Kloningan

Wednesday, June 4, 2014

Kelemahan Gerindra yang Harus Diatasi

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Membaca dan mendengar komentar dari beberapa orang yang menyaksikan pidato Prabowo dan Jokowi dalam deklarasi damai hari ini rasanya semua orang termasuk pendukung Jokowi sekalipun harus setuju bahwa Prabowo memiliki kharisma seorang pemimpin besar yang sangat layak untuk memimpin negara sebesar Republik Indonesia dan hal ini justru bertolak belakang dari pidato Jokowi yang begitu buruknya sampai ada yang mengeluarkan sindiran: "Pidato di lingkungan RT saja belum pantas," Terus terang, melihat buruknya Jokowi dalam berpidato membuat saya tertawa terbahak-bahak dalam hati karena teringat kata-kata Jokowi bahwa bila Singapura macam-macam maka dia akan mengatasinya dengan mudah. Yang membuat saya tertawa adalah, apa modal Jokowi untuk menindak Singapura? Bahasa Inggris dia belepotan; berpidato di depan umum juga sama buruknya, lantas sejauh mana dia bisa menekan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, yang mewarisi kharisma ayahnya Lee Kuan Yew. Seorang Lee Kuan Yew hanya bisa dikendalikan oleh Presiden Soeharto, dan apakah Jokowi setara Soeharto? Mimpi, di zaman Soeharto seorang dengan kualitas yang dimiliki Jokowi tidak akan terpakai untuk menjadi petugas kebersihan di Pulau Buru sekalipun.

Saya menilai bahwa saat ini Prabowo memiliki kesempatan yang cukup bagus untuk terpilih menjadi presiden Indonesia yang baru dan alasan saya mengatakan hal tersebut adalah kokohnya koalisi yang sudah dibangun dengan kemungkinan Demokrat bergabung; kubu Islam dari berbagai kalangan sudah mulai solid dalam mendukung pencalonan Prabowo; blunder yang dilakukan PDIP karena mengumumkan mereka akan menginteli masjid; gagalnya serangan kampanye hitam bertema HAMBURGER; Jokowi berkali-kali terbukti hanya capres boneka yang tidak memiliki kemampuan untuk memimpin negara ini (salah satunya terbukti dari pidato hari ini dan Revolusi Mental-Gate yang hasil plagiat itu); dan lain-lain. Intinya sampai kemarin arah angin melaju dengan mulus ke Prabowo dan bila mereka bisa mempertahankan momentum; maka sang manusia setengah dewa akan bisa dikalahkan.

Kendati demikian, saya memiliki sebuah kekuatiran sebab tampaknya kelemahan Prabowo dan Gerindra yang paling mencolok belum juga teratasi sampai sekarang, dan kekuatiran inilah yang menyebabkan saya tidak bisa tidur sampai menjelang jam 4 dini hari dan membuat artikel untuk curhat colongan ini. Kelemahan Prabowo hari ini masih sama dengan kelemahan dia 16 tahun silam ketika terjatuh ke titik nadir; dan kelemahan tersebut adalah terlalu polos dan naif dalam berpolitik sehingga mudah melakukan blunder atau kesalahan yang tidak perlu saat garis finish sudah di depan mata. Saya teringat 16 tahun lalu adalah masa puncak dari karir militer Prabowo, dia yang menantu Presiden Soeharto sudah menjabat sebagai Pangkostrad yang berarti tinggal selangkah lagi untuk menjadi Panglima ABRI/TNI, tapi karena naif, dia malah bisa dikerjain habis-habisan oleh Benny Moerdani; Wiranto; Luhut Panjaitan dll sehingga karir dan kehidupan pribadinya terjun bebas. Saya kuatir kesalahan yang sama bisa terulang kembali karena saat ini adalah masa puncak Prabowo dan dia harus bisa mempertahankan momentum tersebut hingga jabatan presiden ada di tangannya, untuk itulah seharusnya Prabowo memiliki penasihat politik dan di sini seorang Aburizal Bakrie sangat memainkan peranan. Kenaifan Prabowo ini adalah salah satu faktor saya menyimpulkan bahwa pada tahun 1998 dia tidak bersalah atas pemberontakan maupun kerusuhan Mei 1998 sebagaimana dituduhkan.

Yang menjadi masalah adalah kenaifan dalam berpolitik tersebut tidak dimiliki oleh Prabowo saja tetapi juga dimiliki saudara kandung yang membantu pendanaan partainya, Hashim Djojohadikusumo. Yang menjadi kendala bagi Hashim adalah dia tidak bisa memilah omongan yang  harus dikeluarkan; omongan yang harus ditahan dan sekalipun omongan itu harus keluar bagaimana menata kalimat sehingga tidak merugikan. Ingat bahwa karena Hashim-lah yang menyebabkan Golkar nyaris gagal berkoalisi dengan Gerindra sebab setelah Prabowo dan Ical bertemu membahas capres-cawapres, Hashim tiba-tiba berkomentar di depan umum bahwa Ical tidak bisa jadi cawapres Prabowo. Tidak pelak lagi Ical tersinggung dan menutup pintu berkoalisi; yang mana pintu koalisi baru terbuka kembali setelah Megawati menolak berkoalisi dengan Golkar karena masalah finansial yang gagal mencapai sepakat.

Sekarang Hashim melakukan kesalahan yang sama, dan tidak, saya tidak berbicara mengenai omongan Hashim bahwa Amerika adalah sekutu utama Prabowo bila berhasil menjadi presiden sebab menurut saya video tersebut biasa saja karena faktanya Amerika memang dominan, dan bahkan Rusia saja panas dingin ketika kena embargo ekonomi Amerika terkait masalah Ukraina, padahal embargo tersebut baru terbatas pada lingkar dalam Putin dan belum pada seluruh negara. Selain itu faktanya Soekarno sendiri yang terkenal dengan jargon "Amerika kita seterika dan Inggris kita linggis" itu malah berteman akrab dengan Presiden Amerika John F. Kennedy, dan dia sampai menangis ketika mendengar JFK terbunuh. Berteman dengan Amerika selama hubungannya sederajat bukan dosa dan justru harus dilakukan; namun menjadi masalah bila Amerika mencoba menghegemoni Indonesia, dan saat itu saya yakin bahwa Prabowo akan berkata: "Go to hell with your aid," Jadi video tersebut bukan masalah sama sekali.

Kesalahan yang membuat saya kuatir justru kebodohan Hashim mencela partai koalisinya sendiri, PKS di depan pendengar beragama Kristen, tepatnya dia berkata bahwa ada 76 pegawai Kristen yang disingkirkan oleh Menteri Pertanian yang memang dari PKS itu. Menurut saya hal ini sama sekali tidak perlu diomongin, tidak penting juga. Saya juga mengetahui bahwa saat ini PNS di kementerian pertanian banyak diisi oleh kader PKS tapi fakta ini tidak perlu diungkit juga, toh tidak akan menghasilkan apapun, termasuk mengembalikan 76 pengawai Kristen tersebut. Kecerobohan Hashim ini telah membuka peluang lahirnya kisruh "Kristen-Islam" di dalam tubuh koalisi dan hal tersebut berbahaya, apalagi di antara semua mitra koalisi hanya PKS yang utuh dan bulat mendukung pencapresan Prabowo. Sekalipun Hashim mau membela umat Kristen tapi pemilihan waktunya jelas tidak tepat. Tentu kendali kerusakan harus segera dilakukan mumpung baru tahap awal, dan mulai sekarang Hashim harus bisa lebih arif dalam berbicara.

Kenaifan lain juga dilakukan oleh Ketua Tidar dalam masalah "surat palsu Jokowi" karena tidak hati-hati memposting dokumen tanpa terlebih dahulu memastikan sumbernya dan memposting menggunakan akun asli miliknya sehingga memudahkan pelacakan oleh tim IT Jokowi yang menurut Andi Arief berkantor di Gedung Mayapada milik Tahir, salah seorang cukong Jokowi. Saya pribadi menilai surat tersebut asli sebab tanda tangan di dalamnya sangat mirip dengan spesimen tanda tangan Jokowi dalam salah satu materi kampanyenya, tapi bila saya bermaksud memposting surat tersebut maka saya tidak akan lupa menyebut sumber dengan beberapa disclaimer sederhana misalnya "saya tidak tahu surat ini asli atau tidak, tapi barusan saya menemukan dokumen ini di link akun facebook atas nama xxxx ini "sehingga bila ada masalah misalnya terbukti surat palsu maka saya tidak akan menjadi tertuduh pemalsuan surat atau apapun juga.

Terlepas apakah Ketua Tidar nantinya bersalah atau tidak tapi menurut saya kasus ini tidak akan berdampak apapun pada elektabilitas Prabowo, kendati demikian kasus ini adalah kasus yang sesungguhnya tidak perlu terjadi bila saja Ketua Tidar tidak naif dan main hantam kromo meneruskan gambar yang dia temukan di akun facebook milik orang yang tidak dikenal sebagaimana klaimnya, dan apalagi juga diklaim bahwa sekarang akun tersebut sudah dihapus, jadi tambah sulit membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Kasus ini dan kasus Hashim harus menjadi pelajaran bahwa kenaifan dalam berpolitik ini harus diatasi, jangan sampai karena kebodohan kecil malah merusak rencana besar.

Sebagaimana sudah saya sampaikan beberapa waktu lalu, saya bukan pendukung Prabowo namun saya sangat kuatir bila Jokowi menjadi presiden dan menghancurkan negeri ini dengan ideologi "rapopo" dan "ndak mikir"nya yang terkenal itu, untuk itulah selama beberapa waktu terakhir saya menangkal serangan-serangan kampanye hitam dari Jokowi dan melakukan serangan balik; dan hal tersebut bukan hal yang mudah karena entah apakah Gerindra beneran memiliki pasukan dunia maya atau tidak tapi ada kalanya saya merasa hampir semua isu di media sosial harus saya tangkal sendirian, kemana pasukan Gerindra? Isu paling sulit untuk ditangkal jelas adalah masalah HAM dan untungnya sudah bisa diatasi; kendati demikian bukan berarti kubu Gerindra dkk boleh menciptakan masalah-masalah baru yang tidak perlu dan bisa merusak semua hasil yang dicapai seperti kasus PKS di atas. Intinya adalah, kenaifan kubu Gerindra harus diperbaiki dan kerusakan dengan PKS, sebesar apapun itu harus diperbaiki dan jangan adu mulut di depan umum yang memperkeruh suasana; semua beda pendapat harus diselesaikan di internal dan jangan sampai keluar!

0 comments:

Post a Comment