Kloningan

Sunday, June 22, 2014

Mengapa Jokowi Daur Ulang KJS yang Gagal?

Leave a Comment
Berric Dondarrion
17 Jun 2014 | 20:03

Beberapa hari ini Jokowi mencoba mengumbar Kartu Indonesia Sehat/KIP dan Kartu Indonesia Pintar/KIP sebagai salah satu program unggulan dia bila terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Sudah bisa ditebak bahwa KIS adalah program yang memiliki ide sama dengan Kartu Jakarta Sehat/KJS, sedangkan KIP dengan Kartu Jakarta Pintar/KJP yang diterbitkan pada masa kepemimpinan Jokowi di Jakarta. Artikel ini hanya akan membahas KIS dan KJS sedangkan KIP dan KJP akan dibahas pada kesempatan lain.

Pertanyaan paling adil tentu saja apakah KJS layak dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan Jokowi di Jakarta? Dengan penuh keyakinan saya harus mengatakan sama sekali tidak, sebaliknya KJS justru tonggak pertama dari kegagalan Jokowi di Jakarta. KJS bukan proyek gagal Jokowi yang pertama dan yang jelas juga bukan proyek gagal yang terakhir.

Kegagalan KJS sesungguhnya sudah dimulai sejak di dalam kandungan karena sistem KJS tidak dipersiapkan dengan matang sebelum diluncurkan. Bagaimana sistem KJS ketika pertama kali diluncurkan? Pemakai KJS cukup menunjukan KTP DKI ke puskesmas atau rumah sakit yang menerima KJS, selain itu KJS berlaku untuk semua jenis penyakit atau keluhan. Mekanisme pembayaran dilakukan dengan cara reimbursement dalam arti tagihan pengobatan dan tagihan obat ditagihkan oleh puskesmas atau rumah sakit kepada Pemprov DKI Jakarta dengan jumlah penuh.

Karena KJS bisa untuk semua penyakit maka banyak masyarakat Jakarta yang mencoba aji mumpung dan mendatangi puskesmas atau rumah sakit dengan keluhan minor seperti lecet karena jatuh dari motor sampai keluhan yang mengada-ngada seperti mengobati jerawat. Bisakah anda bayangkan dampak situasi seperti ini terhadap puskesmas atau rumah sakit? Benar, lebih ramai daripada pasar malam dan:

- Bagi dokter dan perawat ledakan pasien membuat mereka dalam memeriksa pasien harus cepat-cepat dan karena itu tidak bisa memeriksa setiap pasien dengan teliti dan komprehensif sebab masih banyak pasien yang harus diperiksa.

- Bagi pasien yang benar-benar sakit tidak mendapat perawatan yang memadai sehingga mengurangi pelayanan kesehatan sampai ditolak puskesmas atau rumah sakit karena kapasitas kepenuhan, dan akibatnya banyak pasien miskin meninggal, contoh:

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/03/09/16385850/Ditolak.Empat.RS.Pasien.Akhirnya.Meninggal

http://matamata.com/news/2014/02/20/062959/tolak-pasien-dirawat-di-icu-pengguna-kjs-meninggal-di-rumah-sakit/

Selain itu puskesmas dan rumah sakit yang bermaksud menagih biaya pengobatan dan biaya obat ke Pemprov DKI Jakarta ternyata juga mengalami kesulitan karena Pemprov tidak mempunyai dana mengingat nilai tagihan sangat besar dan dari awal KJS tidak dianggarkan dalam APBD era Foke dan belum dilakukan perubahan (KJS terbit saat APBD Foke masih berlaku). Kepanikan-pun melanda puskesmas dan rumah sakit karena mereka membutuhkan modal untuk kerja sementara modal mereka berupa tagihan yang belum terbayar masih tertahan di pemprov DKI.

Sistem reimbursement juga berbahaya terhadap APBD karena seluruh biaya berobat masyarakat wajid ditanggung oleh Pemprov DKI menggunakan dana APBD, bayangkan beratnya APBD karena sistem ini? Sistem Jokowi nyaris membuat APBD bangkrut.

Anda bisa membayangkan kekacauan yang ditimbulkan oleh KJS era Jokowi?

Setelah nyata kekacauan yang terjadi tidak bisa ditanggulangi oleh Jokowi, akhirnya Kementerian Kesehatan turun tangan dan mengganti sistem KJS ala Jokowi dengan INA-CBG, yaitu sistem yang disiapkan untuk pelaksanaan BPJS tahun 2014. Jadi bisa dibilang bahwa KJS yang gagal tapi terlanjur beredar di masyarakat diperlakukan sebagai uji coba untuk mematangkan BPJS. Sejak KJS menggunakan INA-CBG sebagai sistemnya, semua masalah dan keluhan masyarakat maupun puskesmas dan rumah sakit hilang dengan sendirinya.

Nah, sekarang Jokowi mau memberlakukan KJS untuk seluruh Indonesia? Pakai sistem yang mana? Sistem kacau ala Jokowi atau sistem INA-CBG? Bila INA-CBG maka sama saja KIS adalah BPJS dan jadinya sekedar pengulangan, untuk apa? Tidak berguna dan hanya menghabiskan anggaran. Bila pakai sistem Jokowi maka akan semakin banyak rakyat miskin meninggal dunia akibat kekacauan pasca penerbitan KIS.

Kemarin ada timses Jokowi bertanya duluan mana KJS atau BPJS untuk menanggapi kritikan bahwa KIS hanya pengulangan BPJS. Yah, secara formalitas memang duluan KJS akan tetapi roh dalam KJS adalah BPJS karena sistem Jokowi penuh kekacauan, bila demikian maka benar apa yang dikatakan oleh Nurul Arifin bahwa KIS Jokowi hanya sekedar tipu-tipu saja.
Read More...

Thursday, June 19, 2014

Sesat Berpikir Wimar Witoelar dengan Gallery of Rogues

Leave a Comment
Berric Dondarrion
19 Jun 2014 | 19:01

Saya sedang tidak mood menulis hari ini, namun heboh foto Gallery of Rogues yang dipasang oleh Wimar Witoelar via Twitter membuat saya menyusun artikel ini sebagai tanggapan. Gallery of Rogues adalah sebuah gambar yang menampilkan Prabowo dengan beberapa pendukungnya dan kemudian diinsinuasikan sedemikian rupa seolah mereka adalah kumpulan penjahat. Ini sebenarnya permainan persepsi lama, bahwa kubu Prabowo-Hatta adalah kumpulan penjahat sedangkan kubu Jokowi-JK adalah kumpulan orang baik.

Wimar Witoelar seseorang yang happy-go-lucky dengan pacarnya berusia sangat muda itu sehingga mereka berdua tampak seperti kakek dan cucu. Menurut saya karakter Wimar yang paling menonjol dapat dideskripsikan sebagai orang tipe "goody-two-shoes" atau "hollier-than-thou" atau "do-gooder," yaitu seseorang dengan obsesi untuk selalu berusaha terlihat seperti orang baik-baik dengan standar moral dan etika yang dipandang baik oleh masyarakat (righteous) namun secara berlebihan, contoh sikap ekstrim itu adalah mereka cenderung menilai orang lain baik atau buruk berdasarkan standar etika dan moral yang mereka miliki.

Berusaha menjadi orang baik memang bagus tapi bila kita mulai menghakimi orang lain dengan standar moral kita maka hal tersebut membuat perbuatan baik kita menjadi sia-sia. Karakter "hollier-than-thou" Wimar dapat dilihat dengan jelas dalam sebuah acara yang ditayangkan televisi Al-Jazeera dengan tema sosok Soeharto dan dihadiri oleh Wimar Witoelar, Emil Salim dan aktivis yang melakukan demo tahun 1998.

Dalam acara tersebut Emil Salim mengatakan bahwa Soeharto harus dinilai secara proporsional sebab dia memang telah melakukan banyak kesalahan akan tetapi jasanya kepada nusa dan bangsa masih sangat besar dibandingkan nilai kesalahan. Apa yang dikatakan oleh Emil Salim memang benar karena bila kita harus menilai seseorang, siapapun itu, maka kita harus melakukannya secara proporsional.

Namun Wimar dengan sifat "goodie-two-shoes"nya menolak proponen tersebut karena baginya seorang pemimpin tidak boleh ada kesalahan atau cacat sedikitpun, dan bukan itu saja Wimar juga menyerang Emil Salim dengan mengatakan bahwa orang seperti Emil Salim yang membela Soeharto ikut menanggung kesalahan Soeharto, dan Wimar juga berbohong ketika mengatakan dia tidak tahu terjadi "pembantaian komunis" karena pemerintah termasuk Emil Salim tidak memberitahu. Kenapa bohong? Karena ketika terjadi pembantaian komunis tahun 1965-1966 hampir semua masyarakat Indonesia mengetahuinya. Soekarno bahkan membuat tim khusus meneliti jumlah korban dan mengumumkan hasilnya kepada publik. Wimar tidak tahu? Jelas bohong.

Ada juga bagian ketika Wimar berbohong dengan mengatakan alasan Presiden Gus Dur dilengserkan adalah karena dia mencoba membawa Soeharto ke muka persidangan. Mengapa saya mengatakan Wimar bohong? Sebab Wimar adalah Juru Bicara Gus Dur ketika itu dan seharusnya dia tahu bahwa alasan Gus Dur turun adalah karena tidak bisa bekerja sama dengan DPR, serta tersandung kasus korupsi Brunei-Gate dan Bulog-Gate. Wimar berbohong karena sifat "goodie-two-shoes"nya tidak bisa membiarkan dia mengakui bahwa kematian jutaan komunis telah memberikan dia kesempatan membangun bisnis yang membuatnya kaya seperti hari ini dan bahwa dia telah menjadi juru bicara bagi presiden yang jatuh karena isu korupsi.

Transkrip acara di maksud bisa dilihat di http://www.perspektif.net/article/article.php?article_id=764

Wujud lain sifat "hollier-than-thou"nya Wimar Witoelar adalah beberapa minggu lalu dia membuat tweet yang berbunyi: "You are not entitled to your opinion. You are entitled to your informed opinion. No one is entitled to be ignorant." Walaupun tidak disebut tapi saya langsung tahu kalimat tersebut dikutip dari Harlan Ellison, sayangnya saya tidak bisa memberikan link ke tweet dimaksud karena sudah tenggelam dengan tweet baru yang dibuat Wimar Witoelar. Nah, siapa yang berhak menentukan opini mana yang "bodoh" atau "ignorant" dan "opini mana" yang dibuat berdasarkan informasi yang cukup/informed opinion alias opini yang "cerdas"? Dari perspektif pembuat tweet tentu dia, apa kualifikasinya? Hanya Wimar yang bisa memberitahu.

Jadi karakter "do goodies" atau "hollier-than-thou" dari Wimar Witoelar sesungguhnya bukan sebuah kepura-puraan, tapi memang dia menentukan nilai dari dirinya dari sikap tersebut, dan oleh karena itu saya yakin bagi Wimar posting Gallery of Rogues bukan sekedar kampanye hitam tapi dia sungguh-sungguh percaya bahwa kubu Prabowo-Hatta adalah koalisi para penjahat sedangkan koalisi Jokowi-JK yang dia dukung adalah koalisi orang baik. Siapa yang bisa menyalahkan Wimar berpikir demikian bukan? Di kubu Jokowi-JK ada Todung Mulya Lubis; Anies Baswedan; Goenawan Mohamad; Bambang Harymurti; Nono Anwar Makarim; Faisal Basri, dll yang semuanya memiliki reputasi bersih, walaupun dalam kehidupan nyata sebenarnya mereka tidak bersih-bersih amat.

Tapi masalahnya bagaimana dengan tokoh lain dalam kubu Jokowi-JK yang sudah jelas-jelas kotor, misalnya seperti:

a. Jokowi yang dinyatakan oleh LBH Jakarta; PBHI; dan Komnas HAM telah melanggar HAM warga Taman Burung Pluit? Atau menipu warga Jakarta? atau

b. JK yang dipecat sebagai menperindag karena melakukan KKN oleh presiden Gus Dur yang dilayani Wimar? atau

c. Wiranto yang dinyatakan oleh KPP HAM Timtim pimpinan Todung Mulya Lubis bertanggung jawab atas genosida di Timtim pasca jajak pendapat dan meninggalkan Jakarta ke Malang saat kerusuhan Mei? atau

d. Hendropriyono; Muchdi Pr; Ass'at yang terlibat pembunuhan pendiri Kontras, Munir? atau

e. Ginandjar Kartasasmita, raja KKN di tahun-tahun terakhir Orde Baru yang bertanggung jawab atas dua kali perpanjangan kontrak Freeport? atau

f. Surya Paloh yang melarang Sandrina Malakiano mengenakan jilbab? Dan masih sangat banyak lagi.

Bagaimana dengan orang-orang di atas? Dapat dipastikan Wimar Witoelar menutup mata seperti dia menutup mata pada kenyataan terjadi pembantaian terhadap komunis dan hal tersebut telah membawa dirinya ke dalam kondisi sejahtera dan kaya raya seperti hari ini karena hati nurani atau nilai dirinya sebagai "orang baik" tidak akan membiarkan dia mengakui bahwa dia dan koalisi atau teman-temannya tidak sebersih yang dia pikir.

Karena itu sebenarnya saya tertawa saja membaca berita tentang foto Gallery of Rogues yang diposting Wimar dan permintaan maaf yang jelas menunjukan bahwa dia menilai bahwa Prabowo adalah orang jahat dengan mengatakan: "Saya minta maaf kepada Muhammadiyah karena menyamakan anda dengan Prabowo," Yah elah Wimar, kayak kelompok anda orang baik-baik saja?
Read More...

Wednesday, June 18, 2014

GTS, Tentang Keluarga Korban Kerusuhan Mei

Leave a Comment
Berric Dondarrion
18 Jun 2014 | 22:29

Saya barusan membaca artikel dari kompasianer Go Teng Shin/GTS berjudul Prabowo, Ungkap Kerusuhan Mei 98!, dan tampaknya GTS juga adalah korban dari Kerusuhan 13-14 Mei 1998, dan sepertinya sama seperti saya, dia juga telah mencari jawaban dari pertanyaan "siapa dalang biadab dari kerusuhan tersebut?"

http://m.kompasiana.com/post/read/661225/2/prabowo-ungkap-kerusuhan-mei-98-.html

Di antara kesaksian GTS dalam tulisan tersebut ada satu yang menghentak saya, yaitu bagian ketika dia bercerita tentang temannya pasangan suami istri berikut dua orang putri yang dikunci di dalam ruko di Kebun Jeruk dan kemudian dibakar. Bagian ini membuat ingatan saya berputar ke masa lalu sebelum kerusuhan jahanam itu.

Saya yakin ruko yang dimaksud oleh GTS adalah komplek ruko di Perumahan Kebun Jeruk Intercon yang dahulu terdapat gedung bioskop 21 dan lantai 2nya terdapat restoran California Fried Chicken/CFC yang sering saya kunjungi karena saya mengumpulkan "egg monster" yang merupakan hadiah "happy meal" versi CFC. Mainan tersebut jauh lebih bagus daripada mainan yang disediakan fast food2 hari ini. Dari CFC kita bisa turun tangga ke lantai 1 yang merupakan mini market dan depannya terdapat kios majalah tempat saya membeli komik terbitan Rajawali Grafiti.

Saya ingat seperti baru terjadi kemarin bahwa bioskop ini selalu mengadakan pertunjukan film "old and new" ketika memasuki tahun baru, yaitu memutar film lama dan film baru sekaligus. Saya juga ingat betapa kami harus mengantri sampai mengular ketika mau menonton film Home Alone dan Home Alone 2. Di sekitar bioskop 21 yang terhitung besar pada masa itu, berdiri cukup banyak ruko yang juga dijadikan tempat usaha, termasuk rumah makan, laundry, dll. Kadang kala sebelum atau sesudah nonton kami suka makan di rumah makan di sekitar ruko atau di food court supermarket Jameson di komplek sebelah. Salah satu langganan kami sekeluarga adalah soto ayam di ruko Kebun Jeruk milik sepasang suami istri ramah dan baik hati, dan dua orang putri remaja yang suka membantu melayani tamu, salah satunya sebaya saya.

Saat Kerusuhan Mei terjadi, komplek ruko ini termasuk yang diserbu dan dibakar oleh massa, termasuk gedung bioskop 21 padahal banyak orang sedang menonton pertunjukan film. Mengerikan! Ruko-ruko sekitar juga habis dijarah dan dibakar, termasuk ruko rumah makan langganan kami dan yang sungguh mati tidak pernah bisa saya bayangkan sebagai anak berumur 12 tahun, mereka sekeluarga mati tragis karena para penjarah tega mengunci mereka di dalam kemudian membakar hidup-hidup!! Pasca kerusuhan saya mendengar desas desus bahwa putri mereka menjadi korban pemerkosaan sebelum mati tragis, saya tidak tahu kebenarannya, tapi saya tidak heran bila hal tersebut benar. Entah apakah keluarga ini yang dimaksud GTS?

Walaupun sudah tidak seramai masa jayanya, tapi sekarang komplek ruko dimaksud sudah dibangun kembali dan nyaris tidak terdapat sisa-sisa kerusuhan, dengan gedung bekas bioskop sudah menjadi gedung gereja. Begitu juga dengan komplek rumah mewah Kebun Jeruk Intercon di belakang komplek tersebut langsung kehilangan pamornya secara drastis dan tidak bisa pulih sampai sekarang. Selain itu komplek yang awalnya terbuka sekarang dipenuhi portal-portal yang menutup banyak akses seperti masa perang.

Walaupun demikian setiap kali saya mampir ke sana baik ada keperluan atau sekedar nostalgia, saya selalu hampir menangis setiap melihat ruko lokasi satu keluarga tidak berdosa dibakar mati oleh penjarah yang lebih jahat daripada setan! Memang sekarang ruko tersebut sudah berdiri sebuah rumah makan juga tapi saya tidak pernah bisa masuk ke dalamnya karena saya pasti menangis! Apa salah keluarga ini coba? Mengapa mereka harus meninggal dengan setragis itu padahal mereka hanya mencoba hidup dengan damai, mencari uang dengan halal dan melihat kedua putri mereka tumbuh berkeluarga atau menggapai cita-cita. Sungguh, mereka adalah orang baik dan mereka tidak pantas dibunuh seperti itu!

Terus terang, kematian tragis keluarga yang malah tersebut adalah motivasi utama saya untuk menemukan pejahat jahanam yang merekayasa kerusuhan ini, dan saya bersyukur karena pencarian saya tidak sia-sia dan saya sudah berhasil menemukan para pelaku dan dalangnya.

Mengingat kejadian ini maka saya bersyukur tidak menyaksikan siaran di TV One yang dimaksud GTS bahwa Effendi Simbolon berani dan lantang mengatakan bahwa "penculikan teroris" adalah pelanggaran HAM berat sedangkan pembantaian rakyat tidak berdosa pada Kerusuhan 13-14 Mei 1998 adalah bukan pelanggaran HAM. Bila saya menyaksikan acara itu mungkin amarah saya akan meledak dan segera mencari tahu cara menghubungi Effendi Simbolon untuk memakinya atas kekurang ajaran dari pernyataan dia itu.

Selain itu saya memahami kekecewaan GTS karena telah 15 tahun memilih PDIP karena menganggap mereka sebagai partai pelindung minoritas tapi ternyata mereka adalah partai pembantai minoritas. Jangan bersedih Pak GTS, bukan hanya anda saja yang tertipu, tapi banyak "kalangan kiri", "kalangan suporter Soekarno" dan "kalangan minoritas yang tertipu PDIP. Apalagi yang anda harapkan dari partai yang didirikan boneka Benny Moerdani seperti Megawati Soekarnoputri?
Read More...

Bocornya Percakapan Megawati Lobi Jaksa Agung Perihal Jokowi

Leave a Comment
Berric Dondarrion
18 Jun 2014 | 20:45

Hari ini beredar dokumen yang sangat menghebohkan, dan bila terbukti benar maka dapat dipastikan akan menghancurkan kesempatan Jokowi menjadi Presiden Indonesia atau setidaknya secara signifikan menggerogoti kredibilitas Jokowi. Dokumen tersebut adalah transkrip rekaman antara Jaksa Agung Basrief Arief dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri:

"Basrief Arief: Terima kasih bu, arahannya sudah saya terima, langsung saya rapatkan dengan teman-teman.

Megawati: Itu anu, sampean jangan khawatir, soal media saya ke Pak Surya, nanti beliau yang berusaha meredam.

Basrief Arief: Makasih bu, eskalasi pemberitaan beberapa hari agak naik, tapi alhamdulillah trendnya mulai menurun. Tim kami sudah menghadap Pak Jokowi meminta yang bersangkutan agar tidak terlalu reaktif ke media massa.

Megawati: Syukurlah kalau begitu, intinya jangan sampai masalah ini (kasus Transjakarta) melemahkan kita, bisa blunder hadapi Pilpres, tolong diberi kepastian, soal teknis bicarakan langsung dengan Pak Trimedia dan mas Todung, aku percaya sama sampaean.

Basrief Arief: Tadi sore kami sudah berkoordinasi, insya Allah semuanya berjalan lancar, mohon dukungan dan doanya bu. Saya akan berusaha maksimal, Pak Trimedia juga sudah menjamin data-datanya.

Megawati: Amien, semua ini ujian, semoga tidak berlarut-larut, apa sih yang enggak dipolitisir, apalagi situasi kini makin dinamis, tapi saya percaya sampean dan kawan-kawan bisa meyakinkan ke media, saya percaya bisa diatasi, jangan kasus ini Pak Jokowi jadi terseret dan membuat agenda kita semua berantakan.

Basyrief Arief: "Insya Allah saya usahakan, sekali lagi terima kasih kepercayaan ibu kepada saya dan teman-teman, kita komit kok bu, untuk urusan ini (kasus Transjakarta) saya pasang badan."

http://m.okezone.com/read/2014/06/18/567/1000667/beredar-transkrip-pembicaraan-megawati-jaksa-agung-soal-kasus-transjakarta

Entah apakah transkrip ini benar atau tidak tapi seperti sudah dapat diduga, pihak Kejaksaan Agung dan pihak Timses Jokowi-JK sudah membantah. Terlepas dari bantahan para pihak, namun saya cenderung menilai kemungkinan besar transkrip tersebut benar dengan beberapa alasan berikut:

Pertama: tidak seperti "bocornya" surat Jokowi ke Kejagung dan DKP, sejak awal pembocor transkrip percakapan di atas langsung mengakui dan menyatakan siap bertanggung jawab yaitu Ketua Progress 98, Faisal Assegaf. Saya tidak kenal pembocornya, namun sulit percaya bahwa yang bersangkutan akan berani pasang badan bila dia tidak yakin bahwa transkripnya asli, minimal pasti sudah mendengar rekaman yang menjadi dasar pembuatan transkrip.

http://m.okezone.com/read/2014/06/18/567/1000775/penyebar-percakapan-megawati-basrief-harus-tanggung-jawab

Kedua: Membaca kalimat yang diucapkan tokoh Megawati saya melihat sepertinya memang itu tata bahasa Megawati. Silakan bandingkan dengan cara bicara Megawati yang sudah beredar selama ini.

Ketiga: penyebutan nama Trimedya Pandjaitan oleh sosok Megawati masuk akal karena Trimedya adalah anggota Komisi III sedangkan Polri maupun Kejaksaan Agung adalah mitra kerja Komisi III. Baru-baru ini Trimedya juga tertangkap basah bertemu anggota Polri aktif yaitu Komjen Budi Gunawan dan komisioner KPU Hadar Gumay yang diduga untuk membocorkan soal debat kepada Jokowi.

http://www.tempo.co/read/news/2014/05/26/078580347/Kalla-Gunakan-Jenderal-Rekening-Gendut-Dekati-Mega

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/09/269583624/Bertemu-Trimedya-Budi-Gunawan-Diserang-Kubu-Prabowo

Keempat: Penyebutan nama Todung Mulya Lubis juga masuk akal sebab "senjata andalan" yang bersangkutan dalam berpraktek selama ini adalah jaringannya kepada petinggi negara dan hal tersebut dia gunakan untuk melakukan lobi-lobi kepada petinggi negara untuk kepentingan kliennya sekalipun ada beberapa lobinya yang jelas-jelas melanggar hukum, contoh:

a. Tertangkap basah bertemu Jaksa Agung untuk melobi supaya Kejaksaan melepas empat terdakwa (sekarang terpidana) kasus mega korupsi Bioremediasi.

http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt506b053a5fd49/pertemuan-jaksa-agung-dengan-kuasa-hukum-chevron-dikritik

b. Ada beberapa entry dalam buku Catatan Harian Todung Mulya Lubis terbitan Kompas yang jelas-jelas mengakui dia melakukan lobi-lobi kepada pejabat negara perihal kasus yang ditangani, contoh tanggal 24 Agustus 2009 dia bertemu dengan hakim MK Mufti Fajar dan membahas mengenai perkara hak uji materi UU Advokat yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi padahal Todung Mulya Lubis memiliki kepentingan langsung agar KAI diakui sebagai organisasi advokat oleh MK karena dia udah dipecat secara permanen oleh Peradi dan saat itu menjadikan KAI sebagai sekoci penyelamat. Apapun alasannya bertemu dan mendiskusikan kasus tentang diirnya dengan hakim pemeriksa perkara tanpa didampingi lawan perkara adalah tidak etis dan melanggar hukum.

Kelima: saya sendiri pernah mendengar kabar angin bahwa ada tekanan dari kubu Jokowi kepada Kejaksaan Agung supaya tidak melibatkan Jokowi dalam perkara TransJakarta. Saat itu saya tidak yakin kebenaran kabar angin tersebut, tapi nyatanya transkrip pembicaraan Mega-Basrief Arief bocor ke publik.

Nah, perkembangan kasus ini selanjutnya harus ditunggu tapi saya perkirakan kubu Jokowi-JK pasti sedang dilanda kepanikan luar biasa. Saya selalu percaya Tuhan pasti melindungi Indonesia dari kubu Jokowi-JK dan akan melindungi Prabowo-Hatta, buktinya, Jokowi-JK keluarkan fitnah soal babinsa tiba-tiba Tuhan membawa Arief Puyono ke Sate Khas Senayan dan mempertemukan dia dengan pertemuan rahasia Trimedya-Budi Gunawan-Hadar Gumay; kemudian Jokowi-JK keluarkan fitnah mengenai DKP, sekarang percakapan Megawati dan Basrief Arief untuk mengintervensi kasus Transjakarta bocor ke publik. Luar biasa!!
Read More...

Kala Tionghoa Indonesia Bicara Prabowo

Leave a Comment
Berric Dondarrion
18 Jun 2014 | 16:06

Tulisan ini adalah sambungan artikel sebelumnya di: http://m.kompasiana.com/post/read/666902/1/pilih-jokowi-kesalahan-terbesar-tionghoa-indonesia.html sehingga anda mungkin tidak memahami tulisan ini tanpa terlebih dahulu membaca artikel tersebut.

Sebagai Tionghoa Indonesia saya merasa bahwa mempelajari sejarah, filosofi dan kebijaksanaan China dan Indonesia adalah sangat penting dan merupakan kewajiban karena saya memperhatikan orang-orang dari zaman sekarang sering kali dan biasa membuat kesalahan yang sama dengan yang pernah dibuat orang-orang yang hidup sebelum kita.

Dalam hal ini sudah lama saya sangat yakin bahwa alasan orang-orang Tionghoa-Indonesia yang hari ini bermaksud memilih Joko Widodo karena terpengaruh isu buruk tentang Letjend (Purn) Prabowo Subianto pasti tidak atau kurang mempelajari sejarah dan kebijaksanaan China maupun Indonesia. Mereka lupa tentang Yue Fei, seorang pahlawan besar dari Dinasti Song yang hampir mengalahkan penyerbu dari Jin tapi malah menemui ajal karena difitnah Qin Hui sebagai penghianat yang hendak memberontak terhadap Kaisar Gao Zong dari Song. Sebelum minum racun, Yue Fei menulis: "tian ri zhao zhao, tian ri zhao zhao" (Surga/Langit/Tuhan mengetahui kebenaran, Surga/Langit/Tuhan mengetahui kebenaran.) 80 tahun setelah kematian Yue Fei, Kaisar Xiao Zong naik tahta dan membersihkan nama Yue Fei, kemudian membuat dua patung besi Qin Hui dan istri bersujud menghadap makam Yue Fei.

Tragedi Yue Fei terulang kembali pada masa Dinasti Ming ketika Jenderal Yuan Chonghuan yang terkenal dengan teriakan perang kontroversialnya itu (diu ni ma, baojuhua) berkali-kali mengagalkan serangan Manchu termasuk mengalahkan Nurhaci dan Huang Taiji dengan telak malah ditangkap Kaisar Chongzen dari Ming atas tuduhan dan bukti palsu bahwa dia telah bersekongkol dengan Manchu untuk menjatuhkan Ming, dan kemudian berdasarkan tuduhan tersebut Yuan Chonghuan dihukum mati dengan cara dipotong bagian tubuhnya secara pelahan ketika masih hidup, dan sosoknya menjadi sasaran kebencian masyarakat waktu itu.

Nama Yuan Chonghuan baru dipulihkan pada masa Kaisar Qianlong dari Dinasti Ching, keturunan Manchu yang menaklukan Dinasti Ming setelah ditemukan dokumen lama di istana Manchu yang menegaskan bahwa fitnahan dan bukti berhianat yang digunakan untuk menghukum Yuan Chonghuan sebenarnya hasil rekayasa Raja Huang Taiji dari Manchu yang memahami bahwa selama Yuan Chonghuan masih hidup dan bernapas, dia tidak akan pernah bisa merebut Dinasti Ming.

Di manapun sejarah selalu berulang, dan di Indonesia kita ada tujuh jenderal yang dituduh akan makar oleh PKI berdasarkan Dokumen Gilchrist dan isu Dewan Jenderal yang ditiupkan Soebandrio dan BPI dalam peristiwa G30S/PKI yang mengakibatkan tragedi terbesar negeri ini, dan pidato AH Nasution dalam permakaman para pahlawan revolusi dapat menggambarkan perasaannya atas pembantaian terhadap teman-temannya dan tuduhan berhianat kepada negara:

"...Saya tahu kamu semua manusia [Jenderal Yani, Suprapto, Haryono, Parman, Panjaitan, Sutoyo, Letnan Tendean] tentu ada kekurangan, ada kesalahan. Kita pun semua demikian. Tapi saya tahu kamu semua telah duapuluh tahun penuh memberikan semua dharma itu, dan karena itu biarpun kamu hendak dicemarkan, hendak difitnah, bahwa kamu penghianat, justru di sini kami semua menjadi saksi yang hidup, bahwa kamu telah berjuang sesuai kewajiban kita semua, menegakan keadilan, kebenaran, kemerdekaan,..tidak ada yang ragu-ragu. Kami semua bersedia pula mengikuti jalanmu, jika memang fitnah mereka itu benar....kami akan buktikan..."

(Peristiwa 1 Oktober 1965, Kesaksian Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution, Apa yang sesungguhnya terjadi?, halaman 130)

Melihat dalam sejarah begitu banyak pahlawan besar yang difitnah oleh orang-orang licik di sekitar mereka, maka adalah sungguh bodoh dan naif bila kita percaya begitu saja citra buruk yang disebarkan orang tentang Prabowo Subianto tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu, dan saya jadi ingat pada kisah Perdana Menteri Yan Ying dari Kerajaan Qi ketika di bawah pemerintahan Bangsawan Jing. Secara singkat kisah Yan Ying adalah begini:

"Sebelum menjadi Perdana Menteri, Yan Ying adalah Gubernur Propinsi Dong'e dan selama tiga tahun pemerintahannya, protes terhadapnya begitu gencar hingga sampai ke telinga Bangsawan Jing dan dia bermaksud mencopot Yan Ying, tapi Yan Ying meminta kesempatan untuk memimpin Dong'e tiga tahun lagi.

Tiga tahun kemudian, pengakuan atas jasa dan prestasi Yan Ying mengalir deras dan sang bangsawan senang hingga mau memberikan hadiah pada Yan Ying, tapi Yan Yang Menolak dengan alasan: Tiga tahun pertama di Dong'e dia membangun jalan, membasmi korupsi, mendorong hidup hemat, menghukum kriminal tanpa pandang kedudukan, akibatnya para pejabat memusuhi dia dan tidak senang yang mengakibatkan semua orang berkumpul menjatuhkan dia. Tiga tahun kedua, Yan Ying tidak mengontrol korupsi, tidak mendorong hidup hemat, tidak menghukum pelanggar hukum, mengabulkan permintaan semua orang, sehingga mereka mulai berkata-kata yang baik tentang dia.

Sang Bangsawan terkesan hingga dia segera menunjuk Yan Ying menjadi perdana menteri. Tiga tahun kemudian Qi menjadi negara yang sangat makmur."

Mengingat kisah Yan Ying di atas, Saya sendiri justru melihat kejatuhan Letjend Prabowo Subianto sangat aneh karena dia adalah satu-satunya perwira tinggi pada masa Orde Baru yang jatuh karena masalah HAM, dari para pelanggar HAM zaman Orde Baru ada Sarwo Edhie Wibowo yang membantai 105.000 PKI; ada Ali Moertopo yang menggerakan Malari; ada Benny Moerdani dengan Operasi Seroja dan Tanjung Priuk; ada Sintong Panjaitan dan Santa Cruz sampai Luhut Pandjaitan yang menembaki mahasiswa pendemo dengan peluru tajam, masakah hanya Prabowo yang dipecat? Bahkan anggota Tim Mawar dari Kopassus dan Danjen Kopassus Muchdi Pr saja tidak ada yang dipecat.

Dalam peristiwa ini hanya ada dua kemungkinan bahwa Prabowo adalah satu-satunya yang brengsek di dalam ABRI atau justru dia adalah satu-satunya yang mencoba melakukan hal yang benar sehingga dikorbankan teman-temannya. Dalam hal ini saya mengambil kesimpulan bahwa Prabowo dikorbankan karena melihat para pengadil di DKP dan peminta DKP justru adalah orang-orang yang berkontribusi atas kematian ribuan rakyat tidak berdosa dalam Kerusuhan 13-14 Mei 1998 dan kerusuhan di Timor Timur pasca referendum, yaitu: Wiranto; Soebagyo HS dan Fachrul Razi. Dengan kata lain, Prabowo justru menjadi korban keganasan temannya karena dia melakukan perbuatan yang benar.

Jokowi di lain sisi sangat mencurigakan karena selain para jenderal pelanggar HAM di atas, dia terlalu banyak dipuji-puji dan didukung oleh para manusia yang sudah ketahuan tidak memiliki agenda baik kepada negara ini selain menguntungkan diri sendiri. Tidak percaya? Lihat saja beberapa pendukung Jokowi:

1. Ginandjar Kartasasmita yang terkenal sebagai raja KKN pada era terakhir Orde Baru, berhubungan erat dengan Freeport dan penghianat Pak Harto;

2. Oesman Sapta Odang yang mengadu domba dan mencoba menghancur leburkan HKTI dan KADIN;

3. Jusuf Kalla yang dipecat Gus Dur dan SBY karena melakukan KKN;

4. Megawati yang bersekongkol dengan Benny Moerdani yang merekayasa Peristiwa 27 Juli 1996;

5. Goenawan Mohamad, anak didik agen CIA bernama Ivan Kats, yang selama puluhan tahun menerima dana asing melawan kepentingan Indonesia, dan lain sebagainya.

Belum lagi Jokowi sangat sering melanggar kebijaksanaan Jawa, contoh paling mudah tentu kelakuannya yang mau asal cepat, asal jadi tanpa berpikir panjang adalah pelanggaran terhadap alon-alon asal kelakon yang menjadi falsafah hidup orang Jawa. Demikian pula dari sisi konsep manajemen dan kepemimpinan ala Confusius yang seharusnya dipakai oleh orang Tionghoa Indonesia untuk memilih pemimpin baginya, dan Jokowi sangat jauh dari prinsip tersebut. Kita ambil beberapa contoh kecil:

1. Menurut Prijanto dan Nanik S. Deyang, keduanya mantan pendukung Jokowi, sejak awal Jokowi memang bermaksud untuk menunggangi posisi Gubernur DKI Jakarta untuk pencitraan supaya bisa menjadi Presiden Indonesia, misalnya melakukan groundbreaking monorel demi masuk media massa padahal belum siap dan akibatnya proyek pembangunan monorel mangkrak sampai sekarang. Perbuatan Jokowi ini jelas bertentangan dengan prinsip Jiang Shang, bahwa pemimpin yang baik tidak boleh memuaskan keinginan pribadi menggunakan biaya orang lain.

2. Jokowi menaikan NJOP dan PBB di Jakarta sebesar 300% tanpa berpikir kemampuan rakyat untuk membayar demi pencitraan bahwa dia berhasil menaikan pendapatan asli daerah (PAD) sementara dia hanya menaikan NJOP dan PBB rumah Ahok sebesar 57%, dan sekalipun pajak naik mencekik leher tapi tidak ada satupun pembangunan atau hasil yang diberikan kepada rakyat, bahkan banjir dan macet makin parah. Perbuatan Jokowi tidak patut ditiru dan kita justru harus meniru Tian Chengzi pejabat dari Kerajaan Qi karena dia mengambil sedikit dari rakyat tapi memberikan keuntungan yang sangat banyak misalnya mengambil sedikit daging setelah memotong kerbau dan membagikan sisanya kepada rakyat banyak.

3. Mantan Wakil Gubernur Prijanto mengungkap bahwa banyak pegawai Pemprov DKI mengeluh karena walaupun di luar terlihat dekat dengan rakyat tapi sifat asli Jokowi feodal dan otoriter karena dia tidak dekat dengan pegawai Pemprov, tidak pernah memberikan petunjuk atau cara melaksanakan pekerjaan tapi justru mengorbankan pegawai ketika terjadi kesalahan (contoh kasus Udar Pristono). Ini jelas pelanggaran nilai etis China di mana atasan seharusnya memperlakukan bawahan dengan kebaikan hati.

4. Sifat Jokowi yang selalu (catat selalu dan konsisten) mencari-cari alasan untuk bisa menyalahkan bawahan atau orang lain setiap kali dia berbuat salah mengingatkan saya dengan kisah teguran Jenderal Zhu Guo kepada Raja Zhao Jianzi, Raja Jin karena menyalahkan pasukannya yang tidak mau maju menyerang dengan berkata "Menyedihkan, moral pasukan turun begitu rendah." Jenderal Zhu Guo langsung menegur dengan berkata: "Mana bisa tentara disalahkan bila komandan tidak cakap?" Sebagai bukti Jenderal Zhu Guo mengatakan bahwa pasukan yang dipimpin Raja Jin adalah pasukan elit yang telah menolong Raja Xian mengalahkan belasan negara, pernah menolong Raja Hui ketika diserang Qin, pernah mengalahkan tentara Chu lima kali dan membebaskan Raja Xiang saat terkepung. Kesimpulan? Mana bisa Jokowi menyalahkan pemerintah pusat atau bawahan bila dia sendiri tidak cakap?

5. Kita sering melihat bahwa Jokowi sangat gemar membual dan menunjukan dia berhasil di sini, berhasil di situ, tapi ketika dilihat lagi ternyata tidak ada satupun keberhasilan Jokowi baik sebagai pengusaha maupun Walikota dan Gubernur yang layak dibanggakan. Mau bicara bisnis funitur? Sering ditolak Eropa karena kualitasnya buruk; mau bicara pemerintahan di Solo? Semua ilusi keberhasilan Jokowi sudah terbuka dan terbukti gagal; sementara hasil di Jakarta? Gagal total, mangkrak semua dan saya adalah saksi hidup yang telah melihat semua "hasil Jokowi" secara fisik dan bukan sekedar foto-foto pencitraan. TPID saja tidak mengerti. Dibandingkan dengan Prabowo? Dia tidak pernah ke sana sini memamerkan jasanya yang kalau mau jujur sangat banyak itu, misalnya:

- Umur 16 tahun mendirikan LSM pertama di Indonesia di bidang sosial yaitu LSM Pembangunan.

- Sebagai prajurit Kopassus berhasil menangkap Nicolau Lobato, Presiden Fretilin.

- Memimpin operasi penyelamatan peneliti Ekspedisi Lorentz 95 yang disekap OPM.

- Tim Prabowo berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di Gunung Everest, dll

Di sini terlihat bahwa Prabowo Subianto lebih memenuhi sifat seorang manusia menurut ajaran Lao Zi, penulis kitab Dao Dejing, bahwa manusia harus menunjukan kelembutan, tidak kaku, terus terang, tidak licik, tidak egois, rendah hati, tidak sombong serta berpikiran jernih alamiah. Maksudnya orang yang pintar dan berpengetahuan luas biasanya pasti merendah sedangkan orang yang bodoh biasanya pura-pura arif dan pura-pura sukses. Intinya adalah orang berbudi tinggi biasanya bersahaja, mereka tidak angkuh, tidak sombong dan tidak suka berhayal yang muluk-muluk dan Prabowo memenuhi kriteria ini.

Kita ambil contoh, Jokowi di masa SMA terkenal angkuh dan sombong karena dia kaya raya dan bisa naik motor sementara temannya naik sepeda, dan tidak mau bergaul kecuali ada perlu misalnya pinjam catatan. Sedangkan Prabowo terkenal bergaul akrab dengan anak buahnya sampai dia bisa langsung ingat namanya ketika tidak sengaja bertemu puluhan tahun kemudian.

Jadi mana yang anda mau memimpin negara ini, Jokowi atau Prabowo? Pilihan di tangan anda dan ingat salah memilih hanya akan mendatangkan penyesalan selama lima tahun dan saat itu sesal sudah tidak ada gunanya.

Sumber:

Jusuf Wanandi, Shades of Grey, Equinox Publishing.

Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru, Penerbit Kompas.

Janet E. Steel, Wars Within: The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto's Indonesia, Equinox Publishing.

Lee Kuan Yew, From Third World To First, The Singapore Story: 1965-2000, Marshall Cavendish Editions

Rahasia-Rahasia Ali Moertopo, Tempo-KPG.

Massa Misterius Malari, Tempo.

Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari '74, Penerbit Sinar Harapan.

Peristiwa 1 Oktober 1965, Kesaksian Jenderal Besar Dr. A.H. Nasution, Apa yang sesungguhnya terjadi?

Rachmawati Soekarnoputri: Membongkar Hubungan Mega dan Orba di Harian Rakyat Merdeka 31 Juli 2002 dan 1 Agustus 2002.

Robert Odjahan Tambunan, Otobiografi Politik RO Tambunan: Membela Demokrasi, terbitan TPDI.

Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian, Penerbit Mizan.

Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya Pasca 1965, Penerbit Marjin Kiri.

Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, Penerbit LP3ES

http://m.kompasiana.com/post/read/666794/1/jokowi-tidak-paham-tpid-di-solo-dan-jakarta-ngapain-saja.html

http://m.kompasiana.com/post/read/666471/1/luhut-pandjaitan-intelijen-partikelir-kreator-jokowi.html

http://m.kompasiana.com/post/read/666837/1/hukuman-mati-untuk-wiranto-soebagyo-hs-dan-fachrul-razi.html

http://m.kompasiana.com/post/read/658823/1/dalang-kerusuhan-mei-1998-mendukung-jokowi.html

http://nasional.inilah.com/read/detail/2103813/hancur-kita-kalau-jokowi-jadi-capres#.U49NF_l5O_s

http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/05/14/152245/2582611/1562/megawati-jokowi-adalah-petugas-partai?992204topnews

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/25/269580144/Saat-SMA-Jokowi-Dua-Kali-Ganti-Motor

http://m.tribunnews.com/nasional/2014/03/27/bekas-anak-buah-prabowo-menangis-ketika-bertemu-mantan-atasannya
Read More...

Kapan Jokowi Berhenti Mengumbar Bohong?

Leave a Comment
Berric Dondarrion
18 Jun 2014 | 09:45

Dalam sebuah silaturahmi di Pondok Pesantren Bustanul Ulum, Jawa Barat pada hari Kamis 12 Juni 2014, Jokowi mengatakan bahwa ketika ada berita mengenai kasus Bus TransJakarta dia segera mencopot kepala dinas (Udar Pristono), dan kemudian dokumen yang ada diberikan kepada KPK. Tidak beberapa lama kemudian Juru Bicara KPK, Johan Budi menegaskan bahwa Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak pernah melaporkan kasus TransJakarta kepada KPK. Artinya? Jokowi telah menyampaikan keterangan yang dia ketahui berbeda dari fakta sebenarnya alias Jokowi berbohong.

http://m.okezone.com/read/2014/06/17/500/1000356/kpk-jokowi-tak-pernah-laporkan-kasus-bus-transjakarta

Pernyataan tidak sesuai fakta oleh Jokowi di atas adalah bukan yang pertama kali dilakukan Jokowi dan dapat dipastikan tidak akan menjadi yang terakhir. Pada awal menjabat sebagai Walikota Solo misalnya, Jokowi mengaku memiliki ayah tukang kayu miskin berumah di pinggiran kali dan pernah tiga kali digusur pemerintah Solo, tapi fakta yang sebenarnya adalah ayah Jokowi adalah seorang pengusaha kayu kaya raya dan kakek Jokowi adalah seorang lurah sekaligus juragan tanah, sehingga Jokowi dapat dipastikan tidak pernah miskin apalagi tinggal di bantaran kali, sebagai buktinya Jokowi bisa dua kali ganti motor pada masa motor adalah kendaraan mewah.

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/25/269580144/Saat-SMA-Jokowi-Dua-Kali-Ganti-Motor

http://pemilu.sindonews.com/read/2014/05/28/113/867760/ssst-ini-rahasia-keluarga-jokowi

Begitu juga dengan kasus Masjid-Gate misalnya, sudah jelas Juru Bicara PDIP Eva Sundari adalah yang memberi perintah untuk menyebar intel dan merekam khotbah khatib seluruh Indonesia, tapi Jokowi malah berani berbohong dan memfitnah kubu Prabowo-Hatta menzolimi Jokowi terkait isu inteli masjid. Bukan itu saja Jokowi mengatakan bahwa kubu Prabowo-Hatta melakukan kampanye hitam di Masjid, tapi pada faktanya justru kubu mereka yang melakukan kampanye hitam di Gereja.

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/31/269581442/PDIP-Bantah-Instruksikan-Awasi-Khutbah-di-Masjid

http://www.antaranews.com/berita/436826/jokowi-jk-tak-ada-niat-awasi-tempat-ibadah

http://m.kompasiana.com/post/read/662956/1/kubu-jokowi-jk-kampanye-hitam-di-gereja.html

Mari kita ingat kebohongan apalagi yang pernah dilakukan oleh Jokowi, terdapat kebohongan bahwa dia akan konsentrasi di Jakarta dan tidak terpengaruh dengan isu pencapresan dirinya yang dibuat di rumah Megawati bulan Desember 2012. Pernyataan ini terhitung bohong dan bukan ingkar janji karena menurut keterangan mantan timsesnya, Nanik S. Deyang, justru Jokowi sudah ngebet menjadi Presiden Republik Indonesia sejak bulan Desember 2012!

Jokowi juga berani berbohong dalam debat capres yang disiarkan ke seluruh Indonesia, misalnya dalam debat perdana di mana Jokowi menyatakan bahwa warga Waduk Pluit bersedia direlokasi karena dilibatkan dalam dialog dan segera pernyataan ini dibantah oleh Juru Bicara Paguyubab Warga Taman Burung Pluit, Baharuddin sebagai berikut ini:

”Pernyataan Jokowi di acara debat tadi malam bohong. Kami sebagai warga waduk Pluit tidak pernah ada dialog. Bahkan sampai sekarang pun, masih ada ratusan kepala keluarga yang tidak dapat tempat penampungan, apalagi dapat ganti rugi. Kami pun sudah melayangkan surat kepada Gubernur DKI, Jokowi, namun tidak ada tanggapan sama sekali sampai sekarang,”

http://portalpolitik.com/index.php/politik/item/1086-warga-waduk-pluit-tuding-jokowi-berbohong-di-debat-capres-perdana

Pernyataan Baharrudin tersebut terbukti bila kita melihat kejadian penggusuran paksa terhadap warga Waduk Pluit oleh Pemprov DKI Jakarta atas perintah Jokowi yang terjadi pada bulan Mei 2013 dan Desember 2013 dan dinyatakan oleh Komnas HAM, PBHI dan LBH Jakarta sebagai bentuk pelanggaran hak asasi. Febi Yonesta, Ketua LBH Jakarta bahkan menyatakan bahwa Jokowi telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights).

Kebohongan yang pernah dilakukan Jokowi tentu masih sangat banyak dan tidak mengherankan bila dengan semua kebiasaan berbohong tersebut muncul karikatur Jokowi sebagai pinokio berhidung panjang (http://surabaya.bisnis.com/m/read/20140402/25/69997/lsi-sebut-ada-karikatur-jokowi-pinokio-berhidung-panjang-karena-berbohong; http://m.okezone.com/read/2014/04/02/567/964282/peneliti-lsi-ingkar-janji-jokowi-seperti-pinokio).

Secara kebetulan, Pinokio adalah boneka kayu yang hidungnya akan memanjang bila berbohong dan karakter ini sungguh cocok dengan Jokowi karena dia adalah capres petugas partai alias boneka; dan dia juga suka berbohong. Nah, dalam cerita Pinokio berhenti menjadi boneka dan berubah menjadi manusia ketika dia menyadari berbohong adalah perbuatan buruk. Pertanyaan kita tentu kapan Jokowi si capres petugas partai akan berhenti berbohong dan menyadari berbohong adalah perbuatan yang sangat buruk?
Read More...

Tuesday, June 17, 2014

Mengapa ICW Terus Mengumbar Jokowi-JK?

Leave a Comment
Berric Dondarrion
17 Jun 2014 | 08:33

Tidak perlu menjadi naif dan menjadi lugu, kita semua sudah mengetahui bahwa alasan ICW memuji-muji visi hukum Jokowi setinggi langit; mengatakan visi penegakan korupsi Jokowi-JK lebih konkret daripada kubu Prabowo-Hatta; dan terakhir mengatakan kubu Prabowo-Hatta lebih tersandera kasus korupsi daripada Jokowi-JK adalah karena pendiri organisasi ini seperti Faisal Basri dan Todung Mulya Lubis mendukung Jokowi-JK.

Dalam kondisi normal, dalam artian ketika ICW tidak tersandera oleh kepentingan politik para pendiri dan sampai tahap tertentu kepentingan maka ICW tidak akan mengeluarkan pendapat bahwa kubu Jokowi lebih reformis dan lebih anti korupsi daripada Prabowo-Hatta. Bukankah ICW sendiri yang kecewa karena Jokowi terlihat acuh tidak acuh dengan kasus korupsi di dinas pendidikan Pemprov DKI Jakarta ketika terbukti telah terjadi duplikasi anggaran sebesar Rp. 700miliar dan mark up harga Rp. 500miliar? Apakah ini yang disebut ICW sebagai program konkret anti korupsi dari Jokowi untuk Indonesia?

"...Jokowi menyebut tak membawa kasus duplikasi anggaran Rp 700 miliar dan mark up harga Rp 500 miliar di dinas pendidikan ke ranah hukum. Jokowi beragumentasi dana itu belum digunakan sehingga korupsi belum terjadi.

Atas hal itu, Febri [Hendri, Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik] menilai hal sebaliknya yang justru harus dilakukan gubernur DKI Jakarta. Mark up dan duplikasi itu, kata Febri berada dalam APBD DKI Jakarta 2014 yang sudah disahkan oleh DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah DKI Jakarta.

Penegak hukum, lanjut Febri, akan melakukan kajian kemungkinan adanya suap penyuap antara DPRD DKI dan oknum PNS untuk meloloskan mata anggaran yang terindikasi mark up dan duplikasi.
...

Febri menambahkan, jika  penegak hukum mau lebih dalam mendalami, kerugian negara bisa dilihat  dari pengunaan anggaran negara untuk membahas APBD.
Karena itu Febri menyayangkan langkah gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang tidak melaporkan dugaan tersebut ke ranah hukum..."

http://m.tribunnews.com/metropolitan/2014/04/13/icw-nilai-langkah-jokowi-tak-lapor-indikasi-korupsi-disdik-dki-ke-penegak-hukum-tidak-tepat

Pujian ICW kepada Jokowi-JK yang didukung oleh PDIP yang merupakan partai terkorup untuk tahun 2009-2014 adalah aneh, tidak ada kata lain selain aneh. Coba kita simak juga pernyataan dari Faisal Basri, salah satu pendiri ICW yang menuduh Jokowi korupsi dana CSR, dan temannya, Fadjroel Rahman yang menuduh korupsi waktu dan korupsi jabatan. Pernyataan ini dibuat sebelum mendukung Jokowi-JK, dan tidak tahu hari ini kesiwer apaan sehingga berubah 180 derajat dan malah mendukung Jokowi yang sebelumnya mereka tuduh korupsi CSR dan korupsi waktu:

Fadjroel Rahman (Pendukung Jokowi non Partai):

"Sikap ini bisa saja membuat rakyat bertanya-tanya, katanya Jokowi mau melayani publik? Kok malah ke Blitar? Malah ke makam Bung Karno? Itu kan urusan partai. Itu mesti diprotes oleh masyarakat Jakarta. Jangan ada yang manfaatkan hari-hari kedinasan untuk urusan partai. Masyarakat Jakarta yang harus mengingatkan dia, memprotes dia.

Sikap Jokowi yang mementingkan urusan partai itu membuat sosoknya tidak lagi istimewa dan tidak berbeda dari pejabat-pejabat publik lainnya. Pasalnya, pejabat publik lain juga banyak yang lebih mementingkan urusan partai dibandingkan menjalankan tugasnya."

http://nasional.kompas.com/read/2014/03/13/1535306/.Katanya.Jokowi.Mau.Melayani.Publik.Kok.Malah.ke.Blitar.

Faisal Basri (pendiri ICW):

"Saya sudah duga pasti [CSR] akan bermasalah. Namanya gubernur [Jokowi] kan orang politik, nanti kan takutnya dibawa untuk kepentingan pemilu, kepentingan politik, kepentingan partai, gimana..."

http://www.merdeka.com/jakarta/faisal-basri-kelola-dana-csr-ahok-salahgunakan-kekuasaan.html

Korupsi dana CSR, dan korupsi waktu dan jabatan untuk kepentingan sendiri apakah dilihat oleh ICW sebagai langkah konkret penegakan anti korupsi oleh Jokowi dan JK? Perlu diingat bahwa sejelek-jeleknya Prabowo dan Hatta tapi mereka tidak korupsi, Prabowo karena tidak pernah menjadi pejabat dan tidak pernah melakukan penyuapan serta Hatta karena terbukti mengundurkan diri sebelum maju sebagai cawapres Prabowo sedangkan Jokowi tidak mau mundur dari jabatan Gubernur DKI Jakarta ketika maju sebagai capres dari PDIP.

Lalu bagaimana pandangan ICW tentang JK? Pertama-tama Faisal Basri sudah menegaskan bahwa Jusuf Kalla adalah seorang pembohong karena dia menerima laporan dari Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan saat itu mengenai dampak sistemik pada bank century:

"Entah apa yang menjadi motif Pak JK meyampaikan berbagai pernyataan yang tidak dilandasi oleh fakta dan bahkan bertentangan dengan pengalaman nyatanya sendiri. Terlepas apa motifnya, masyarakat perlu mengetahui kenyataan yang sebenarnya.Pertama: SMSWakil Presiden RI periode 2004-2008 Jusuf Kalla mengaku tidak pernah menerima pesan singkat atau short message service (SMS) dari Menteri Keuangan saat itu Sri Mulyani soal penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Pernyataan JK pun berbeda dari Sri Mulyani yang merasa telah melaporkan melalui pesan singkat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diteruskan ke JK."

http://m.kompasiana.com/post/read/655567/2/mengapa-pak-jk-terus-mengumbar-bohong.html

Selain itu bukankah ICW sendiri pernah mengkritik bahwa penegakan korupsi di masa pemerintahan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden justru berjalan lambat? Memangnya apa yang membuat ICW yakin kali ini akan berbeda? Saya malah yakin dengan capres petugas partai di sampingnya, penegakan korupsi di era Jokowi-JK justru akan tambah hancur, tambah berantakan dan jungkir balik.

http://www.antikorupsi.org/en/content/setahun-yudhoyono-kalla-icw-pemberantasan-korupsi-lamban

Tentu saja juga jangan dilupakan fakta bahwa Jusuf Kalla dipecat oleh Gus Dur dari posisi menperindag dan kemudian "dipecat" oleh SBY sebagai wapres karena alasan yang sama, yaitu melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.

http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/06/12/n71g5j-golkar-jk-pernah-dipecat-gus-dur-karena-korupsi

http://nasional.inilah.com/read/detail/2108687/adhie-massardi-gus-dur-pecat-jk

http://politik.rmol.co/read/2014/06/10/158957/Soal-Prabowo-Sudah-Dijawab-Istana,-Keraguan-Terhadap-JK-Masih-Ada

Berdasarkan semua fakta di atas rasanya saya menjadi sedih karena melihat para tokoh penggiat anti korupsi dan NGO anti korupsi justru mendukung, memuji dan mempromosikan pasangan yang tidak akan mendorong iklim penegakan anti korupsi ke arah yang makin baik, malah kemungkinan besar pasangan yang didukung ICW, Faisal Basri, Fadjroel Rahman, Todung Mulya Lubis, Bambang Harymurti dan penggiat anti korupsi lainnya justru akan memundurkan perkembangan anti korupsi yang sudah berjalan selama ini.
Read More...

Monday, June 16, 2014

Pilih Jokowi, Kesalahan Terbesar Tionghoa Indonesia

Leave a Comment
Berric Dondarrion
16 Jun 2014 | 16:20

Saya keturunan Tionghoa bermarga Wen dengan penulisan hanzi seperti Wen Tianxang, pahlawan Dinasti Song yang menolak permintaan dari Kubilai Khan dengan alasan tidak mau melayani dua tuan sehingga dia memilih dihukum mati ketimbang menyerah. Saya adalah generasi kedua yang lahir dan tinggal di Indonesia dan saya adalah salah satu dari korban Kerusuhan 13-14 Mei 1998.

Sebagai keturunan Tionghoa, saya sering mendengar komentar kalangan Tionghoa terhadap Prabowo. Umumnya mereka berpendapat bahwa Prabowo adalah mahluk kejam yang anti China, anti Kristen, dan dalang Kerusuhan 13-14 Mei 1998, sehingga mereka tanpa berpikir panjang akan memilih siapapun daripada membiarkan Prabowo naik menjadi presiden dan "mengusir orang cina" dari Indonesia. Ini adalah fenomena nyata, orang-orang yang saya temui ini, termasuk saudara kandung, ipar, sepupu, paman, bibi, dll tidak akan berpikir dua kali untuk memilih siapa saja, catat, siapa saja asal bukan Prabowo.

Terus terang saya bingung cara memberikan pencerahan kepada mereka, sebab secara harafiah mereka tidak mau memilih Prabowo karena stigma "anti China", dan "dalang Kerusuhan 13-14 Mei 1998" yang terlanjur melekat kuat selama belasan tahun. Mereka tidak peduli program Prabowo, tidak peduli lawan Prabowo kompeten atau tidak, tidak peduli lawan Prabowo bisa untuk mengurus negara atau tidak, dan yang penting tidak peduli stigma yang melekat pada diri Prabowo fakta atau hasil propaganda; pokoknya Prabowo jahat, titik!

Yang saya sayangkan adalah orang-orang ini tidak mau atau malas melakukan riset untuk mencari tahu kebenarannya seperti apa, sebab mereka lebih memilih mendapat asupan informasi dari media massa bersirkulasi nasional atau internasional yang sering kali tidak menjalankan kode etik pers dengan benar dalam membuat pemberitaan karena para wartawannya menjalankan agenda politik dari pemilik perusahaan pers atau perusahaan penyiaran.

Bila orang-orang Tionghoa yang sekarang gelap mata memilih dengan prinsip asal bukan Prabowo melakukan riset secara objektif maka tentu mereka tidak akan terjebak pada reputasi buruk fiktif, karena mereka akan menemukan fakta bahwa:

1. Orang tua Prabowo sangat multikultural, berayah seorang Islam Jawa dan beribu Kristen Manado yang tetap Kristen sampai meninggal. Apakah mungkin Prabowo membenci Kristen bila ibunya saja Kristen? Membenci Kristen berarti membenci agama ibunya sendiri.

2. Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo dan anaknya Hashim adalah Kristen. Apakah mungkin Prabowo membenci Kristen bila adiknya dan ponakannya saja Kristen?

3. Prabowo pernah ikut ayahnya mengungsi keluar negeri selama puluhan tahun pasca PRRI/Permesta dan ribut internal di Partai Sosialis Indonesia sehingga terekspos dengan berbagai budaya mancanegara yang ada. Secara psikologis, orang yang sejak kecil mengenal dan berinteraksi dengan berbagai budaya lain selain budaya dirinya tidak akan menjadi bigot atau rasis.

4. Dari masih remaja Prabowo sudah berteman akrab dengan Soe Hok Gie, tokoh eksponen'66 yang sangat terkenal itu dan namanya tercatat di buku harian Soe Hok Gie yang sekarang dijual bebas berjudul: "Catatan Seorang Demonstran." Apa mungkin seorang rasis dan membenci Tionghoa berteman akrab dengan seorang Tionghoa sampai dianggap cukup layak untuk masuk ke buku harian yang bersangkutan?

5. Kerusuhan 13-14 Mei 1998 bukan kerusuhan rasial melainkan kerusuhan rekayasa dengan motivasi politik untuk menurunkan Presiden Soeharto dan memfitnah Prabowo yang justru digerakan oleh orang Tionghoa Katolik (Lim Bian Koen; Lim Bian Kie; Harry Tjan dari CSIS); Jawa Katolik (Benny Moerdani); Jawa Abangan Muslim (Wiranto, Soebagyo HS); Islam santri (Fachrul Razi) dll.

6. Prabowo justru pernah menyampaikan kekuatirannya kepada Lee Kuan Yew bahwa aksi kelompok CSIS dan aksi Wanandi bersaudara (Jusuf, Sofjan, Lim Bian Koen, Lim Bian Kie) akan membahayakan orang Tionghoa di Indonesia:

"...Sofyan had said to him and several other generals that President Suharto had to step down. When I expressed my disbelief, Prabowo insisted Sofyan did say this, and that the Chinese Catholics were a danger to themselves. Both the prime minister and I puzzled over why he should want to tell us this about Sofyan when it was patently unlikely that any Indonesian would tell the president's son-in-law that the president should be forced to step down..."

(Lee Kuan Yew, From Third World To First, The Singapore Story: 1965-2000, Marshall Cavendish Editions, hal 316-317)

7. Para dalang yang merekayasa Kerusuhan 13-14 Mei 1998 dan anggota klik dari dalang tersebut seperti CSIS; Tempo; Luhut Pandjaitan; Wiranto; Fachrul Razi; Soebagyo HS justru mendukung calon pemimpin yang akan mereka pilih.

Dalam hal ini saya bisa mengatakan dengan cukup tegas bahwa orang Tionghoa Indonesia sedang melakukan kesalahan yang sangat fatal karena mereka memilih pemimpin Indonesia dengan prinsip asal bukan Prabowo dan mengabaikan sama sekali penilaian terkait apakah pemimpin non-Prabowo yang akan mereka pilih memiliki program yang baik; memiliki kompetensi untuk memimpin Indonesia; memiliki karakter dan ahlak yang baik? Jawabannya adalah tidak, mana ada petugas partai yang cawapresnya saja mengatakan dia akan menghancurkan Indonesia bisa menjadi pemimpin yang baik?

Bila mereka mau memilih Jokowi karena kompetensi dan programnya lebih unggul daripada Prabowo, maka silakan, tapi memilih Jokowi hanya karena gelap mata akibat tertipu oleh propaganda lawan Prabowo adalah sebuah kesalahan yang sangat, sangat, sangat dan sangat fatal yang dapat dilakukan seorang manusia, apalagi alasan sebenarnya mereka menolak Prabowo pada faktanya adalah ada di pihak orang yang akan mereka pilih.

Sumber:

Jusuf Wanandi, Shades of Grey, Equinox Publishing.

Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru, Penerbit Kompas.

Janet E. Steel, Wars Within: The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto's Indonesia, Equinox Publishing.

Lee Kuan Yew, From Third World To First, The Singapore Story: 1965-2000, Marshall Cavendish Editions

Rahasia-Rahasia Ali Moertopo, Tempo-KPG.

Massa Misterius Malari, Tempo.

Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari '74, Penerbit Sinar Harapan.

Rachmawati Soekarnoputri: Membongkar Hubungan Mega dan Orba di Harian Rakyat Merdeka 31 Juli 2002 dan 1 Agustus 2002.

Robert Odjahan Tambunan, Otobiografi Politik RO Tambunan: Membela Demokrasi, terbitan TPDI.

Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian, Penerbit Mizan.

Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya Pasca 1965, Penerbit Marjin Kiri.

Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, Penerbit LP3ES

http://m.kompasiana.com/post/read/666471/1/luhut-pandjaitan-intelijen-partikelir-kreator-jokowi.html

http://m.kompasiana.com/post/read/666837/1/hukuman-mati-untuk-wiranto-soebagyo-hs-dan-fachrul-razi.html

http://m.kompasiana.com/post/read/658823/1/dalang-kerusuhan-mei-1998-mendukung-jokowi.html

http://nasional.inilah.com/read/detail/2103813/hancur-kita-kalau-jokowi-jadi-capres#.U49NF_l5O_s

http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/05/14/152245/2582611/1562/megawati-jokowi-adalah-petugas-partai?992204topnews
Read More...

Hukuman Mati untuk Wiranto, Soebagyo HS dan Fachrul Razi

Leave a Comment
Berric Dondarrion
16 Jun 2014 | 13:23

Membicarakan Kerusuhan 13-14 Mei 1998 sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari pembantaian, pemerkosaan, penganiyaan, pengusiran paksa penduduk setempat, sampai pembumihangusan massal terhadap rumah, kantor dan gereja terjadi di Timor Timur pasca jajak pendapat yang dilakukan 5 September 1999 dengan hasil mayoritas memilih merdeka. Polanya sungguh mirip dengan perampokan, pemerkosaan, pembumihangusan rumah dan kantor, serta penganiyaan pada Kerusuhan 13-14 Mei 1998 bukan?

Menanggapi kejadian tersebut, Komisi Hak Asasi Manusia PBB mengadakan sidang darurat yang diadakan di Jenewa tanggal 23-27 September 1999 dan menyimpulkan telah terjadi kolusi antara tentara, polisi dan milisi lokal. "Kebetulan", walaupun memiliki posisi berbeda, tapi pemimpin militer saat Kerusuhan 13-14 Mei 1998 adalah orang yang sama dengan saat kerusuhan di Timor Timur 1999 misalnya: Wiranto (Panglima ABRI saat 1998; Menhankam saat 1999); Subagyo HS tidak berubah; dan Fachrul Razi (Kasum saat 1998 dan Wakil Panglima TNI saat 1999).

Atas desakan internasional, Pemerintah Indonesia dan Komnas HAM melalui Keputusan No. 770/TUA/IX/99 tanggal 22 September 1999 membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia Timor Timur (KPP HAM Timtim) dengan hasil telah terjadi kejahatan kemanusiaan (crime against humanity) karena terjadi pembunuhan massal, perbudakan, pemerkosaan, pembumihangusan rumah tinggal dan kantor, dan pengusiran paksa.

Temuan lain adalah pelaku berdasarkan bukti yang dikumpulkan KPP HAM Timtim adalah tentara, polisi, milisi yang melanggar hak asasi by commission dan by omission, jadi pelaku bukan orang di lapangan saja, melainkan orang yang memegang tampuk komando, dan dalam hal ini Jenderal Wiranto dianggap yang paling bertanggung jawab serta direkomendasikan untuk disidik dan diadili. Dalam kasus ini ini KPP HAM Timtim memberlakukan doktrin "command responsibility" yang lahir dari pengadilan Nuremberg untuk menjerat puncak komando saat itu. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia sudah memberlakukan doktrin ini (lihat Pasal 42 UU No. 26/2000).

Anda tahu yang ironis dan menyedihkan dalam kasus ini? Munir, salah satu anggota KPP HAM Timtim dibunuh oleh trio BIN: Hendropriyono; Muchdi Pr; dan Ass'at; dan Todung Mulya Lubis adalah Wakil Ketua dari KPP HAM Timtim yang menyatakan Jenderal Wiranto bersalah karena membantai rakyat Timtim. Hari ini Todung Mulya Lubis bukan saja bergandengan tangan dengan trio pembunuh Munir koleganya, tapi juga bergandengan tangan dengan Wiranto yang dalam laporan akhir KPP HAM Timtim adalah penanggungjawab utama kerusuhan di Timtim tahun 1999. Sungguh, saya tidak tahu harus menangis atau meringis.

Sama halnya dengan kerusuhan di Timtim tahun 1999, Kerusuhan 13-14 Mei 1998 adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh tentara, polisi dan preman yang terjadi by commission dan by ommission oleh puncak komando ABRI, yaitu Panglima ABRI Jenderal Wiranto, KSAD Letjend Soebagyo HS, dan Kasum Letjend Fachrul Razi karena berdasarkan kesaksian mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) Arief Kusharyadi dan Pangkostrad Letjend (Purn) Prabowo Subianto ternyata tidak ada pasukan di Jakarta pada saat kerusuhan berlangsung, dengan kata lain terjadi pembiaran berlangsungnya kerusuhan yang diikuti dengan perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, pembumihangusan rumah dan kantor, dan Kasum Letjend Fachrul Razi bahkan secara aktif melarang siapapun untuk mengeluarkan pasukan dari barak demi menghalau perusuh.

Bukti pembiaran pertama dengan terang benderang dilakukan oleh Panglima ABRI Jenderal Wiranto karena setelah terjadinya kerusuhan di Jakarta tanggal 13 Mei 1998, keesokan harinya dia malah membawa seluruh perwira tinggi yang punya kewenangan komando ke Malang demi sebuah acara seremonial padahal sudah diperkirakan kerusuhan akan berlanjut. Coba pikir dengan logika, Panglima Militer mana yang akan membawa KSAL, Pangkostrad, KSAU, KSAD dan Komandan Jenderal Kopassus ke luar kota untuk acara serah terima jabatan tidak penting selama 6,5 jam ketika ibukota dilanda kerusuhan?

Bukti pembiaran kedua dilakukan oleh KSAD Jenderal Soebagyo HS yang tidak melakukan apapun ketika Ibukota rusuh, padahal dia adalah atasan langsung Panglima Kodam Jaya, Sjafrie Syamsoedin. Mengapa Soebagyo HS diam saja? Padahal koleganya dari angkatan laut yaitu mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) Arief Kusharyadi secara aktif memeriksa lokasi parkir panser angkatan laut yang ternyata kosong (!) dan secara aktif memanggil pasukan marinir dari Surabaya untuk datang ke Jakarta sebelum berangkat ke Malang. Pasukan marinir inilah yang menyelamatkan jiwa rakyat Jakarta sementara KSAD kabur ke Malang bersama Panglima ABRI dan Kasum!

Pembiaran ketiga adalah fakta bahwa Kasum Letjend Fachrul Razi melarang Pangkostrad menyerahkan pasukannya kepada Kodam Jaya dengan alasan pasukan di Jakarta sudah cukup padahal alasan ini dibantah oleh mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) Arief Kusharyadi karena dia menyaksikan menggunakan mata dan kepala sendiri bahwa tidak ada pasukan penjaga di Jakarta saat kerusuhan!

Wiranto, Fachrul Razi, dan Soebagyo HS memang selamat dari pengadilan ICJ atas pelanggaran HAM berat yang mereka lakukan di Timtim karena SBY berhasil mengagalkan pembentukan The Commission of Expert oleh PBB dan diganti dengan The Commission of Truth and Friendship dan Xanana Gusmao bersedia menerima karena dia mau menutup catatan buruk dengan Indonesia dan memulai lembaran baru. Kendati selamat dari ICJ tapi bukan berarti Wiranto, Fachrul Razi dan Soebagyo HS bisa bebas melenggang begitu saja sebab hukum nasional kita masih berlaku atas mereka dan kesimpulan akhir KPP HAM Timtim yang merekomendasikan penyidikan dan pengadilan terhadap Wiranto masih ada.

Demikian pula dengan Kerusuhan 13-14 Mei 1998, Wiranto; Fachrul Razi; dan Soebagyo HS harus diadili dan dihukum mati karena membiarkan terjadinya kerusuhan yang membunuh ribuan jiwa manusia tidak berdosa; pemerkosaan; penganiayaan dan pembumihangusan harta benda milik rakyat, dan bahkan Fachrul Razi secara aktif melarang pengerahan pasukan untuk menghalau perusuh!!!
Read More...

Jokowi Tidak Paham TPID, di Solo dan Jakarta Ngapain Saja?

Leave a Comment
Berric Dondarrion
16 Jun 2014 | 11:17

Sudah lama saya perhatikan bahwa modal satu-satunya yang dimiliki oleh Jokowi untuk menjadi Walikota; Gubernur dan Capres adalah rasa percaya diri yang tinggi dan tebal muka. Kita ambil contoh ketika debat pilgub misalnya, Jokowi dengan lantang menyatakan "yang penting adalah eksekusi, eksekusi, dan eksekusi, supaya jangan banyak perencanaan tapi tidak ada yang dihasilkan," Mantap sekali bukan? Salah satu alasan warga Jakarta memilih Jokowi adalah karena pernyataan ini. Masalahnya ketika sampai pada level implementasi ternyata terlihat Jokowi asal eksekusi.

Alasan untuk kekacauan yang dilakukan oleh Jokowi tersebut sebagaimana dikatakan mantan timsesnya, Nanik S. Deyang dan Prijanto adalah karena sejak awal dia sengaja menggunakan proyek di Jakarta untuk pencitraan semata, atau dalam bahasa Jokowi: "Yang penting saya dukir-dukir tanahnya dan kelihatan pembangunan jalan; dan yang penting kalau proyek gagal salah wagub tapi kalau proyek berhasil yang dikenang gubernur," Hanya orang dengan kulit luar biasa tebal dan urat malu putus yang bisa mengucapkan kalimat seperti ini.

Dalam debat capres pertama dan kedua Jokowi juga mengandalkan kepercayaan diri yang berlebihan tersebut, pada debat pertama misalnya sudah jelas Jokowi mendapat contekan dari komisioner KPU Hadar Gumay yang tertangkap basah bertemu Trimedya Pandjaitan dan Komjend Budi Gunawan di restoran Sate Khas Senayan tapi dia tidak malu membantah padahal pertemuan sehari sebelum debat capres itu ada bukti berupa foto.

Kepedean Jokowi yang terlalu tinggi terlihat ketika dia mencoba menguji pemahaman Prabowo tentang TPID tapi ternyata bukan saja dia salah tentang TPID tapi selama di Solo dan Jakarta Jokowi juga gagal total dalam menjaga inflasi di Solo dan Jakarta sehingga dia sendiri tidak tahu apa-apa tentang TPID. Begini ceritanya.

Dalam debat capres di Hotel Gren Melia tadi malam Jokowi mengajukan pertanyaan mengenai pendapat Prabowo tentang cara meningkatkan peran TPID. Prabowo menjawab tidak tahu singkatan TPID dan menanyakan singkatan TPID kepada Jokowi yang disambut dengan gelak tawa dari kubu Jokowi; Jokowi menjawab singkatan TPID adalah "Tim Pengendali Inflasi Daerah."

Seperti dapat diduga, timses Jokowi maupun fanboinya di media sosial segera mengejek Prabowo, "Masa tidak tahu singkatan TPID mau jadi presiden," atau ejekan lain yang memiliki arti serupa. Jokowi tentu saja tidak ketinggalan ketika setelah debat dia dengan jumawa mengatakan "Kita ini kan mau pegang pemerintahan jadi harus tahu singkatan. Pemerintah harus ngerti dong. DAU, DAK, TPID harus tahu,"

Widih, serem yah?

Masalahnya singkatan TPID bukan "Tim Pengendali Inflasi Daerah," melainkan Tim Pemantauan dan Pengendailan Inflasi Daerah. Beda sedikit? Salah tetap salah, dan mengutip Jokowi saya harus mengatakan dia kan mau pegang pemerintahan, jadi harus tahu singkatan TPID, harus ngerti kepanjangan TPID. Mengingat Prabowo bukan pejabat pemerintah maka ketidaktahuan mengenai hal teknis sangat wajar, tapi menjadi keterlaluan ketika Jokowi yang pernah tujuh tahun jadi Walikota Solo dan satu setengah tahun jadi Gubernur Jakarta masih tidak tahu kepanjangan TPID yang benar. Makanya jangan keasikan main jadi superman banjir doang Pak Jokowi, jadi anda ngapain saja selama ini Pak Jokowi?

Selanjutnya Jokowi berbicara mengenai peran TPID tapi dia gagal menjaga inflasi di Jakarta dan hal ini dikatakan oleh Menko Perekonomian Chaerul Tanjung menanggapi alasan Jokowi gagal meraih penghargaan dari TPID, yaitu karena dia gagal menjaga inflasi dan stabilitas harga kebutuhan pokok di Jakarta.

Ok, jadi kesimpulannya: Jokowi bertanya tentang TPID tapi dia salah memberikan kepanjangan yang benar; dan di Jakarta dia juga gagal menjaga stabilitas harga sembako dan gagal menjaga inflasi? Terus ngapain dia tanya masalah TPID? Namanya juga percaya diri tanpa bisa menilai kemampuan.
Read More...

Sunday, June 15, 2014

Obor Rakyat: Politik Dizolimi ala Jokowi-JK

Leave a Comment
Berric Dondarrion
15 Jun 2014 | 15:59

Berkat kesaksian Gun Gun Heriyanto, dosen ilmu komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang mengaku pernah diminta sumbangan artikel untuk Tabloid Obor Rakyat, akhirnya pengelola dan kolumnis Obor rakyat yang menghebohkan itu diketahui bernama Darmawan Sepriyossa dan Setiyardi Boediono, Komisaris PTPN XIII, keduanya mantan jurnalis Majalah Tempo.

Skak mat bagi kubu Prabowo-Hatta? Tidak juga karena sudah diketahui bahwa Jokowi-JK memiliki hobi melakukan Politik Dizolimi alias Play Victim maka dapat dipastikan Obor Rakyat juga adalah bagian taktik "menyakiti diri sendiri dan kemudian menyalahkan orang lain sebagai pelakunya" yang secara konsisten dimainkan oleh Jokowi selama dua tahun terakhir.

Awalnya terbersit Obor Rakyat memang diterbitkan oleh kubu Prabowo-Hatta, dan bila demikian maka mereka bodoh. Tapi bila dipikir sekali lagi, proses terbukanya identitas di balik pengelola Obor Rakyat sangat mencurigakan bukan? Bila Obor Rakyat memang dimaksudkan sebagai kampanye hitam terselubung, lantas untuk apa Darmawan Sepriyossa menghubungi Gun Gun Heriyanto untuk meminta artikel dan menayangkan artikel tersebut di tabloid yang notabene menjadi heboh karena dorongan kubu Jokowi-JK sendiri. Tindakan Darmawan Sepriyossa tersebut seolah memang ingin identitasnya diketahui dan setelah itu dia menunjuk hidung Setiyardi sebagai pengelolanya. Eureka! Main Politik Dizolimi lagi si Jokowi...dasar..

Kasus ini mirip dengan kasus babinsa bukan? Ketika itu SBY dengan emosi mengungkap bahwa ada oknum TNI/Polri aktif yang seharusnya netral tapi malah mendukung salah satu pasangan capres dengan alasan mencari sekoci penyelamat. Setelah itu kubu Jokowi-JK melempar isu babinsa memihak Prabowo-Hatta tapi sekarang malah terbukti bahwa TNI, Polri dan BIN mendukung mereka dengan aktif menjegal lawan; dan lebih parahnya Trimedya Pandjaitan, timses Jokowi-JK malah ketangkap basah bertemu Komjend Budi Gunawan dan Komisaris KPU Hadar Hafis Gumay dengan tujuan antara lain memberikan soal contekan kepada Jokowi-JK untuk debat capres.

Benar kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga dan bau bangkai pasti tercium. Mari kita lihat beberapa bukti bahwa Obor Rakyat adalah pekerjaan kubu Jokowi-JK:

Bukti Pertama: Kita harus ingat bahwa Luhut Binsar Pandjaitan/LB Pandjaitan sang anak emas dan anak murid Benny Moerdani yang berarti cucu murid Ali Moertopo adalah orang yang membina dan mempersiapkan Jokowi sebagai capres boneka untuk menandingi Prabowo. Dengan demikian strategi yang dijalankan oleh LB Pandjaitan untuk memenangkan Jokowi pasti mengadopsi ilmu intelijen bidang penggalangan ala Ali Moertopo dan LB Moerdani.

Bukti Kedua: Formula yang digunakan oleh kubu Jokowi-JK melalui tangan intel partikelirnya, LB Pandjaitan adalah formula yang sama ketika Ali Moertopo merekayasa Kerusuhan Malari 15 Januari 1974/Malari sampai ketika Benny Moerdani merekayasa Peristiwa 27 Juli 1996/Kudatuli dan Kerusuhan 13-14 Mei 1998/Rusuh Mei:

a. Obor Rakyat yang berisi berita-berita negatif tentang Jokowi hanya mengambil isi tulisan Raden Nuh; Syahganda Naingollan; Abdul Rasyid di Twitter via Triomacan2000 tanpa sedikitpun menulis tentang Prabowo atau Hatta sehingga mudah menggiring opini masyarakat bahwa tabloid tersebut dibuat oleh kubu Prabowo-Hatta untuk mendiskriditkan Jokowi-JK.

Formula di atas adalah mirip proses awal Malari yaitu munculnya Dokumen Ramadi yang menyatakan masa kepemimpinan Soeharto sudah berakhir dan akan diganti oleh Jenderal Soemitro; sama dengan angket buatan Aberson Marie Silaloho menjelang Kudatuli yang menyatakan masa kepemimpinan Soeharto harus diteruskan oleh Megawati dan mirip dengan dokumen rencana revolusi oleh "kelompok pro demokrasi" yang ditemukan di Rumah Susun Johar di Tanah Tinggi, Tanah Abang setelah ada bom rakitan meledak prematur lima bulan sebelum Rusuh Mei.

b. Sejak awal Obor Rakyat sudah diarahkan kepada Prabowo-Hatta sejak Darmawan Sepriyossa meminta Gun Gun Heriyanto menyumbang artikel yang masuk ke Tabloid Obor Rakyat dengan harapan Gun Gun mengungkap fakta ini, dan selanjutnya Darmawan mengungkap pengelola tabloid adalah Setiardi Boediono yang di facebooknya berisi puja-puji kepada Prabowo.

Malari dari awal sudah diarahkan kepada target penjatuhan yaitu Jenderal Soemitro sebab dia dekat dengan Hariman Siregar pemimpin mahasiswa DMI-UI, ada rumor Soemitro mencetuskan "Kepemimpinan Gaya Baru" dan Dokumen Ramadi. Demikian pula Kudatuli dari awal diarahkan kepada Soeharto seperti Dr. Soerjadi dikisahkan direkrut untuk menggeser Megawati, kongres di Medan dibayar oleh cukong Orde Baru (Sofjan Wanandi); dan Alex Widya Siregar sebagai pengumpul preman yang menyerang adalah PDI Pro Soerjadi dan pemimpin serangan adalah Sutiyoso dan SBY. Begitu juga dengan Rusuh Mei, sejak awal penembakan Trisakti; "penculikan aktivis" dan Rusuh Mei sudah ditiupkan ke arah Prabowo dan Soeharto, selain itu PRD meniupkan rumor bahwa dokumen di Tanah Tinggi adalah rekayasa intelijen.

c. Bau busuk Tabloid Obor Rakyat tercium karena mereka hanya mengulang isi tweet akun Triomacan2000/TM2000, dan kita tahu bahwa admin akun tersebut adalah Raden Nuh; Abdul Rasyid; dan Syahganda Nainggolan, adalah mantan HMI dan sebelum kampanye pilpres tidak pernah "menyerang" tokoh alumni HMI, dan pengecualian dilakukan baru-baru ini dengan "membuka korupsi Jusuf Kalla." Raden Nuh adalah kader Partai Hanura, partai pendukung Jokowi yang mengidolakan Wiranto; Abdul Rasyid memang staf khusus menko perekonomian di bawah Hatta Rajasa tapi sekarang dia menjadi stafsus Chairul Tandjung sebagai menko yang baru, dan uniknya Abdul Rasyid dan Syahganda adalah orang yang memprakarsai berdirinya Pamswakarsa atas permintaan Wiranto. Wiranto sendiri adalah binaan Benny Moerdani yang ditempatkan di kabinet terakhirnya Presiden Soeharto!! Sedangkan Darmawan Sepriyossa dan Setiardi Boediono adalah mantan jurnalis majalah Tempo tidak lain adalah pendukung utama Jokowi-JK dan didirikan Goenawan Mohamad, anak didik Ivan Kats sebagai agen CIA dan Fikri Jufri yang sangat mengidolakan Benny Moerdani dari CSIS!!

Malari terkuak karena ternyata Hariman Siregar, pemimpin demo mahasiswa adalah bentukan dari Ali Moertopo sendiri; demikian pula massa yang menunggangi demo adalah massa GUPPI yang dilatih oleh Ali Moertopo di CSIS dan Lim Bian Koen dari CSIS terekam sering datang ke kantor GUPPI bertemu Ramadi yang setelah Malari mati misterius di tahanan. Kudatuli terkuak karena berdasarkan kesaksian Rachmawati Soekarnoputri, adik Megawati terungkap ternyata Megawati dan Benny bersekongkol untuk menjatuhkan Soeharto, selain itu Sofyan Wanandi dari CSIS memang bagian kelompok Benny; Dr. Soerjadi, dan Aberson Marie adalah anak didik Benny Moerdani. Sedangkan "penculikan aktivis"; penembakan Trisakti; Rusuh Mei terungkap karena kesaksian Salim Said bahwa Benny Moerdani mau menjatuhkan Soeharto melalui gerakan massa yang mengejar orang China dan Kristen; kesaksian Lim Bian Koen, pendiri CSIS di bukunya bahwa Wiranto adalah anak didik terakhir Benny Moerdani di kabinet Soeharto, dan Fachrul Razi maupun Soebagyo HS adalah anggota klik Wiranto yang setia pada Benny.

d. Uraian huruf a, b, dan c memang belum cukup membuktikan bahwa Obor Rakyat terbit atas instruksi kubu Jokowi-JK tapi dapat dijadikan titik tolak untuk menyelidiki lebih dalam, misalnya siapa di belakang akun TM2000 yang tiba-tiba berstatus non-aktif setelah pengelola Obor Rakyat terbongkar? Selain alumni Tempo, apakah Darmawan Sepriyossa, Gun Gun Heriyanto dan Setiardi Boediono memiliki hubungan dengan kubu Jokowi-JK? Siapa yang membiayai penerbitan dan menyebarkan Obor Rakyat? Mengapa mereka membuat berita dengan mendasarkan kepada twit TM2000? Mengapa Jokowi mendiamkan twit dari TM2000 bahwa dia tidak bisa sholat dan menunggu sekian lama baru dia bersedia diliput sholat berjemaah, biar kesan dizolimi bisa meningkat?

Saya tidak akan heran bila nantinya ditemukan Darmawan Sepriyossa, Gun Gun Heriyanto dan Setiardi Boediono memiliki hubungan dengan kubu Jokowi-JK sama seperti ketiga admin TM2000 memiliki hubungan dengan Wiranto dan Hanura; toh semua jenderal yang di sisi Jokowi-JK memang memiliki hubungan dengan Wiranto, apalagi nyatanya JK "memelihara" orang-orang yang dia tempatkan di partai lain supaya menggerakan partai sesuai kepentingan dia seperti Bupati Kabupaten Bogor Rachmat Yasin dari PPP atau Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, mantan Golkar yang pindah ke Demokrat tapi setia kepada Jusuf Kalla.

Berdasarkan bukti-bukti di atas maka kita bisa memasukan isu Obor Rakyat ke daftar Politik Dizolimi yang sudah dilakukan oleh Jokowi-JK.

Sumber:

Jusuf Wanandi, Shades of Grey, Equinox Publishing.

Jusuf Wanandi, Menyibak Tabir Orde Baru, Penerbit Kompas.

Janet E. Steel, Wars Within: The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto's Indonesia, Equinox Publishing.

Rahasia-Rahasia Ali Moertopo, Tempo-KPG.

Massa Misterius Malari, Tempo.

Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari '74, Penerbit Sinar Harapan.

Rachmawati Soekarnoputri: Membongkar Hubungan Mega dan Orba di Harian Rakyat Merdeka 31 Juli 2002 dan 1 Agustus 2002.

Robert Odjahan Tambunan, Otobiografi Politik RO Tambunan: Membela Demokrasi, terbitan TPDI.

Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian, Penerbit Mizan.

Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya Pasca 1965, Penerbit Marjin Kiri.

http://m.merdeka.com/pemilu-2014/pembuat-tabloid-obor-rakyat-perlahan-mulai-terungkap/berawal-dari-kicauan-gungun-heryanto.html

http://m.kompasiana.com/post/read/666471/1/luhut-pandjaitan-intelijen-partikelir-kreator-jokowi.html

http://m.kompasiana.com/post/read/665875/1/menolak-lupa-bukti-oknum-tnipolri-tidak-netral.html

http://m.kompasiana.com/post/read/563076/3/triomacan2000-adalah-serigala-bukan-pelacur.html

http://m.kompasiana.com/post/read/663944/1/berbagai-bentuk-politik-dizolimi-jokowi.html

http://m.kompasiana.com/post/read/655340/2/3-kasus-terbaru-kpk-pesan-abraham-samad-pada-jokowi-dan-jusuf-kalla.html

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/02/078581837/SBY-2004-TNI-Polri-Tak-Netral

http://nasional.inilah.com/read/detail/2107950/isu-babinsa-tni-akal-akalan-hendropriyono#.U5siX_l5O_s

http://www.gatra.com/politik-1/54017-tudingan-sby-mengarah-ke-jenderal-moeldoko%E2%80%8F.html

http://www.tempo.co/read/news/2014/05/26/078580347/Kalla-Gunakan-Jenderal-Rekening-Gendut-Dekati-Mega

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/09/269583624/Bertemu-Trimedya-Budi-Gunawan-Diserang-Kubu-Prabowo

http://pemilu.okezone.com/read/2014/03/20/567/958274/bin-jegal-prabowo-jadi-capres

http://nasional.kompas.com/read/2014/06/12/1944065/BIN.Kejar.Pembuat.Tabloid.Obor.Rakyat
Read More...

Luhut Pandjaitan, Intel Partikelir Kreator Jokowi

Leave a Comment
Berric Dondarrion
15 Jun 2014 | 06:40

Menurut Profesor Salim Said, ahli militer terkemuka dalam buku otobiografinya berjudul Dari Gestapu Ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian, Leonardus Benny Moerdani (LB Moerdani) yang dianggap sebagai Raja Intelijen Indonesia mempunyai seorang anak kesayangan atau anak emas yaitu Luhut Binsar Pandjaitan (LB Panjaitan). Pernyataan Salim Said yang juga mengutip Adam Schwarz adalah sebagai berikut:

"Berbeda dengan panglima-panglima sebelum dan sesudahnya, Benny [Moerdani] memang memelihara sejumlah orang yang disenanginya. "Mereka itu semacam golden boys Benny Moerdani," kata Schwarz. Salah satu yang dikenal sebagai "anak emas" itu adalah Luhut Binsar Pandjaitan."

(Salim Said, hal. 343)

Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Sintong Pandjaitan bahwa ketika terjadi Debennysasi atau menyingkirkan orang-orang yang dekat dengan LB Moerdani, maka posisi LB Pandjaitan yang digolongkan sebagai anak emas LB Moerdani turut terkena imbasnya (Hendro Subroto, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, halaman 463).

Bila LB Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan bisa menjadi anak emas seorang legenda seperti LB Moerdani tentu peraih Adhi Makayasa berkat menjadi lulusan terbaik dari Akademi Militer Nasional angkatan tahun 1970 tersebut mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki rekan sejawat lain. Apakah kelebihan LB Panjaitan itu?

LB Moerdani adalah pahlawan palangan Irian Barat, jadi apakah LB Pandjaitan juga seorang pemberani ketika bertempur? Kelihatannya tidak, karena Hendro Subroto, wartawan perang legendaris mencatat bahwa LB Pandjaitan pernah menerima hukuman saat memimpin Tim C Group 1 Para Komando Satuan Lintas Udara, Kopassus dalam Operasi Seroja dan diterjunkan untuk merebut pangkalan udara yang berlokasi di Dili, Luhut Binsar Pandjaitan gemetar ketakutan sampai hampir ngompol karena tidak berani terjun dan hal ini menyebabkan timnya batal diterjunkan (selengkapnya lihat buku Operasi Udara di Timor Timur karangan Hendro Subroto).

Luhut Binsar Pandjaitan juga kurang dari segi kemampuan militer terbukti walaupun sama-sama pernah berlatih dengan Prabowo Subianto di US Army's Special Forces, Fort Bragg, Amerika Serikat tapi pelatih mereka, Jenderal Wayne Downing justru menyebut nama Prabowo Subianto sebagai murid terbaik di antara sekian banyak prajurit asing yang pernah dia latih, padahal LB Pandjaitan lulus empat tahun lebih dulu daripada Prabowo Subianto. Berikut ini pernyataan Jenderal Wayne Downing:

"Of all the foreign soldiers I ever trained, two stood out. One was Abdullah II bin Al-Hussein, the reigning King of Jordan. The other was Prabowo Subianto."

Fakta bahwa kemampuan tempur seorang LB Pandjaitan sangat rendah adalah dia selalu disekolahkan sepanjang karirnya dan dilewatkan setiap ada kebutuhan untuk melaksanakan operasi dengan kesulitan tinggi, pembebasan sandera di pesawat Garuda dalam Operasi Wolya misalnya, Panglima ABRI Jenderal M. Jusuf LB lebih memilih Sintong Pandjaitan dan Soebagyo HS sebagai pelaksana operasi. Demikian pula bila melihat karirnya selama dinas, Luhut Binsar Pandjaitan tidak pernah diangkat sebagai panglima kodam atau bahkan kasdam manapun, pengalaman teritorialnya hanya sebatas sebagai Komandan Korem 081/Dhirotsaha Jaya, Madiun Jawa Timur tahun 1995 sebab hanya perwira terbaik yang akan menjadi pangdam sebagai bekal bila diangkat menjadi Panglima ABRI atau KSAD. Selain itu, selama karirnya, LB Pandjaitan yang besar di Kopassus juga tidak pernah menjadi Komandan Jenderal Kopassus.

Tampaknya kelebihan LB Pandjaitan yang dilihat oleh LB Moerdani bukan pada keberanian atau kemampuan militernya, tetapi lebih kepada seberapa jauh LB Pandjaitan bisa bertindak kejam bila keadaan membutuhkan kekejaman, terbukti Luhut Binsar Pandjaitan pernah memberi perintah menembaki sipil tidak bersenjata dengan peluru tajam. Kejadian ini diceritakan sendiri oleh LB Pandjaitan kepada tim dari Tempo sebagai berikut:

"Letusan peluru itu tidak digubris para pendemo. Mereka terus melempari tentara dengan batu. Merasa terdesak Luhut [Pandjaitan] memerintahkan anak buahnya menembak kaki para pendemo. Situasi makin kacau karena mereka kocar-kacir. Tentara yang mengejar tidak lagi mengarahkan moncong ke aspal, tapi sudah mengincar sasaran. Luhut menduga banyak yang tewas saat kejar-kejaran itu."

(Massa Misterius Malari, Tempo, hal. 71)

Tentu saja selain kehebatannya sebagai seorang raja intelijen, LB Moerdani juga terkenal dengan kemampuannya untuk berbuat kejam dengan tingkat jauh melebihi Ali Moertopo dan Zulfikli Lubis sekalipun karena 90% kekerasan pada era Orde Baru mulai dari Operasi Komodo-Petrus-Tanjung Priuk-Kudatuli-Kerusuhan Mei 1998, adalah buah karya Leonardus Benny Moerdani. Sisa 10%nya adalah pekerjaan Ali Moertopo, guru LB Moerdani.

David Jenkins, wartawan senior Australia dalam orbituari kepada Benny Moerdani, "Charismatic, Sinister Soeharto Man" menulis sebagai berikut:

"Hardened in battle and no stranger to violence, Moerdani believed that the ends justify the means...He once shocked members of an Indonesian parliamentary committee by saying, in effect, that if he had to sacrifice the lives of 2 million Indonesians to save the lives of 200 million Indonesians he would do so."

http://www.smh.com.au/articles/2004/09/09/1094530768057.html

Status anak emas ditambah tidak kompeten bila ada di garis depan membuat LB Moerdani bermaksud mewariskan ilmu intelijennya kepada Luhut Binsar Pandjaitan, hal ini terbukti selepas membuat aib selama Operasi Seroja, pekerjaan LB Pandjaitan lebih banyak berkutat di dunia intelijen, dan dimulai dengan dia ditarik ke Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat) menjadi perwira operasi, selanjutnya kembali menjadi perwira operasi pada Satuan Tugas Intel Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI dan kemudian atas izin LB Moerdani dan muridnya Try Soetrisno, mendirikan Proyek Intelijen Teknik pada Den 81/Anti Teror Kopassus atau proyek Charlie (1985).

Sayangnya sebagaimana dicatat oleh Sintong Pandjaitan dalam bukunya Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando dan ditulis oleh Hendro Subroto, Proyek Charlie malah digunakan LB Pandjaitan untuk melakukan kudeta kepada Presiden Soeharto, tapi berhasil dicegah sebelum terlaksana. Komentar LB Pandjaitan saat itu: "Matilah aku...Waduh,...! Jadi rempeyek lah aku," (halaman 461). Tentu LB Pandjaitan dan temannya sesama klik LB Moerdani yaitu Sintong Pandjaitan berdalih bahwa tuduhan usaha kudeta di balik Proyek Charlie adalah fitnah, namun demikian mengingat proyek ini sudah disetujui oleh Panglima ABRI Jenderal Try Soetrisno maka bila memang berdasarkan laporan tidak benar, tentu tidak akan merusak karir LB Pandjaitan.

Karir militer LB Pandjaitan setelah percobaan kudeta yang gagal tersebut lebih banyak dihabiskan sebagai staf operasi atau memimpin sekolah militer, seperti menjadi Komandan Sekolah Pusdik Para Lintas Udara (1987); Komandan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpassus) (1993) sampai terakhir Komandan Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat (Kodiklat TNI AD) (1997-1999). Setelah itu pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur dia sempat menjabat sebagai Dubes RI untuk Singapura dan Menperindag, masing-masing selama satu tahun. Setelah pensiun LB Pandjaitan menjadi pengusaha dan kelihatannya menyalahkan Prabowo Subianto atas nasib gurunya, LB Moerdani dan nasib karir militernya yang mentok.

Posisi sebagai pengusaha tampaknya hanya sekedar kedok bagi LB Pandjaitan, karena setelah pensiun dia lebih memilih mempraktekan ilmu intelijen yang pernah diperolehnya dari bekerja di BAIS dan ajaran LB Moerdani dengan menjadi intelijen partikelir. Setinggi apa ilmu intelijen LB Pandjaitan sulit diukur tapi perkiraan saya jauh di bawah AM Hendropriyono, mantan Kepala BIN kesayangan Megawati itu; sedangkan AM Hendripriyono tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan mantan Kepala Bakin Yoga Soegama. Kendati demikian di era damai dan defisit intelijen hebat seperti sekarang maka kemampuan intelijen dari LB Pandjaitan maupun AM Hendropriyono terlihat menonjol.

Untuk memahami ilmu intelijen yang dimiliki LB Pandjaitan kita harus tahu bahwa secara umum ilmu intelijen terbagi tiga yaitu penyelidikan (pengumpulan informasi); pengamanan; penggalangan (gerakan-gerakan rahasia seperti penggalangan massa, propaganda, anti-teror, spionase dan disinformasi) sampai tingkat tertinggi yaitu analis dan biasanya pendidikan analisis hanya untuk para pemimpin, karena sudah diajarkan membuat produk intelijen untuk beragam kegiatan dan tujuan.

Nah, dilihat dari latar belakangnya, posisi terakhir LB Panjaitan di bidang intelijen hanya menjadi perwira operasi pada Satuan Tugas Intel BAIS ABRI maka saya perkirakan ilmu intelijen yang diajarkan LB Moerdani paling tinggi hanya sampai tingkat penggalangan dan kebetulan keahlian LB Moerdani dan gurunya, Ali Moertopo adalah penggalangan. Masalahnya bila LB Moerdani sangat kuat dalam selidik, pengamanan dan manajemen intelijen, namun LB Pandjaitan sangat kurang dalam ketiga kemampuan tersebut karena latihan dan bakat yang kurang, makanya sekarang strateginya menciptakan capres boneka bernama Joko Widodo jebol, ketahuan kedok dan permainannya. Itu lantaran fokus LB Pandjaitan hanya tertuju pada penggalangan untuk menciptakan capres boneka untuk menandingi orang yang dianggap mengalahkan gurunya, LB Moerdani dan menyebabkan karir militernya mentok sehingga melupakan pengamanan dan manajemen intelijennya sendiri.

Berkat ketidakjelian Luhut Binsar Pandjaitan, sekarang kita mengetahui langkah demi langkah dari perkenalannya dengan Walikota Solo Joko Widodo/Jokowi atas perintah Dubes Amerika Serikat sampai membina Jokowi hingga siap menjadi capres pesaing Prabowo pada pilpres 2009 yang dilatarbelakangi oleh dendam kesumat karena Prabowo Subianto dianggap bertanggung jawab atas tersingkirnya LB Moerdani dan mentoknya karir militer LB Pandjaitan. Kedekatan LB Pandjaitan dengan duta-duta besar Amerika Serikat bahkan membuatnya bisa memarahi Dubes Robert Gelbard dan memberi rekomendasi orang yang harus dianggap sebagai teman oleh sang duta besar selama di Indonesia (Kiki Syahnakri, Timor Timur The Untold Story, hal. 319).

Adapun langkah LB Pandjaitan melakukan kegiatan intelijen untuk membina Jokowi terbukti dari beberapa hal sebagai berikut:

- Jokowi yang sukses "mengamankan" Abu Bakar Ba'asyir dan Ponpres Ngruki yang terkenal radikal atas permintaan Amerika Serikat yang dibuat tahun 2005 menyusul Bom Bali mendapat kunjungan pada tahun 2008 dari AM Hendropriyono dan LB Pandjaitan, dua sejoli murid LB Moerdani. Kedua murid terakhir LB Moerdani tersebut mendapat tugas dari CSIS, lembaga bentukan Pater Beek, agen CIA di Indonesia untuk mempersiapkan pemimpin baru untuk mencegah Prabowo Subianto yang naik daun supaya tidak menjadi Presiden Indonesia.

- Pertemuan antara LB Pandjaitan dan Jokowi tidak akan ketahuan bila saja tabir intelijen yang dibuat untuk menutupi pembinaan terhadap Jokowi bukan berupa PT Rakabu Sejahtera, usaha patungan antara Jokowi dengan LB Pandjaitan yang mana dalam Akta Pendirian tertulis modal dasar perusahaan sebesar Rp. 15,5miliar dari LB Pandjaitan dan Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 20 tahun "menyetor" Rp. 19,2miliar (luar biasa tuyul Jokowi karena anaknya yang umur 20 tahun bisa memiliki uang Rp. 19,2miliar). Selain itu yang lebih mencurigakan lagi adalah untuk apa LB Pandjaitan mendirikan usaha mebel dengan seorang pengusaha mebel antah berantah bernama Jokowi yang menghasilkan produk tidak berkualitas padahal usaha sehari-hari LB Pandjaitan adalah bisnis yang lebih prestisius daripada bisnis mebel, Inalum misalnya. Ini adalah kesalahan pertama.

- Kesalahan kedua, untuk mempersiapkan Jokowi ke panggung nasional, LB Pandjaitan membuat operasi intelijen demi menciptakan citra palsu Jokowi sebagai pemimpin muda terbaik negeri ini dengan cara rekayasa. Masalahnya operasi intelijen tersebut menjadi mencurigakan ketika mereka malah menggunakan majalah Tempo milik Goenawan Mohamad, anak binaan Ivan Kats agen CIA dan Fikri Jufri yang mengidolakan sampai tahap terobsesi terhadap LB Moerdani (lihat Janet E. Steel, Wars Within: The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto's Indonesia, Equinox Publishing, hal. 238).

- Kesalahan ketiga adalah sebelum sosok Jokowi dipublikasikan, kelompok perekayasa Jokowi malah mempublikasikan diri menantang SBY yang menghapus dwifungsi ABRI dan terlalu liberal, terbukti pada tahun 2011 sering diadakan pertemuan antara para purnawirawan jenderal yang hari ini mendukung Jokowi dan semuanya bagian dari klik Leonardus Benny Moerdani di kantor Luhut Binsar Pandjaitan di Wisma Bakrie 2, antara lain dihadiri: Kiki Syahnakri, Fachrul Razi, Jonny Lumintang, Agus Widjojo, dan AM Hendropriyono. Walaupun agenda pertemuan dirahasiakan tapi tampaknya ada kaitan dengan suksesi pasca pemerintahan Presiden SBY tahun 2014.

http://www.rmol.co/read/2011/03/31/22733/Letjen-(Purn)--Kiki-Syah­nakri:-Ini-Musim-Adu-Domba-Perlu-Lebih-Waspada-

- Setelah Jokowi menjadi capres, tabloid The Politics milik mantan pendukung Jokowi mengungkap bahwa LB Pandjaitan mendukung pendanaan dan membayar lembaga survei seperti LIPI, CSIS, KOMPAS, SMRC milik Saiful Mujani untuk mendukung Jokowi. Selain itu saat itu LB Pandjaitan memiliki bisnis bersama Jokowi dengan kantor di Gedung Mazda, Menteng. Walaupun membantah namun hari ini terbukti semua lembaga survey di atas mendukung Jokowi, Saiful Mujani bahkan bertindak jauh dengan membagi uang di kampanye untuk Jokowi; dan ada perusahaan LB Pandjaitan mengikuti tender pengadaan ERP Jakarta. Ini adalah kesalahan keempat karena sebagai intelijen tidak memiliki organisasi organik sehingga harus mempercayai organisasi jaring, padahal anggota jaring biasanya gampang buka kartu, membuka belang intelijen yang harusnya dirahasiakan.

- Kesalahan kelima adalah kebakaran gedung milik perusahaan patungan LB Pandjaitan-Jokowi pada tanggal 26 Juli 2012 yang sampai sekarang tidak ketahuan penyebabnya; padahal kita tahu kegiatan perusahaan ini sendiri sangat aneh dan mencurigakan karena anak Jokowi bisa menyetor uang sebesar Rp. 19,5miliar untuk modal usaha patungan dengan LB Pandjaitan.

Kelemahan terbesar LB Pandjaitan tidak lain dari kedudukannya sebagai intelijen partikelir yang tidak memiliki organisasi intelijen organik sehingga dia harus bergabung dengan CSIS, organisasi intelijen buatan Pater Beek, agen CIA. Masalahnya CSIS yang sudah mengadu domba Ali Moertopo dengan Yoga Soegama, Jenderal Soemitro, Alamsyah, M. Jusuf, Sutopo Juwono, Sudharmono; LB Moerdani dengan BJ Habibie, Sudharmono, Prabowo, Ali Moertopo dan Soeharto sendiri, tidak akan bersedia melepas operasi pencapresan Jokowi begitu saja dan oleh sebab itulah sesungguhnya LB Pandjaitan tidak akan pernah bisa mengendalikan mereka, sebaliknya, CSIS yang akan mengendalikan LB Pandjaitan dan Jokowi, karena mereka memiliki prinsip "Kuda boleh berganti tapi penunggangnya sama," atau dengan kata lain presiden negeri ini boleh berubah tapi CSIS yang akan mengendalikannya.

Demikian kisah kreator sosok Joko Widodo alias Jokowi capres petugas partai yang dendam karena gurunya tersingkir dari arena politik karena mencoba melakukan usaha mendeislamisasi Indonesia; dan karir militernya sendiri mentok, tapi bukannya introspeksi diri, LB Pandjaitan malah menyalahkan orang lain dan berkonspirasi menjatuhkan orang lain tersebut dan orang lain itu bernama Prabowo Subianto.
Read More...

Saturday, June 7, 2014

[Usul] Postingan Yg Dilaporkan Copy-Paste

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Dear Admin Kompasiana,

Saya paham bahwa Kompasiana mengharapkan jeda memasukan artikel adalah berjarak minimal satu jam dengan artikel baru, mengingat sebelum artikel ini saya baru memposting artikel jadi untuk sekarang saya mohon toleransinya.

Artikel saya di Kompasiana memang sering dihapus, kebanyakan karena dua alasan: mendiskriditkan orang lain dan copy paste. Untuk alasan pertama walaupun masih bisa diperdebatkan tapi saya paham diskresi menentukan artikel mana yang dirasa menyudutkan pihak lain adalah wewenang mutlak dari jajaran admin Kompasiana, sedangkan untuk artikel copy paste sering kali postingan tersebut sudah dinyatakan copy paste dan dihapus baru ada pemberitahuan.

Ketika terjadi beberapa waktu lalu saya diam saja dan tidak berniat memperdebatkan, tapi karena terjadi berkali-kali penghapusan artikel dengan alasan copy paste padahal saya yang menulis sendiri jadi agak tersinggung secara intelektual. Beberapa artikel saya memang ada di forum atau website lain baik diposting mereka atau saya posting sendiri.

Untuk itu bila berkenan mempertimbangkan saya mau memberi usul supaya sebelum menghapus postingan copy paste terlebih dahulu dilakukan konfirmasi ke yang bersangkutan untuk membuktikan dia yang menulis, kecuali bila sudah jelas-jelas tulisan orang lain. Belajar dari penghapusan sebelumnya ketika saya langsung nulis di Kompasiana tapi dihapus karena dianggap copy paste dan saya malas mengetik ulang maka sekarang saya tulis artikel di media word processing lain dulu baru copy paste ke Kompasiana sehingga ada cadangan, tapi tidak menyenangkan juga bila harus posting ulang karena dituduh copy paste.

Saya sadar tulisan saya banyak mengkritik Jokowi yang memiliki banyak penggemar dan mereka pasti ingin tulisan saya tidak tayang dengan alasan apapun termasuk laporan konyol seperti copy paste. Oleh karena itu saya mohon kebijaksanaan Kompasiana dalam hal ini.

Demikian, terima kasih atas perhatiannya.
Read More...

Kubu Jokowi-JK Kampanye Hitam di Gereja!

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Kita semua tahu bahwa Jokowi; JK; PDIP dan lain-lain adalah kumpulan manusia yang tidak bisa dipegang omongannya, sehingga ketika mereka mulai berkaok-kaok di media massa mengenai kampanye hitam di masjid atau tempat ibadah steril dari politik sampai mereka berniat menginteli masjid serta perlunya kampanye bersih tanpa kampanye hitam sesuai yang dikatakan jubir mereka, Anies Baswedan maka seharusnya kita juga curiga bahwa pada akhirnya mereka sendiri akan melakukan kampanye hitam di tempat ibadah. Bodohnya saya adalah kendati sudah berkali-kali terbukti mereka hanya kumpulan manusia pembohong tapi saya masih mau memberikan merekabenefit of a doubt, kepercayaan bahwa kali ini mereka bersungguh-sungguh dengan ucapan mereka bahwa tempat ibadah adalah sakral sehingga tidak boleh dijadikan tempat kampanye, apalagi kampanye hitam karena sekarang terbukti bahwa tim Jokowi-JK yang diwakili oleh anak emas Benny Moerdani, Luhut Panjaitan dan Alwi Shihab melakukan kampanye hitam di gereja!! Memuakan! Menjijikan! Saya Kristen dan saya menolak gereja menjadi lokasi ajang kampanye hitam seperti ini!!!

Pertama kali saya menemukan fakta adanya kampanye hitam ini adalah ketika saya sedang menelusuri website intelijen.co.id dan saya menemukan artikel dengan judul "Masjid Diinteli, Di Gereja, Alwi Shihab dan Luhut Panjaitan Beberkan Koalisi Berbahaya Prabowo" (silakan lihat link ke website tersebut: http://www.intelijen.co.id/masjid-diinteli-di-gereja-alwi-shihab-dan-luhut-panjaitan-beberkan-koalisi-berbahaya-prabowo/ ). Artikel di dalam pada intinya menulis ulang tweet dari tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) yaitu Nol Darol Mahmada di akunnya @nongandah (https://twitter.com/nongandah) bahwa karena kantor dia dekat dengan gereja dimaksud maka dia menghadiri acara tersebut untuk mendengarkan visi misi capres 2014 yang mana Alwi Shihab menambahkan paparan Luhut Panjaitan tentang bahayanya Prabowo berkoalisi dengan kelompok-kelompok Islamis yang ingin "memurnikan agama," dan bagaimana ketika Luhut Panjaitan mulai berbicara hadirin yang menurut dia kebanyakan pro Jokowi memberikan tepuk tangan riuh dan rendah. Saya sudah memeriksa akun twitter dimaksud dan memang ada tweet tersebut sehingga informasi ini valid (https://twitter.com/nongandah/status/473392753812840448).Sungguh orang-orang ini sudah dibutakan oleh dendam dan kekuasaan!!Terlepas dari kampanye hitam di atas, tentu saja JIL adalah keturunan dari KUK yang didirikan oleh Goenawan Mohamad yang beroperasi menggunakan dana asing dan jauh-jauh hari Goenawan Mohamad sudah menegaskan posisinya adalah melawan Prabowo dan akan membantu pencalonan Jokowi-JK; jadi posisi Nong Darol Mahmada sangat dapat dimaklumi, tapi saya terhenyak dan kaget ketika membaca bahwa yang bersangkutan mengkaitkan kekerasan di Gereja yang terjadi di Jogjakarta baru-baru ini dengan kubu Prabowo, silakan simak apa yang dikatakan Nong Darol Mahmada tersebut:"Saya pilih Jokowi sbg presiden krn saya ngga mau lg kelompok intoleransi bertindak sewenang2 & kekerasn di negri ini spt peristiwa td malam."(lihat: https://twitter.com/nongandah/status/472195995321651201 ).Logika gila, yang nyerang siapa, kenapa kubu Prabowo-Hatta yang kena getahnya?

Kebetulan atau tidak tapi posisi yang diambil oleh Nong Darol Mahmada dari JIL dan materi kampanye Luhut Panjaitan maupun Alwi Shihab tersebut sudah saya perkirakan dua hari lalu, bahwa strategi kubu Jokowi-JK sekarang adalah melemparkan semua kejadian buruk yang terjadi di negeri ini baik yang direncanakan atau tidak kepada kubu Prabowo-Hatta, dalam bahasa Inggris strategi seperti ini dinamakan "Throw everything at the wall and see what sticks," atau arti harafiah dalam bahasa Indonesia  adalah "melempar semuanya ke dinding dan lihat mana yang menempel di dinding," atau lempar fitnah sebanyak mungkin ke kubu Prabowo-Hatta dan menunggu mana yang akan dimakan masyarakat. Selain itu saya juga sudah membuat menyampaikan bahwa pada Pilkada DKI Jakarta yang lalu pernah terjadi kerusuhan di Solo pada bulan Mei 2012 dan kubu Jokowi segera melempar semua kesalahan kepada kubu Foke, tapi sekarang terbukti bahwa kedua kubu yang bertikai, baik ormas Islam radikal maupun Iwan Walet justru memiliki hubungan erat dengan Jokowi dan FX Hadi Rudyatmo ( http://politik.kompasiana.com/2014/06/02/mewaspadai-strategi-ken-arok-ala-jokowi--662073.html ).

Memang benar bahwa Prabowo didukung oleh ormas Islam yang bisa dibilang radikal seperti FPI, namun tidak benar bila FPI adalah anggota koalisi. Lagipula hubungan Gerindra dengan FPI adalah sama persis dengan hubungan Jokowi dan Abu Bakar Ba'asyir ketika dia berusaha mengontrol ponpres Ngruki yang terkenal radikal itu, dan apakah Jokowi menjadikan Solo sebagai kota yang penuh kesewenang-wenangan dan kekerasan? Sama sekali tidak, malah dia mengendalikan mereka dan membuat kota Solo menjadi damai dan karena itu Jokowi dipuji oleh Amerika Serikat. Demikian juga halnya dengan Prabowo-FPI, melalui pendekatan persuasif justru keradikalan FPI bisa dikontrol, dikendalikan dan dikurangi, namun syaratnya hubungan mereka tidak boleh dipolitisir; apalagi dijadikan materi kampanye hitam seperti sekarang ini!Terus terang saya sudah curiga bahwa kubu Jokowi-JK akan melancarkan kampanye hitam dengan tema benturan agama ketika menemukan sebuah thread di kaskus yang intinya menuding bahwa kubu Prabowo membawa seorang pendeta terkenal bernama Benny Hinn untuk mengadakan acara KKR di Kupang dan di acara tersebut dia menjelek-jelekan Jokowi (kampanye hitam); namun malah terbukti bahwa yang membawa Benny Hinn adalah PT Merukh Enterprises milik Rudolf Merukh yang mana salah satu anak perusahaannya, PT Pukuafu Indah adalah pemegang saham di Newmont, NTT; jadi bukan Prabowo. Setelah terungkap fakta tersebut orang yang membuat thread langsung menghilang (http://www.kaskus.co.id/thread/5389fd32ac07e7ae3f8b4734/prabowo-bawa-benny-hinn-ke-kupang-trus-jelek2in-jokowi-di-sana/ ). Saya tidak tahu siapa dan apa motivasi thread starter di thread tersebut namun melihat kejadian di atas maka kita perlu menduga bahwa dia ada hubungan dengan tim Jokowi-JK.Sungguh, melihat sepak terjang tukang fitnah di kubu Jokowi-JK malah membuat saya semakin antipati terhadap mereka dan semakin yakin bahwa Indonesia di tangan mereka akan hancur; luluh lantak dan disintegrasi di tangan Jokowi si mister ndak mikir dan JK yang hanya memikirkan bagaimana membawa proyek pemerintah untuk anak-anak perusahaan milik kelompok usaha mereka: Bukaka-Bosowa-Kalla!Tuhan, tolonglah Indonesia-ku dari tangan-tangan penjahat dan bedebah bermuka dua dan berjiwa hianat yang sedang mengincar kursi kekuasaan negeri ini....
Read More...