sepanjang thn 2011 hanya US$ 126. itu pun sebentar..rata2 dibawah US$ 100, Harga minyak mentah/crude rata2 US$ 87 / barrel. Petral beli dengan harga rata2 thn 2011 US$ 103 / barel ! Gilaaaaaaaaak !!, petral beli 66 juta barel Crude tahun 2011. Selisih harga beli minyak impor Crude Petral = US$ 26 / barel x 66 juta = US$ 1.716 Milyar !. petral beli 66 juta barel Crude tahun 2011. Selisih harga beli minyak impor Crude Petral = US$ 26 / barel x 66 juta = US$ 1.716 Milyar !
Apakah itungan tersebut abal2? Silahkan ada google ttg harga rata2 minyak dunia, harga beli petral, volumenya dan jenis2nya..silahkan !
Lalu anehnya (seperti kebingungan alm. Wamen ESDM) : RI impor gasoline kualitas tinggi, kok Pertamax volumenya sedikit yg beredar?, Nah, minyak produk / Gasoline/ Pertamax plus yg diimpor Petral itu DIOPLOS oleh mafia2 minyak. Dicampur dgn premium oktan rendah !!. Minyak mentah/Crude kita pun dioplos oleh mafia minyak dan petral. 1/3 kualitas bagus yg harganya 80-100/barrel dioplos 2/3 minyak jelek.
Kasus minyak mentah oplosan inilah yg sempat tertangkap dan dikenal dgn kasus kasus ZATAPI. Hanung cs/ pejabat2 Pertamina jd tersangka. kilang minyak RI kapasitasnya terbatas. Banyak yg rusak tapj sengaja tdk diperbaiki agar impor minyak produk semakin naik tiap tahun.
Bgmn cara Petral mengakali harga beli minyak mentah/ produk yg dimark up itu? Caranya : beli minyak mentah RI dgn harga tinggi juga, Contoh : harga minya mentah dunia US$ 85 / barrel. Tapi Petral bilang ke Pertamina, dia beli harga minyak RI seharga US$ 100/barrel. Sehingga jika Petral beli harga minyak mentah middle east dan africa seharga US$ 103/barrel, seolah2 harga itu sdh murah. Trus, tidak akan ada timbul pertanyaan ketika Petral beli harga produk US$ 118 atau US$ 123 / barrel. Pdhl biaya pengolahan hny US$ 2,52. Semua pemain minyak dunia tahu persis bhw selisih minyak mentah dan produk tidak sampai US$ 10/ barrel. Sdh termasuk biaya distribusi.
Apakah itungan tersebut abal2? Silahkan ada google ttg harga rata2 minyak dunia, harga beli petral, volumenya dan jenis2nya..silahkan !
Lalu anehnya (seperti kebingungan alm. Wamen ESDM) : RI impor gasoline kualitas tinggi, kok Pertamax volumenya sedikit yg beredar?, Nah, minyak produk / Gasoline/ Pertamax plus yg diimpor Petral itu DIOPLOS oleh mafia2 minyak. Dicampur dgn premium oktan rendah !!. Minyak mentah/Crude kita pun dioplos oleh mafia minyak dan petral. 1/3 kualitas bagus yg harganya 80-100/barrel dioplos 2/3 minyak jelek.
Kasus minyak mentah oplosan inilah yg sempat tertangkap dan dikenal dgn kasus kasus ZATAPI. Hanung cs/ pejabat2 Pertamina jd tersangka. kilang minyak RI kapasitasnya terbatas. Banyak yg rusak tapj sengaja tdk diperbaiki agar impor minyak produk semakin naik tiap tahun.
Silahkan anda teman2 tuips google..berapa total biaya pengolahan minyak mentah menjadi minyak produk, biaya distribusi : US$ 5 -9/barel, Kita rakyat Indonesia senasib sepenanggungan telah ditipu dan dirampok oleh Mafia Minyak, Petral dan Pertamina dengan beking penguasa. 2 minggu yg lalu Ketua MK Mafhud MD teriak : PERTAMINA PALING KORUP !! Pertamina gertak mau somasi, eeh..diam2 datang ke rumah Mahfud. Metro TV kelepasan bicara mafia minyak di Saresahan Anak Negeri..Pertamina siram uang ke Metro TV..amaan..gilaaaaaak !!.
Korupsi mafia minyak, pertamina dan petral ini harus dihentikan !! Rakyat yg harus hentikan. Ada lagi skenario mereka utk bobol Negara.
Saya sudah diinfokan oleh pemain2 minyak singapore, sebentar lagi akan ada proyek X puluhan triliun. Bobol uang negara juga, Nanti jika data2 sudah ditangan, saya akan bongkar rencana korupsi puluhan triliun Proyek X yg penuh mark up itu. Anda ingat ketika ribuan mobil rusak karena pump oil jebol? Itu akibat oplosan minyak impor dan premium otkan rendah yg keterlaluan.
Intinya, mafia2 minyak ini terus merampok uang negara dan rugikan rakyat. Apalagi 2014 semakin dekat. Mereka hrs siapkan 15-20 trliun.
Saya hanya beri pencerahan kepada rakyat & rakyat harus sadar musuh utama kita adalah : Mafia minyak, mafia anggaran, mafia tambang dst.
Sekian dulu..saya ada janji ketemu relasi pukul 2 siang ini…terima kasih. Mari kita usir para mafia penghisap darah rakyat !
PT Petral, anak perusahaan Pertamina diminta untuk tidak berkantor di Singapura. Seharusnya berkantor dan menggunakan bendera Indonesia. Pasalnya, kalau di Singapura, tidak akan memberikan keuntungan bagi Indonesia. Kita kehilangan potensi pajak. Kemudian Indonesia akan kesulitan melakukan pengawasan terhadap kinerja Petral.
Pendapat tersebut disampaikan mantan Anggota DPR, Ade Daud Nasution kepada Zulkarmedi Siregar. Berikut keterangan lengkapnya :
Sebagai mantan Anggota Komisi VII DPR yang membidangi soal energi, bagaimana Anda melihat pengelolaan energi kita khususnya yang dilakukan Pertamina selama ini?
Pengelolaan minyak kita memang sangat berbeda dengan pihak asing. Kalau di luar, terpusat pada satu titik, angkanya mencapai rata-rata 1 juta barel. Kalau kita berserakan pada titik-titik, hanya pada angka 5000 barel. Minyak kita itu tidak bisa dikelola lebih jauh, tidak bisa dibuat turunannya. Minyak yang didelola di Duri, Riau itu misalnya, hanya bisa dipakai langsung dibakar.
Anda bersama beberapa aktivis pernah melaporkan Petral ke KPK soal adanya tudingan korupsi. Apa sebenarnya yang Anda laporkan ke KPK?
Petral beli minyak dari Azerbaijan, seharusnya dilaksanakan pembeliannya secara G to G. Ini malah menggunakan pihak ketiga, yakni melalui perusahan perdagangan minyak Thailand, PTT. PTT oleh Petral disebut bisa menjual lebih murah. Tapi berdasarkan data yang kita peroleh ternyata lebih mahal. Kenapa kita beli dari Azerbaijan? Minyak Azerbaijan itu memang cocok dengan kondisi kita.
Seperti apa datanya?
Data yang kita peroleh, Petral menyebut harga minyak yang dibeli dari PTT Thailand US$ 2,75, tapi Azerbaijan menawarkan hanya US$2,70. Itu artinya ada selisih 5 sen. Itu pun belum negosiasi, karena ini kan perjanjian G to G. Dari harga pengangkutan kapal bisa turun, dari biaya asurasni bisa turun, cara bayar, kalau pakai LC akan lebih mahal daripada menggunakan telegrafic, barang jalan dan setelah sampai baru bayar.
Sejauh mana kebenaran pernyataan Ketua MK, Mahfud MD, yang menuding Pertamina sarang korupsi?
Semua lembaga negara ini semua hampir korupsi, bukan hanya Pertamina. DPR lebih gila lagi. Pertamina lebih banyak lagi proses pengawasannya yang ketat. Prosesnya pengelolaan sudah memiliki manajemen yang baik, pengawasan internal dan eksternalnya ada, jadi lebih sulit untuk melakukan korupsi. Banggar DPR semua main. Wa Ode akan bongkar semua.
Artinya, dengan sistem dan pengelolaan manajemen yang diterapkan Pertamina memang sulit untuk terjadinya korupsi?
Korupsi tetap ada saja. Ini kan persoalan mental. Apakah seseorang yang bekerja di Pertamina, memang niatnya bekerja atau mencari duit secara tidak benar.
Apakah benar Pertamina masih dijadikan bancakan oleh berbagai pihak termasuk partai politik?
Pertamina, melalui Petral membeli minyak satu bulannya US$ 32 miliar . Untuk itu harus ditata. Apakah pantas Pertamina menunjuk Petral yang berdomisili di Singapura. Apakah memang di Indonesia tidak mampu, tidak memiliki sarana komunikasi, sistem perbankan yang kondusif. Pertamina sekarang sudah memiliki balance, neraca perhitungan rugi laba yang transparan, waktu saya menjadi anggota DPR periode 2004-2009 belum ada.
Bisnis perdagangan minyak memang bukan remeh temeh. Coba saja dihitung, setiap hari, Indonesia mengimpor minyak mentah 300.000 barel dan bahan bakar minyak (BBM) 500.000 barel atau totalnya 800.000 barel.
Kalau harga impor minyak mentah dan BBM disamakan saja sebesar 100 dolar AS per barel, maka setiap hari, uang yang ditransaksikan mencapai 80 juta dolar atau Rp720 miliar.
Dalam setahun, jumlahnya berlipat menjadi Rp260 triliun. Suatu angka yang menggiurkan siapa pun.
Meganya bisnis perminyakan juga sering kali menimbulkan spekulasi adanya pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya.
Dalam konotasi negatif, mereka sering disebut mafia minyak.
Mereka, di antaranya dituding membuat industri perminyakan di Indonesia menjadi tidak efisien, mengendalikan bisnis minyak PT Pertamina (Persero), yang dijalankan anak usahanya, Pertamina Pertamina Energy Trading Limited (Petral), dan memperoleh “fee” hingga triliunan rupiah.
Namun, hingga kini, tudingan tersebut masih belum ada kebenarannya.
Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto berpendapat, besarnya bisnis minyak, membuat tidak semua pihak punya kemampuan melakukannya.
Dengan demikian, secara alamiah, pasar minyak memungkinkan terjadinya penguasaan beberapa pedagang (trader) saja.
“Hal inilah yang kemudian diasosiasikan sebagai kartel atau dalam konotasi yang cenderung negatif adalah mafia minyak,” katanya.
Petral sendiri juga telah berulang kali membantah proses tender baik minyak mentah maupun BBM diatur mafia.
Pada akhir Februari 2012, Petral menunjukkan proses transparansi tender minyak kepada belasan wartawan asal Indonesia yang diundang secara khusus ke kantornya di Kawasan Orchard, Singapura.
Para wartawan diperlihatkan proses tender minyak mentah sebanyak 4-6 kargo atau sekitar 2,4-3,4 juta barel untuk memenuhi kebutuhan Mei 2012.
Untuk tender itu, Petral mengundang 52 perusahaan yang memang sudah terdaftar sebagai rekanan minyak.
Undangan tender disampaikan melalui surat elektronik beberapa hari sebelumnya.
Dari hasil tender yang dilakukan melalui elektronik itu, sebanyak 13 rekanan memasukkan penawaran dengan total 33 kargo.
Presdir Petral Nawazir mengatakan, sistem tender yang dipakai saat ini berbeda dengan dulu.
Petral kini memakai sistem tender yang menjamin proses berlangsung adil dan transparan.
“Siapa pun yang mampu, boleh ikut tender, sehingga kami bisa memilih penawar dengan harga terbaik,” ujarnya.
Pertamina setidaknya memiliki 53 rekanan impor minyak mentah dan pemasok BBM sekitar 30 perusahaan.
Di antara rekanan terdaftar tersebut adalah BP, Shell, Chevron, ENI, ExxonMobil, StatOil, Total Trading, PTT Thailand, dan Itochu.
“Bagaimana kami bisa atur tender yang diikuti perusahaan kelas dunia itu,” kata Nawazir.
Pada 2011, dengan sistem tersebut, Petral mencatat efisiensi impor BBM senilai 283 juta dolar AS atau Rp2,6 triliun, karena realisasi harga di bawah pasar.
Pasokan minyak mentah Pertamina berasal dari domestik 67 persen, 13 persen diimpor langsung dari Saudi Aramco, dan 20 persen impor melalui Petral.
Selama tahun lalu, Petral merealisasikan volume perdagangan minyak mentah dan produk BBM sebanyak 266,42 juta barel. Terdiri atas minyak mentah 65,74 juta barel atau rata-rata 180.000 barel per hari dan produk jadi 200,68 juta barel atau 550.000 barel per hari.
Pada 2011, Petral membukukan laba bersih 47,5 juta dolar AS atau naik 53 persen dibandingkan 2010.
Selain “trader”, Petral yang didirikan di Hongkong juga berfungsi sebagai “market intelligent” bagi Pertamina.
Laporkan
Pri Agung menyarankan, kalau memang ada pihak tertentu mempunyai bukti keterlibatan mafia minyak yang merugikan negara atau Pertamina, maka sebaiknya melaporkannya ke pihak berwenang seperti KPK dan kepolisian.
Hal senada dikemukakan Anggota Komisi VIII DPR, Achmad Rilyadi.
Menurut dia, pelaporan ke KPK akan memberikan kejelasan peran mafia minyak sesungguhnya.
“Apakah memang benar ada mafia atau tidak? Dengan demikian, tidak ada dusta di antara kita,” ucap politisi asal PKS tersebut.
Sementara, kolega Pri Agung di ReforMiner, Komaidi Notonegoro mengatakan, terlepas dari ada atau tidaknya mafia minyak, pemerintah perlu membenahi tata kelola industri migas.
Pada sektor hulu, pemerintah mesti meningkatkan kinerja baik produksi maupun cadangannya yang kini terus menurun.
Demikian pula hilirnya, perlu dilakukan upaya menutup defisit yang terus meningkat.
“Pemerintah perlu tegas memacu dan melindungi sektor migas baik di hulu maupun hilir,” ujarnya.
Di samping itu, menurut dia, program pengalihan konsumsi BBM, khususnya transportasi ke gas yang tersedia melimpah di dalam negeri juga akan mengurangi peran mafia minyak.
“Kalau semua sudah pakai gas, maka tidak ada lagi mafia minyak,” kata Komaidi.
Pengembangan gas dan energi alternatif lain seperti panas bumi, angin, surya, air, dan nabati juga merupakan wujud diversifikasi pasokan energi.
Sementara, produk BBM atau minyak mentah yang harganya relatif mahal sebaiknya diekspor, sehingga diperoleh devisa.
“Ini juga dilakukan Iran. Mereka menggunakan gas dan nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi domestiknya, sedangkan minyak diekspor untuk membangun bangsanya,” katanya.
Hata rajasa adalah salah satu tokoh mafia minyak yang bergabung di PETRAL.
Upaya lainnya adalah menaikkan harga BBM sesuai keekonomiannya, sehingga kalaupun ada mafia yang bermain, tertutup peluang dan geraknya.
Kenaikan harga BBM juga membuat APBN tidak terbebani beban subsidi sekaligus mengurangi penyalahgunaan distribusi.
“Untuk itu, sekali lagi diperlukan keseriusan semua pihak, terutama pemerintah untuk mewujudkannya,” katanya.
Pada akhirnya, kalau itu semua dilakukan, diharapkan ketahanan energi dapat tercapai dan dipertahankan secara berkelanjutan.
Isu korupsi seputar penjualan Minyak anak usaha PT Pertamina, Pertamina Energy Trading Ltd ( PT Petral )kembali menjadi bola panas. Isu ini memang sudah lama digemboskan ke publik, tetapi tak jelas eksekusinya. Desakan pengusutan korupsi Petral ini pertama kali keluar dari mulut Ketua DPR RI Marzuki Alie tanggal 22/2/2012 lalu. Marzuki meminta pemerintah mengevaluasi PT Petral yang diduga melakukan penyelewengan tender minyak. PT Petral diduga telah merugikan negara dengan membeli minyak tanpa tender dari Pertamina sebanyak 800 ribu perbarel setiap hari. Diduga total minyak yang dibeli Petral mencapai USD 18 miliar per tahun.
Menurut Marzuki, praktik-praktik yang dilakukan oleh PT Petral terkait ekspor-impor minyak mentah atas kerjasama dengan PT Pertamina itu melanggar ketentuan hukum soal pengadaan tender proyeknya. Marzuki meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kasus ini. Pasalnya, berdasarkan keterangan yang dia peroleh, ada indikasi dugaan korupsi yang didasarkan pada tindakan pratik yang dianggap mencurigakan serta soal laporan transparansi transaksi keuangan dari PT Pertamina terkait yang dilakukan oleh PT Petral. Pernyataan Marzuki itu seolah ingin membuka kota pandora dari Petral.
Betapa tidak, pada hari yang sama (22/2/2012; Baca, Vivanews) Menteri BUMN, Dahlan Iskan, selaku pemegang saham Pertamina langsung mengeluarkan pernyataan. Dahlan memandang Petral mengganggu citra dan kinerja PT Pertamina. Dahlan mengusulakan agar membubarkan Petral.
Dahlan menjelaskan, citra Pertamina sering terganggu oleh isu mengenai Petral sebagai tempat korupsi. Petral yang berkantor di Singapura dituduh orang-orang sulit mengontrol dan direksi Pertamina mendapatkan komisi dari transaksi Petral.Untuk itu, Dahlan telah berbicara dengan
Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, beberapa waktu lalu untuk membubarkan Petral, dan ternyata dirut Pertamina pun menyetujui usulannya. Dengan pembubaran Petral, maka citra Pertamina yang saat ini sedang membangun GCG tidak akan terganggu. Dirut Pertamina sendiri mempunyai opsi lain, yaitu memindahkan Petral ke Indonesia dan tidak lagi menjadi anak perusahaan Pertamina.
Pernyataan Dahlan inipun ditanggapi positif oleh Rhanald Kasali (Guru besar Manajemen UI, Bubarkan Petral? Baca; Kompas, 1/3/2012). Menurut Kasali gagasan membubarkan Petral yang diajukan Dahlan adalah sebuah gagasan tulus agar Pertamina bersih dari urusan politik. Tetapi ini harus dijawab apakah benar Petral dibubarkan? Apakah benar jika ditaruh di Jakarta terjamin bersih? Kasali mengatakan, Petral harus dijauhkan dari politisi.
Apalagi Kasali mengaku pernah melakukan riset soal Petral sampai ke Singapura seputar perusahaan dagang termasuk Petral. Setelah proses transformasi tahun 1999, Petral sudah menjadi milik Pertamina dan berevolusi dari broker menjadi anak usaha yang fokus pada trading. Kasali mengatakan perdagangan minyak di Singapura berlomba-lomba mempengaruhi harga dan tendernya diselenggarakan oleh Platts (Mid Oil of Plats).
Pertannyannya yang perlu diajukan adalah mengapa Petral harus dijauhkan dari Politisi? Bukankah Marzuki adalah politisi?
Dinamika politik kita terlihat bahwa sesama politisi saling membuka kotak hitam sesama lawan politiknya. Lebih khusus ketika Parpol yang dikendarainya sedang oleng. Marzuki adalah politisi Partai Demokrat (PD ) yang sedang ini dalam sakratul maut akibat kasus suap yang menyeret mantan Bendahara Partainya, M. Nazarudin. Lantas apakah pernyataan Marzuki perlu ditelusuri lebih lanjut?
KPK seharusnya menangkap peluang dari konspirasi jahat para politisi ini, karena dalam keadaan gawat darurat, mereka saling membongkar aib para lawan politiknya. Apalagi Marzuki sendiri memiliki banyak bisnis di dunia Migas dan sekarang sedang gencar membangun smelter di Papua. Politisi yang sudah malang-melintang di bisnis pertambangan dan migas tentu mengenal kawan-lawannya.
Politisi Partai Demokrat kelahiran Palembang, 6 November 1955 ini, kini menjabat sebagai Ketua DPR dan salah satu figur penting di Partai Demokrat karena ia menjabat sebagai wakil ketua dewan pertimbangan partai.
Marzuki tercatat sebagai Presiden Komisaris PT GLOBAL PERKASA INVESTINDO sejak 2006. Perusahaan ini berencana membangun copper smelter di Timika, Papua dengan estimasi produksi 400,000 tons copper cathode per tahun. Itu berarti lebih besar dari PT Smelting Co (270,000 tons per tahun) di Gresik, Jawa Timur, dimana PT Freeport Indonesia memiliki 25% sahamnya.Salah satu sumber informasi menjelaskan bahwa PT Global Perkasa Investindo is an exclusive Natural Resources company.
Sumber informasi lainnya: http://www.sisminbakum.go.id, menyatakan bahwa perusahaan ini adalah perusahaan global yang bergerak dalam bidang besi baja.
Sumber informasi lainnya: http://www.bumn.go.id/pln/galeri/foto/plta-terbesar-di-papua-direktur-utama-p-2542/, mengungkapkan bahwa PT Global Perkasa Investindo pada 11 Juni 2011 lalu, di Jakarta, telah menandatangani MoU dengan PT PLN dan China Huadian Engineering Co. Ltd Internasional Company untuk melaksanakan studi pengembangan potensi tenaga air sungai Yawei di Papua yang nantinya akan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) terbesar di provinsi tersebut. Sungai Yawei ini terletak lebih kurang 70 km sebelah barat Timika, ibu kota kabupaten Mimika, propinsi Papua.
Wajar jika Dahlan mengusulkan tugas yang selama ini diemban Petral untuk jual-beli minyak mentah dan BBM akan ditangani oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia. “Karena ini kan masalah trading, tapi ini baru gagasan,” katanya.
Dahlan melanjutkan, tugas-tugas Petral membeli minyak mentah dan dikelola di kilang minyak Pertamina jangan ditangani oleh dua direktur Pertamina seperti dahulu.
Namun, beberapa pihak menolak Petral dibubarkan. Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menilai anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Trading Energy Ltd (Petral) tidak perlu untuk dibubarkan.
Ketua Puskepi Sofyan Zakaria menuturkan yang perlu dilakukan yaitu lebih meningkatkan sistem dan pengawasannya guna meminimalisir penjualan minyak ilegal. Menurutnya, jika Petral dibubarkan dan dibuat lagi Petral lain sepanjang masih ada orang-orang kuat tersebut tetap saja perusahaan dan orang-orangnya itu tidak akan berani menentang dan melawan perintah orang-orang kuat tersebut apalagi jika dalam permainan itu juga memberi keuntungan pribadi buat mereka.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan menegaskan, Petral secara normal sebagai sole trading arm melaksanakan kegiatan trading Pertamina. Pertamina sebagai induk perusahaan memberikan
dukungan penuh terhadap operasional Petral.Petral tetap menjalankan fungsinya dalam pengadaan minyak mentah maupun produk BBM untuk kebutuhan dalam negeri. “Semua transaksi bisnis tetap berjalan normal
seperti biasa dan Petral yang 100% sahamnya dikuasai oleh Pertamina mendapatkan dukungan penuh dari Perseroan dalam menjalankan bisnis tersebut,” tutur Karen Agustiawan.
Keberadaan Petral sebagai sole trading arm yang sekaligus menjalankan fungsi market intelligent bagi Pertamina, merupakan best practices dalam bisnis trading minyak mentah dan produk BBM yang terjadi di pasar global. Bahkan, dengan dukungan kompetensi yang dimiliki Petral, Pertamina berhasil melakukan efisiensi pengadaan minyak mentah dan produk BBM senilai US$283 juta selama 2011 lalu.
Petral saat ini tercatat sebagai perusahaan peringkat 8 besar dari 1.000 perusahaan terbesar yang menjalankan bisnisnya di Singapura, di atas GS Caltex Singapore Pte Ltd (ke-9), Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd (ke-12), Petrobras Singapore Private Limited (ke-16), Shell Eastern Petroleum (Pte) Ltd (ke-17), CNOOC Trading (Singapore) Pte Ltd (ke-25), ConocoPhillips International Trading Pte Ltd (ke-37), dan Singapore Petroleum Company Limited (ke-42) berdasarkan 25th Annual Ranking Edition yang dikeluarkan oleh Singapore 1000 & SME 1000 tahun 2012. Petral juga merupakan salah satu dari sedikit perusahaan yang mendapatkan corporate tax incentive
dengan tarif 5% dari besaran normal 17,5%.
Saat ini Petral juga telah mengembangkan bisnis, di samping sebagai pemasok utama bagi Pertamina untuk mendukung ketahanan energi nasional, yang diharapkan akan menjadi salah satu pemain utama bisnis trading minyak mentah dan BBM di pasar regional. Untuk mendukung pengembangan bisnis tersebut, Petral bersama Pertamina telah memulai pengembangan Hyperterminal BBM Pulau Sambu berkapasitas 3 juta barel dan Terminal BBM Tanjung Uban 2,5 juta barel yang akan mendukung bisnis Petral dan ketahanan energi dalam negeri.
Vice President Corporate Communication Pertamina Mochamad Harun menambahkan kepercayaan pasar dan mitra merupakan modal kunci dalam bisnis trading minyak mentah dan BBM di pasar global. Petral telah
memperoleh kepercayaan dan dukungan finansial dari bank-bank internasional dengan mendapatkan credit facility sebesar US$3,5 miliar.Ketidakpastian informasi tentang Petral di dalam negeri akhir-akhir ini telah mengganggu kepercayaan pasar kepada Petral yang pada akhirnya bisa berpengaruh terhadap pasokan energi nasional.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Pertamina Energy Trading Ltd Nawazir mengatakan pada prinsipnya pengadaan minyak mentah dan produk BBM telah dilakukan dengan cara tender terbuka yang diikuti oleh 55 perusahaan terdaftar. Perusahaan-perusahaan yang mengikuti tender merupakan perusahaan yang telah memenuhi kriteria sebagai Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) Petral untuk mendapatkan rekanan yang eliable untuk mencegah terjadinya gagal suplai yang akan menyebabkan krisis BBM di Indonesia.
Untuk mengikuti tender, Petral membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk setiap perusahaan yang berminat, asalkan dapat memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan. Persyaratan ini diperlukan untuk mencegah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga tidak terjadi gagal suplai yang menyebabkan krisis BBM di Indonesia.
Tunjuk Langsung
Pengadaan beberapa minyak mentah yang tidak dijual bebas atau terbatas, yang dilakukan secara langsung kepada perusahaan nasional produsen maupun pihak yang ditunjuk oleh produsen untuk memasarkan minyak mentah tersebut. Contoh penunjukan langsung adalah pengadaan Arab Light dari Aramco yang tidak diperjualbelikan secara bebas, dan Azeri dari PTT Thailand, yang mempunyai penyimpanan minyak mentah Azeri yang terbesar di luar Azerbaijan.
Selain dengan dua perusahaan itu, pengadaan langsung juga dilakukan dengan Kuwait Petroleum Company dan Petronas (Malaysia). Khusus untuk PTT Thailand dan Petronas Malaysia, Pertamina bekerja sama dengan kedua perusahaan minyak nasional tersebut dalam kerangka kerjasama ASCOPE (ASEAN Council on Petroleum), yaitu wadah kerja sama antar perusahaan minyak nasional di ASEAN.
Dalam pengadaan minyak mentah dan BBM, diperlukan pengetahuan pasar dan keahlian trading yang tinggi. Strategi untuk pembelian harus ditentukan untuk mencegah harga melambung tinggi dan menghindari mark-up. Untuk penunjukan langsung harus dilakukan kepada Perusahaan Minyak Nasional (National Oil Company seperti Aramco, KPC, Petronas dan PTT). Hal ini sesuai dengan aturan dan dilakukan untuk menghindari praktek broker dan mark-up harga. Perusahaan Minyak Nasional dikenal melarang praktek broker dan uang komisi dan selalu mempunyai pengawas internal dalam mencegah praktek korupsi.
Adapun, pembelian bensin Premium selalu diadakan melalui tender tender terbuka yang diikuti oleh 28 perusahaan trader maupun Major Oil Company (MOC). Petral membeli bensin Premium setiap bulan lebih dari 8 juta barrel. Supplier yang sering memenangkan tender bensin Premium adalah Arcadia, Total, Glencore, Vitol, Concord, Verita, Gunvor, PPT, Kernel, Bp, Unipec, Petrocina, Petronas, Shell, Trafigura, SK, Conoco. Pembelian bensin Premium dilakukan secara tender karena produsennya kebanyakan adalah para Trader di Singapura yang melakukan proses blending di Singapura.
Untuk pengadaan Solar secara spot dilakukan tender terbuka yang diikuti oleh 30 perusahaan yang terdaftar. Sedangkan pengadaan jangka panjang, ditunjuk empat Perusahaan Minyak Nasional yaitu Kuwait Petroleum Company, Petronas Malaysia, PTT Thailand dan S-Oil yang dimiliki oleh Saudi Aramco.
Keempat perusahaan minyak tersebut mempunyai kilang minyak yang memproduksi Solar. Penunjukan keempat Perusahaan Nasional tersebut untuk mencegah para trader Singapura melakukan penimbunan dan spekulasi harga yang merugikan Pertamina serta praktik penyelundupan solar bersubsidi ke Singapura.
Pemegang Saham Petral dan Kinerja Petral merupakan perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Companies Ordinance Hong Kong, berkedudukan di Hong Kong. Saat ini, sebanyak 99,83% saham Petral dikuasai oleh PT Pertamina (Persero) dan sisanya dimiliki oleh Presiden Direktur Petral sebagaimana diatur dalam Companies Ordinance Hong Kong.
Petral membukukan trading 2011 sebanyak 266,42 juta barel yang terdiri dari 65,74 juta barel minyak mentah dan 200,68 juta barel berupa produk. Dari aktivitas perdagangannya, Petral membukukan pendapatan sebesar US$31,4 miliar dengan profit margin sebesar US$47,5 juta. Petral berhasil membukukan efisiensi harga yang didapat terhadap market price pada tahun 2011 adalah Rp2,6 T untuk pengadaan Produk BBM (Mogas 88 RON & HSD 0.35% S) serta Rp0,4 T untuk pengadaan Crude impor.
Petral diperlukan berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh konsultan McKinsey dengan pertimbangan:
• Penunjukkan kepada Petral dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran harga pasar yang sebenarnya, dikarenakan Anak Perusahaan bertindak sebagai Trading Arm yang menjalankan fungsi Market
Inteligence Pertamina di tengah-tengah pasar regional Singapore.
• Berada di tengah pusat financial dan institusi Keuangan yang diperlukan dalam pendanaan pengadaan.
• Untuk mendapatkan fleksibilitas operasional yang lebih cepat dibandingkan Pertamina secara korporasi.
Persyaratan Menjadi Rekanan Petral
Saat ini sesuai dengan Surat Komisaris No. 072/K/DK/2009 tanggal 26 Februari 2009, dan RRD No. RRD-42/C00000/2009/S0 tanggal 22 April 2009, Petral ditunjuk sebagai single trading arm untuk kegiatan impor yang berkedudukan di Singapura. Yang bisa menjadi pemasok MM dan BBM untuk Pertamina adalah badan usaha yang telah memenuhi persyaratan sebagai Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) Petral. Kriteria ini diperlukan untuk mendapatkan rekanan yang reliable untuk mencegah terjadinya gagal suplai yang akan menyebabkan krisis BBM di Indonesia.
Kriteria peserta tender :
1. Listed company pada major global stock exchange dan atau perusahaan yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh negara (state owned company) yang bergerak di bidang produksi, pengolahan, atau trading crude oil, refined produk, LNG, atau petrochemical.
2. Perusahaan yang memiliki total equity minimum US$50 juta yang terlihat dari Laporan Keuangan audited terakhir yang diaudit oleh salah satu 4 besar kantor audit (EY, KPMG, PWC, dan Deloitte)
3. Perusahaan yang memiliki asset yang mendukung pola usaha, misalnya kilang, fasilitas storage, fasilitas blending, shipping facilities atau mitra potensial tersebut mempunyai minimum 1 tahun long term contract fasilitas. Besar fasilitas ini minimal sama dengan besar fasilitas trading yang ada.
Best Practices kegiatan trading MM/BBM di global market yang dilakukan oleh perusahaan minyak lain, juga menggunakan Trading Arm (sebagian besar di Singapore) seperti halnya Pertamina. Sebagai contoh:
• Relliance – Relliance Global Energy Services pte Ltd. (Singapore)
• PTT – PTT Trading di Singapore
• SK – SK Energy International (Singapore)• PetroChina – PetroChina International (Singapore) Pte. Ltd.
• Total – Total Oil Trading SA (TOTSA) di Singapore
• Shell – Shell International Eastern Trading Co (SIETCO) di Singapore
• BP – BP Singapore Pte. Limited• Petronas – Petronas Trading Corporation (PETCO) di Kuala Lumpur
• CNOOC – China Offshore Oil (Singapore) International Pte. Ltd
• S-Oil – S-Oil Corporation Singapore Branch
Prosedur Tender Minyak Mentah di Petral Singapore
  1. Petral secara resmi menerima permintaan kebutuhan minyak mentah dari Pertamina.
  2. Berdasarkan permintaan resmi Pertamina, Petral mengirim undangan tender ke para supplier yang telah terregister sesuai dalam daftar DMUT (daftar mitra usaha terseleksi) yang telah disahkan oleh risk management department Petral
  3. Undangan yang didalamnya memuat nama-nama minyak mentah yang akan dibeli, kuantitas, tanggal kedatangan di kilang Pertamina dan tujuan kilang Pertamina, serta persyaratan lainnya, dikirim lewat email ke masing masing Perusahaan dalam DMUT.
  4. Para supplier kemudian mengirim penawarannya sebelum tanggal penutupan tender melalui surat eletronik ke alamat khusus yang sudah ditentukan oleh management Petral.
  5. Kemudian dilakukan pembukaan penawaran disaksikan oleh tim tender. Anggota tim tender diketuai oleh Head of Trading Petral dengan anggota dari fungsi trader, keuangan dan risk management.
  6. Harga terbaik kemudian disampaikan ke Pertamina tanpa menyertakan nama perusahaan yang menawarkan minyak mentah tersebut. Kemudian Pertamina dengan menggunakan software Linear Programming GRTMPTS menghitung minyak mentah yang paling menguntungkan untuk dibeli, tanpa mengetahui siapa penjual minyak mentah tersebut.
  7. Pertamina kemudian memberitahu Petral secara resmi, minyak mentah mana saja yang dibeli oleh Pertamina.
  8. Petral kemudian menegosiasikan sekali lagi untuk mendapatkan harga yang lebih baik dan kemudian secara final membeli minyak mentah yang ditentukan tersebut.
Pemenang Tender 3 Bulan Terakhir
Dalam tender yang dilaksanakan oleh Petral dalam 4 bulan terakhir, telah dibeli minyak mentah oleh Petral sbb. :
  1. Bulan Januari 2012 : Akpo dibeli dari Verita Oil, Azeri dibeli dari PTT Thailand, Nemba dibeli dari Verita Oil, Bonny Light dibeli dari Vitol, Seria dibeli dari Verita Oil dan Girassol dibeli dari Repsol.
  2. Bulan February 2012 : Akpo dibeli dari Eni, Azeri dibeli dari PTT Thailand, Champion dibeli dari Shell Brunei, Espo dibeli dari Vitol, Qua Iboe dibeli dari BP, Vityaz dibeli dari Verita Oil dan Saharan dibeli dari Eni.
  3. Bulan Maret 2012 : Tidak ada spot tender karena jumlah stok minyak mentah mencukupi.
  4. Bulan April 2012 : Azeri dibeli dari PTT Thailand, Akpo dibeli dari
    Total, Sokol dibeli dari BP dan Vityaz dibeli dari Verita Oil. Dari data di atas terlihat jelas bahwa minyak mentah Azeri memang dikuasai oleh PTT Thailand sebagai pihak yang ditunjuk oleh produsen Azeri di Azerbaijan untuk memasarkan Azeri di Asia Pacific. PTT Thailand selalu menawarkan Crude Azeri dengan harga yang paling murah.
Setelah tender dilaksanakan di Singapura oleh Petral, terlihat pergeseran pihak pemenang tender. Kini tender hanya bisa dimenangkan oleh perusahaan-perusahaan yang memang pemain minyak yang mempunyai nama besar dan jaringan yang kuat. Tidak ada lagi perusahaan-perusahaan oportunis yang dapat memenangi tender yang sudah sangat transparan ini.
Proporsi Pengadaan Minyak Mentah
Berdasarkan data pengadaan minyak mentah (MM) selama tahun 2011, secara garis besar porsi pengadaan MM untuk suplai Kilang Pertamina adalah sebagai berikut:
MM Domestik : 65 %
Arabian Light Crude : 13 % (term Saudi Aramco)
MM Impor via PES (Petral Energy Services Pte Ltd : 22% (via spot dan term)
Pola pengadaan Minyak Mentah Impor menggunakan dua Pola, yaitu Spot dan Term, dan biasanya dilakukan melalui tender oleh PES, kecuali yang tidak diperdagangkan secara umum atau diperdagangkan secara terbatas seperti ALC dan crude oil lainnya. Perbandingan antara total Spot Vs Term adalah sekitar 30% Vs 70%.
Efisien Harga Pembelian Minyak Mentah dan Produk BBM
Dari hasil pemilihan strategi pembelian yang tepat, Petral berhasil melakukan penghematan di tahun 2011 sebagai berikut :
1. Harga pembelian minyak mentah Petral rata-rata USD 113.95 per barrel dibandingkan harga rata-rata pasar USD 119.45 per barrel.
2. Harga pembelian Bensin Premium Petral rata-rata USD 118.50 per barrel dibandingkan harga rata-rata pasar USD 123.70 per barrel.
3. Harga pembelian Solar Petral rata-rata USD 126.70 per barrel dibandingkan dengan harga rata-rata pasar USD 132.90 per barrel.
Alasan Memilih Singapura Sebagai Basis
• Singapura merupakan pusat perdagangan MM dan produk BBM di kawasan Asia dan tempat berkumpulnya trading arm/supplier MM dan produk BBM
. Singapura merupakan salah satu dari pusat perdagangan MM dan BBM dunia, seperti Jenewa, London, Houston, Dubai, dan Singapura sendiri.
• Hingga saat ini tidak ada satu pun perusahaan yang berbadan hukum Indonesia mampu melakukan penawaran MM dan produk BBM kepada Pertamina/PES.
• Menghindari/mengurangi tekanan politis yang biasa terjadi dalam pengadaan MM dan produk BBM.
• Singapura merupakan tempat publikasi yang biasa diacu oleh para pemain di pasar minyak mentah dan produk BBM.
Beberapa anggota DPR periode 2009 lalu juga telah mengungkap korupsi dibalik tender Petral ini. Ade Daud dan mantan anggota DPR Boy Saul, beserta kuasa hukum Johnson Panjaitan menyambangi kantor Petral. Mereka meminta klarifikasi perihal dugaan kolusi dalam praktik tender.Selain dengan dua perusahaan itu, pengadaan langsung juga dilakukan dengan Kuwait Petroleum Company dan Petronas (Malaysia).
Khusus untuk PTT Thailand dan Petronas Malaysia, Pertamina bekerja sama dengan kedua perusahaan minyak tersebut dalam kerangka kerjasama Ascope (Asean Council on Petroleum), yaitu wadah kerja sama antar perusahaan minyak nasional di Asean. Hal ini sesuai dengan aturan dan dilakukan untuk menghindari praktik percaloan dan mark-up harga.
Adapun, pembelian bensin premium selalu diadakan melalui tender terbuka yang diikuti oleh 28 perusahaan trader maupun Major Oil Company (MOC). Petral membeli bensin premium setiap bulan lebih dari 8 juta barel.
Untuk pengadaan solar secara spot, Petral menggelar tender terbuka yang diikuti 30 perusahaan. Sedangkan untuk pengadaan jangka panjang ditunjuk empat perusahaan minyak yaitu Kuwait Petroleum Company, Petronas Malaysia, PTT Thailand, dan S-Oil milik Saudi Aramco.
Penunjukan keempat perusahaan tersebut bertujuan untuk mencegah trader Singapura menimbun dan spekulasi harga yang merugikan Pertamina serta praktik penyelundupan solar bersubsidi ke Singapura.
Read More...