Kloningan

Thursday, April 24, 2014

Jakarta, Solo, Lampung dan Talangsari

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Dalam pencitraannya menggunakan atribut Gubernur DKI Jakarta di Lampung beberapa hari lalu, Jokowi membuat pernyataan bernada super populis, yaitu dia mau membagi kesejahteraan Jakarta ke daerah lain di Indonesia. Hebat kan? Mantap kan? Keren kan? Tapi masalahnya ada dua, pertama, belum tentu Jokowi akan meneruskan jabatan sebagai Gubernur DKI; dan kedua, kalaupun setelah lewat pilpres dia tetap di Balai Kota namun kapasitas dan kapabilitas Jokowi sangat meragukan.

Untuk masalah pertama jelas Jokowi ada kemungkinan terpilih menjadi presiden Indonesia, sedangkan masalah kedua Jokowi terbukti membuat Solo dan Jakarta semakin miskin, lantas bagaimana dia bisa berharap mensejahterahkan daerah lain? Berhayal dan mimpi indah boleh tapi harus ada batasnya, kalau tidak jatuhnya memalukan nusa bangsa.

Sangat luar biasa bukan prestasi 1,5 tahun Jokowi di Jakarta? Dalam periode itu bukan saja dia sukses menghamburkan Rp. 1,7trilyun untuk bus transjakarta berkarat tapi juga meningkatkan jumlah orang miskin di Jakarta secara signifikan. Tentu saja seperti biasa Jokowi beralasan hal tersebut terjadi karena kesalahan pemerintah pusat. Alasan yang tidak baru apalagi orisinil, semua hal baik seperti meningkatnya pendapatan daerah di Jakarta dari pajak adalah jasa Jokowi sedangkan sunset policy pemerintah pusat tidak berdampak apapun, sedangkan meningkatnya kemiskinan di Jakarta adalah salah pemerintah pusat sedangkan kenaikan NJOP dan PBB sebesar 300% dari Jokowi sama sekali tidak berdampak apapun.

Sudah lah, omong kosong Jokowi dapat mensejahterakan rakyat Indonesia dan mendorong pemerataan pendapatan bila dia dua kali membuat kota yang dipimpinnya semakin miskin. Jadi ketika di Lampung ketimbang berbicara mengenai hal-hal yang tidak akan terjadi seperti Jokowi memberantas monopoli ayam potong sampai memeratakan pendapatan, sehingga lebih baik Jokowi bercerita hal yang pasti-pasti saja, misalnya pembantaian talangsari Lampung oleh pelindung Jokowi Hendropriyono dan intelijen kesayangan Megawati misalnya.

Kita tahu bahwa Peristiwa Talangsari adalah salah satu pelanggaran HAM berat yang dipimpin oleh AM Hendropriyono, intelijen kesayangan Megawati. Tahun 2000 sebenarnya Hendropriyono sudah menawarkan islah kepada penduduk Talangsari tapi ditolak. Penduduk Talangsari dan didukung oleh Komnas HAM menuntut Hendropriyono dibawa ke Pengadilan HAM namun tidak digubris Megawati dan Mega malah mengangkatnya menjadi kepala BIN. Menjelang lengsernya Mega terjadilah pembunuhan terhadap Munir yang berkaitan dengan Hendropriyono dan Mega.

Ini adalah topik yang seharusnya disampaikan oleh Jokowi di Lampung sesuai agenda PDIP Pro Jokowi untuk menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu. Tentu saja tidak boleh berhenti di Talangsari, tapi juga harus diselidiki keterlibatan pendukung Jokowi dan intelijen Mega tersebut pada Peristiwa 27 Juli 1996, Kerusuhan Mei 1998 dan berbagai kerusuhan pada era Gus Dur. Pertanyaannya tentu saja, apakah Jokowi dan PDIP Projo berani membawa Hendropriyono dan Megawati ke meja Pengadilan HAM?

Dari dulu saya sudah mengatakan tim kampanye Jokowi memang kurang cerdas sehingga sering mau menyerang orang tapi tidak sadar serangan tersebut bisa berbalik ke diri Jokowi. Misalnya menyerang Prabowo dengan isu kuda, ternyata Jokowi juga suka naik Kuda; atau menyerang Prabowo dengan isu HAM, tapi pendukung terkuat Jokowi ternyata adalah salah satu pelaku pelanggaran HAM paling berdarah di masa lalu.

Sekarang kita lihat saja apakah PDIP Projo dan Seknas Jokowi benar menempatkan perkataan mereka tentang penyelidikan pelanggaran HAM masa lalu secara konsisten dan konsekuen.

0 comments:

Post a Comment