Kloningan

Thursday, June 5, 2014

Tanggapan Atas Jawaban Imelda Bachtiar

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Semalam hari Rabu, 4 Juni 2014, saya dengan sedikit narsis meng-google nama akun ini untuk mengetahui artikel saya di Kompasiana disalin oleh website apa saja. Penelusuran saya malah menemukan artikel Imelda Bachtiar tertanggal 28 Mei 2014 yang isinya menanggapi kritikan saya terhadap salah satu buku yang dia sunting ("Artikel Jawaban").

http://m.kompasiana.com/post/read/660600/1/jawaban-saya-atas-kritik-kepada-penerbit-kompas-dan-imelda-bachtiar-yang-dimuat-kompasianacom-23-april-2014.html

Semula saya merasa tidak perlu untuk memberi tanggapan lebih lanjut, satu dan lain hal adalah menghindari berbalas pantun, namun demikian ternyata di dalam Artikel Jawaban ada pertanyaan yang ditujukan kepada saya sehingga mau tidak mau saya perlu menjawab, dan memakai kesempatan ini untuk sekaligus menanggapi seluruh Artikel Jawaban. Adapun pertanyaan dari Imelda Bachtiar adalah:

"Yang mengusulkan nama Pranoto untuk menjadi caretaker Menpangad di Halim adalah DN Aidit!” Dari mana Berric Dondarrion tahu informasi ini? Semoga saja Anda memang berada satu ruangan dengan Bung Karno dan DN Aidit. Tetapi bila tidak, Anda dan kita semua tidak tahu kebenaran informasi ini. Saya juga masih menunggu bagian mana komentar Pranoto yang salah mengenai keterlibatan CIA dan Supersemar. Semoga juga Anda tahu dari tangan pertama."

Adapun tanggapan saya akan mengikuti sistematika dalam Artikel Jawaban, yaitu sebagai berikut:

Adegan Penyiksaan vs. Film Penghianatan G30S/PKI

Tanggapan ini akan saya mulai dengan menanggapi penjelasan Imelda Bachtiar mengenai Kata Pengantar dalam buku:

"Kedua alasan yang saya kemukakan di atas membuat cukup bagi saya untuk menyatakan film itu bohong, terutama pada bagian drama penyiksaan para korban. Jadi, saya membuat kesimpulan itu sangat jauh sebelum saya menulis pengantar penyunting untuk buku Catatan Jenderal Pranoto Reksosamodra."

Kesalahan paling fatal yang bisa dibuat oleh seorang penyunting memoar atau otobiografi adalah memasukan pandangan pribadi ke dalam memoar yang dibuat, dan tulisan yang saya kutip di atas seolah membenarkan kritikan saya terhadap buku Catatan Jenderal Pranoto Reksosamodro tersebut, yang pada intinya adalah: "Memberikan kesempatan kepada Jenderal Pranoto sebagai pelaku sejarah untuk bersuara adalah satu hal; tapi memasukan agenda pribadi atau pandangan politik penyunting atau penerbit adalah hal lain." Ini adalah yang pertama.

Kedua, saya tidak membantah bahwa adegan penyiksaan di Lubang Buaya dalam film Penghianatan G30S/PKI tidak terjadi, namun saya keberatan dengan pernyataan halaman xix bahwa: "Tidak seorang pun tahu atau tahu, tetap tidak berani bersuara, bahwa film itu kebohongan belaka."
sebab sama saja menyatakan adegan para korban yang mati diberondong peluru Cakrabirawa dengan kekejaman luar biasa dalam peristiwa G30S/PKI yaitu ke-enam jenderal; Piere Tendean; Ade Irma Suryani yang masih balita; dan KS Tubun adalah bohong.

Ketiga, bila kita mengabaikan fakta bahwa kata pengantar Anda tidak menjelaskan bagian mana dari film yang bohong sehingga pembaca yang tidak paham sejarah akan menyimpulkan seluruh film adalah fiksi, tetap saja mengingat durasi film G30S/PKI adalah 271 menit, dan adegan penyiksaan di Lubang Buaya mengambil porsi kurang lebih 10 s.d. 15 menit membuat adegan 256 menit yang tersisa ikut bohong tetap saja tidak dapat dibenarkan.

Jadi pertanyaan akan saya ulangi kembali, bila seluruh narasi Penghianatan G30S/PKI adalah kebohongan belaka, apakah ke-enam jenderal; Piere Tendean; Ade Irma Suryani; dan KS Tubun dalam kehidupan nyata tidak dihabisi oleh Cakrabirawa pimpinan Letkol Untung; Brigjend Soepardjo; Kolonel Latief serta PKI tidak memiliki Biro Chusus pimpinan Syam yang tujuannya menginflitrasi angkatan bersenjata?

Subjektivitas Imelda Bachtiar

Selanjutnya pada bagian lain Artikel Jawaban Imelda Bachtiar menulis:

"Anda kembali salah menyimpulkan. Anda menyimpulkan itu dari tujuan keluarga besar Jenderal Pranoto ketika menyerahkan naskah tulisan tangan ayahnya ini kepada Penerbit Buku Kompas. Memang itulah tujuan keluarga: menceritakan kejadian sesungguhnya seputar Peristiwa 30 September 1965 tentang bagaimana posisi dan aktivitas Jenderal Pranoto, sekalian meluruskan sejarah dan merehabilitasi namanya."

Tanggapan saya singkat, kesimpulan saya tidak salah karena pernyataan saya: "Imelda Bachtiar menyatakan bahwa buku ini dibuat untuk menceritakan kejadian sesungguhnya Peristiwa 30 September 1965 sehingga masyarakat tahu bahwa tuduhan dia terlibat G30S/PKI hanya fitnah" adalah paraphrasing dari tiga paragraf terakhir Kata Pengantar yang Anda tulis (halaman xxvi) yang dimulai dengan kata: "Catatan-catatan ini, MENURUT SAYA..." [Kapitalisasi oleh saya untuk penekanan]. Dengan kata lain tiga paragraf terakhir adalah pandangan pribadi Anda terhadap tulisan-tulisan Pranowo Reksosmadoro dan saya kutip:

"Juga amat menarik, kisah persahabatan dua tentara juang muda, Pranoto dan Soeharto, yang terkikis karena perbedaan prinsip hidup. Klimaksnya, karena dendam pribadi itulah Pranoto difitnah, dijerumuskan, disingkirkan dari karier kemiliteran Indonesia yang turut dia bangun, dengan mendompleng pada Tragedi 30 September 1965. Sekali lagi, kisah-kisah ini tak diragukan keasliannya, karena berasal dari tulisan-tulisan tangan sang pemilik kisah."

Saya percaya Anda tidak merubah isi tulisan tangan Pranoto, dan masalah subjektivitas tulisan Pranoto saya juga setuju dan memang wajar tulisan pembelaan diri subjektif, namun dalam kalimat Anda yang saya kutip di atas jelas mencerminkan bahwa kalimat tersebut adalah kesimpulan atau persetujuan Anda bahwa Pranoto memang difitnah dengan mendompleng G30S/PKI sebab berulang kali saya baca tapi tidak ada pesan bahwa paragraf tersebut Anda ambil dari kesimpulan Pranoto dan bukan pandangan pribadi Anda.

Yoga Soegama vs. Pranoto Reksosamodro

Sebagaimana saya katakan bahwa tidak ada sudut pandang pelaku sejarah manapun yang pasti 100% benar atau 100% salah, karena seperti Anda pahami sering unsur subjektivitasnya sangat kental. Lalu bagaimana cara kita menyusun narasi sejarah? Salah satunya dengan mengkonstantir dengan fakta sejarah yang sudah tidak diperdebatkan lagi.

Dalam tulisan sebelumnya saya memberikan contoh soal pemecatan Kolonel Soeharto sebagai Panglima Divisi Diponegoro karena kasus barter gula dengan beras, dimana Pranoto sebagai Wakil Panglima saat itu menyatakan tidak tahu siapa yang melapor, sedangkan Yoga Soegama sebagai perwira intelijen Diponegoro saat itu dalam bukunya: Memori Jenderal Yoga menyatakan laporan dibuat oleh Pranoto dengan motivasi merebut dan memerahkan (memasukan pengaruh komunis) Kodam Diponegoro sehingga pengaruh PKI di Jawa Tengah bisa diperluas.

Sekarang bagaimana faktanya?

Pemimpin lapangan G30S/PKI adalah Letkol Untung dan Kolonel Latief, keduanya berasal dari Divisi Diponegoro; Pada epilog G30S/PKI pasukan dari Brawijaya menyerah kepada Kostrad namun pasukan Banteng Raiders dari Diponegoro menolak menyerah padahal Pangkostrad saat itu adalah mantan panglima mereka; setelah pengumuman G30S/PKI oleh Letkol Untung melalui RRI, perwira "merah" di Korem 072 yang berada di bawah Diponegoro membunuh komandan mereka, Kolonel Katamso Darmokusumo; pertahanan terakhir pasukan G30S/PKI atau PKI adalah kompleks Merapi-Merbabu di Jawa Tengah; dan DN Aidit kabur ke Jawa Tengah menjelang Halim diserbu pasukan RPKAD karena Jawa Tengah dianggap sebagai benteng pertahanan PKI.

Faktanya adalah mustahil Jawa Tengah jadi benteng komunis bila Kodam Diponegoro dipimpin oleh Soeharto dan kliknya yang sangat nasionalis dan anti komunis; dan elemen komunis Jawa Tengah pada masa Soeharto sulit bergerak terang-terangan.

Fakta sejarah di atas membuktikan bahwa pernyataan Yoga Soegama tentang komunisasi Jawa Tengah dan Diponegoro pada masa Kepanglimaan Pranoto Reksosamodro adalah benar, sehingga sulit untuk tidak membenarkan pernyataan Yoga bahwa pelapor barter gula adalah Pranoto Reksosamodro. Dengan demikian pernyataan Pranoto bahwa dia tidak tahu siapa yang melaporkan dalam memoar yang Anda sunting dan diterbitkan Kompas itu kemungkinan besar adalah bohong.

DN Aidit, CIA dan Supersemar

Perihal DN Aidit mengusulkan Pranoto sebagai caretaker Menpangad, terus terang saya tidak punya waktu untuk membongkar dan menelusuri arsip, literatur dan dokumen yang sangat banyak jumlahnya sekedar mencari informasi yang spesifik, namun hasil penelusuran sekilas saya menemukan dokumen Otokritik Brigjend Soepardjo yang dikirim kepada Omar Dhani pada akhir November 1966 yang isinya adalah analisa Brigjend Soepardjo terhadap kegagalan G30S/PKI. Soepardjo tentu saja adalah salah satu pemimpin utama G30S/PKI yang hadir di Halim dan keaslian dokumen tidak diragukan. Terkait penunjukan Pranoto pada angka 12, dia menjabarkan sebagai berikut:

"Pada saat itu sebetulnja situasipun belum terlalu terlambat. Ada tjelah2 dimana segera harus kita masuki dalam persoalan penundjukkan siapa jang mendjadi pengganti Pangad. Dari fihak Bung Karno mentjalonkan: Ibrahim Adjie, dan 2. Mursid. Dari FIHAK KITA mentjalonkan: Rukman, Pranoto dan Basuki Rachmat. Akhirnja disetujui Pranoto...bila Pranoto waktu itu tjekatan dan dapat menggunakan wewenang, maka situasi tidak akan seburuk ini...,"

[kapitalisasi oleh saya untuk penekanan].

Kendati saya tidak ada di Halim waktu itu tapi saya memiliki sumber tulisan orang yang terlibat dalam proses penunjukan Pranoto sebagai caretaker Menpangad dan yang bersangkutan langsung ada di tempat. Dengan demikian sudah cukup jelas bahwa Pranoto diusulkan oleh pihak G30S/PKI dan diharapkan bisa menyelamatkan mereka dari serangan balik Angkatan Darat yang sedang dikoordinir di Markas Kostrad.

Pranoto mengulas sedikit tentang dalang (sponsor) G30S/PKI adalah CIA dan Syam (halaman 186); dan mempertanyakan mengapa Soekarno demikian mudah memberikan Supersemar kepada jenderal-jenderal muda dan apakah ada yang terjadi sehingga Soekarno yang "politisi senior" itu gampang menyerah kepada tokoh militer "bau kencur"; dan apakah Supersemar yang beredar adalah asli (halaman 187 s.d. 188).

[Istilah dalam tanda kutip berasal dari saya]

Terkait CIA, mereka memang terlibat tapi pada masa epilog G30S/PKI dan sangat terbatas, yaitu memberikan dana; alat komunikasi dan daftar nama tokoh komunis yang mereka susun dari media massa kepada Kostrad. Prolog atau penyebab gerakan G30S/PKI adalah Soekarno; dinas intelijen Cekoslovakia; BPI pimpinan Soebandrio dan PKI, dengan penjelasan sebagai berikut:

- Soekarno: terjebak oleh Dokumen Gilchrist dan isu Dewan Jenderal yang merupakan propaganda disinformasi komunis, Soekarno memberi perintah kepada Letkol Untung, pahlawan selama penyerbuan ke Papua untuk melakukan "Pendaulatan" terhadap para anggota Dewan Jenderal, tanpa menyadari bahwa Untung sudah lama dibina oleh Biro Chusus PKI pimpinan Syam.

- Intelijen Cekoslovakia: berdasarkan kesaksian Vladislav Bittman, mantan intel Ceko kita mengetahui bahwa Dokumen Gilchrist adalah bagian dari operasi propaganda disinformasi bernama Operation Palmer, buatan Departemen D dinas Cekoslovakia pimpinan Mayor Louda berdasarkan perintah Jenderal Agayant dari Uni Soviet. Andrew Gilchrist adalah dubes Inggris sehingga pemalsunya harus memiliki kemampuan berbahasa Inggris dengan grammar anglo saxon resmi yang tinggal di Indonesia karena dokumen ini akan disebar di Indonesia.

Anda tahu di Indonesia saat itu tinggal Warga Negara Inggris komunis yang sebelumnya tinggal dan bekerja di organ kepemudaan Universitas Praha yang dikendalikan intelijen Cekoslovakia kemudian menikah dengan petinggi PKI dan belakangan bersama Njoto (Ketua Departemen Propaganda dan Agitasi PKI) menjadi penulis pidato Soekarno? Orang itu adalah Carmel Brickman yang setelah menikah dengan Suswondo Budiardjo dari PKI (ketahuan oleh Jenderal S. Parman menyelundupkan senjata ke Indonesia untuk persiapan G30S/PKI) itu dikenal sebagai Carmel Budiardjo.

Silakan hubungkan fakta tentang Carmel Budiardjo dengan fakta seputar Dokumen Gilchrist dan Operation Palmer.

- Soebandrio: isu Dewan Jenderal disebar oleh Soebandrio dan intelnya di BPI (silakan baca buku kesaksian AH Nasution tentang G30S/PKI yang tipis tapi mahal banget itu).

- PKI: PKI membuat berbagai organisasi sayap untuk menginflitrasi berbagai macam organisasi dan kelompok untuk mengkomuniskan mereka, seperti Biro Chusus untuk militer; Lekra untuk seniman dan budayawan, dll. Ketika Soekarno memberi perintah kepada Untung untuk "mendaulat" Dewan Jenderal, PKI melihat kesempatan kudeta dengan menunggangi operasi Untung tersebut, maka lahirlah G30S/PKI yang sangat kacau dan tidak ada koordinasi itu.

Oh iya, Supersemar, diberikan Soekarno secara sukarela tanpa paksaan apapun, makanya di depan umum dia menyatakan berterima kasih kepada Jenderal Soeharto karena sudah menjalankan dengan baik (silakan lihat di Youtube). Supersemar hanya dipotong oleh Nasution pada bagian "melindungi Soekarno dan keluarga" ketika diadopsi oleh MPRS menjadi Tap MPRS sebab bila tidak dipotong maka Soeharto secara hukum akan diwajibkan untuk melindungi Soekarno dari proses impeachment.

Asvi, Nani, dan Stanley

Asvi

Gelar akademik Asvi Warman Adam bukan jaminan dia akan menghasilkan karya tulis bermutu, apalagi faktanya dia melakukan kesalahan paling fatal yang bisa dilakukan sejarahwan yaitu menulis narasi sejarah berdasarkan preferensi like and dislike dan kentara sekali niatan mendistorsi sejarah demi membersihkan nama Soekarno dengan menjatuhkan Soeharto. Saya pernah membeli beberapa buku tulisannya, dan maaf saja selesai membaca langsung saya taruh di tempat yang layak, trash bin.

Contoh kegagalan Asvi sebagai sejarahwan yang objektif bisa dilihat kata pengantarnya di buku biograsi Soekarno edisi revisi yang mana dia menjelaskan pada edisi terjemahan sebelumnya yang terbit tahun 1966 terdapat usaha mendiskriditkan Soekarno dengan menghilangkan peran Hatta dalam Proklamasi seolah Soekarno itu tidak tahu diri dan jahat. Siapa penjahat menurut Asvi? Siapa lagi Orde Baru dan Soeharto, tokoh antagonis utama dalam setiap dongeng berlatar belakang sejarah yang ditulis Asvi Warman Adam.

Faktanya bagaimana? Dari tulisan Iwan Simatupang, budayawan yang hidup zaman PKI sedang jaya terungkap fakta bahwa organisasi pemuda PKI memang anti Muhammad Hatta karena sikapnya yang anti PKI sehingga beberapa kali organisasi pemuda itu merazia gedung negara dan menghancurkan patung kepala Bung Hatta. Selain itu ucapan selamat menyambut dirgahayu kemerdekaan Indonesia dalam Harian Rakyat milik PKI dan dikelola Lekra dan Pemuda Rakyat hanya ada nama Soekarno di kolom proklamator. Kenapa Asvi tidak bahas ini? Tidak tahu atau disembunyikan?

Dr. Nani

Saya sudah membeli dan membaca buku Dr. Nani tersebut, karena itulah saya hanya bisa menghela nafas melihat foto Dr. Nani di sebelah Carmel Budiardjo. Namun saya tidak berkomentar banyak karena menghormati pilihan Dr. Nani sebagai korban G30S/PKI.

Hanya saya menyayangkan bahwa dia termakan propaganda agitasi untuk mendistorsi sejarah dari mantan komunis dan apologis komunis dan menyatakan PKI juga korban sesuai arahan propagandis komunis sebagaimana dilancarkan oleh ISAI (Goenawan Mohamad); Hasta Mitra (Pramoedya Ananta Toer dan trio PKI pendiri Hasta Mitra); dan Tapol UK (Carmel Budiardjo).

Khusus Tapol, pekerjaan Carmel sejak dideportasi ke Inggris adalah mendiskriditkan dan menghancurkan reputasi Indonesia, misalnya dengan pembuatan film The Act of Killing alias Jagal oleh Joshua Oppenheimer yang membuat filmnya dengan menipu itu.

Stanley

Sama seperti Asvi Warman Adam, hanya karena Stanley wartawan senior yang mantan komisioner Komnas HAM tidak membuat dia kredibel berbicara mengenai PKI terutama G30S/PKI, buktinya dalam buku memoar Pranoto dia menulis bahwa "Soeharto melakukan insubordinasi terhadap semua perintah Pranoto..,"

Pernyataan di atas membuktikan: Stanley tidak tahu budaya angkatan darat saat itu adalah Soeharto adalah pengganti Ahmad Yani bila berhalangan; dan keesokan harinya dalam pertemuan di Bogor dia berniat menyerahkan komando kepada Pranoto dan mengatakan setelah itu sudah tidak bertanggung jawab atas keamanan lagi. Penyerahan komando ini ditolak Soekarno yang menunjuk Soeharto sebagai Menpangad untuk urusan teknis dan Pranoto untuk urusan administrasi. Jadi bagian mana yang insubordinasi? Terbukti Stanley memang asal bunyi saja.

0 comments:

Post a Comment