Kloningan

Saturday, December 12, 2015

Sejarah Rahasia Iluminati (25)

Leave a Comment
Shalahuddin jelas marah besar mengetahui pihak Kristen merobek-robek perjanjian damai tersebut. Ia segera menyiagakan dan memimpin sendiri 200.000 pasukannya berangkat dari Damaskus melintasi gurun untuk menyerang Kuil Kerak tempat Reynald de Cathillon tinggal.
Di Yerusalem, King Baldwin IV marah besar mendengar ulah Reynald dan Ridefort dengan pasukan Templarnya. Ia langsung mengadakan pertemuan besar di istananya. Di depan para Ksatria Templar yang berhadap-hadapan dengan Ksatria Hospitaler, dengan menahan kegeraman, dari balik topeng peraknya yang menyembunyikan wajahnya yang terus digerogoti lepra, King Baldwin IV menyatakan bahwa Shalahuddin beserta ribuan pasukannya dengan formasi siap tempur tengah bergerak menuju Kuil Kerak untuk menuntut balas atas kejadian yang dianggapnya sama sekali tidak bisa dibenarkan.
Para Ksatria Hospitaller yang memang tidak menyukai Ksatria Templar karena kesombongan ordo militer itu menyatakan Raja Yerusalem harus menyerahkan Reynald de Cathilon kepada Shalahudin untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Namun Guy de Lusignan yang menjadi juru bicara Ksatria Templar menolak dan bahkan dengan sengit mengatakan pihaknya sama sekali tidak takut dengan ancaman Shalahuddin dan siap berperang kapan pun jika  diperlukan.
Setelah berpikir sebentar, King Baldwin IV yang tengah sakit akhirnya menyatakan akan menemui Shalahuddin dan pasukannya sebelum mereka sampai di gerbang Kerak. Tiberias, sang penasehat Raja dari Ordo Ksatria Hospitaller (Ordo Saint John) mengatakan kepada Raja bahwa kesehatannya akan semakin memburuk jika Raja bersikeras memimpin sendiri. Setengah berbisik, King Baldwin IV berkata pada Tiberias, “Saya akan mengusahakan tidak terjadinya perang. Saya akan mencegat Shalahuddin sebelum ia tiba di Kerak.”
Akhirnya dengan ribuan pasukan yang membawa relik kayu Salib Suci, King Baldwin memimpin pasukan mencegat Shalahuddin. Tidak jauh dari gerbang Kuil Kerak, kedua pasukan itu bertemu dalam formasi saling berhadapan. Keadaan menjadi tegang. Panji-panji kedua belah pihak berkibaran di angkasa. Menampar-nampar udara diterpa angin gurun yang keras.
Kedua pasukan menghentikan gerak majunya. Mereka hanya dibatasi lautan pasir tidak lebih dari setengah kilometer. Diam tak bergerak. Dalam kesenyapan, Shalahuddin maju mengendarai kuda ke tengah dan diikuti oleh King Baldwin IV yang tidak bisa memacu kudanya karena tengah sakit. Mereka bertemu di tengah, diapit dua pasukan besar yang telah siap menghunus pedang dan tombak. Regu pemanah pun telah bersiaga di belakang pasukan pendobrak.
Setelah mengucapkan salam dan permintaan maaf, King Baldwin IV segera menyatakan kepada Shalahuddin bahwa pihaknya sama sekali tidak ingin merobek-robek perjanjian damai yang telah disepakati bersama, apalagi mengobarkan peperangan. Baldwin juga mengatakan kepada Shalahuddin bahwa Reynald de Cathillon akan segera menerima hukuman yang adil atas perbuatannya itu.
Sebagai panglima yang penuh harga diri, Shalahuddin akhirnya menerima permintaan maaf tersebut dan meminta jaminan kepada King Baldwin IV bahwa Reynald akan benar-benar dijatuhi hukuman yang setimpal. King Baldwin mengangguk lemah. Setelah mengucapkan salam, kedua pemimpin tersebut kembali ke pasukannya masing-masing. Perang besar hari itu bisa dihindarkan.
Shalahuddin dan pasukannya kembali ke Damaskus. Sedangkan Raja Yerusalem memasuki Kuil Kerak yang segera disambut dengan muka teramat manis dari Reynald de Cathillon. Dihadapan Ksatria Templar yang ada di Kuil Kerak, juga disaksikan Gerard de Ridefort, Raja Yerusalem mengadili Reynald dan akhirnya membawanya untuk dipenjara di Yerusalem. Guy tidak bisa berbuat apa-apa atas kejadian ini.
Setibanya di Istana, King Baldwin IV bahkan hendak menangkap iparnya sendiri, Guy de Lusignan, dan menceraikannya dengan Sybilla. Menurut rencana yang disusun bersama Tiberias, setelah lepas dari Guy, maka Sybilla akan dinikahkan dengan Bylian of Ibelin, anak dari dari Godfrey of Ibelin. Namun dengan alasannya sendiri, Bylian menolak secara halus sehingga Guy tidak jadi ditangkap.
Bulan berbilang bulan, kesehatan King Baldwin IV semakin memburuk. Pada tahun 1186 akhirnya King Baldwin IV meninggal dunia. Guy akhirnya dilantik menjadi Raja Yerusalem. Pelantikannya ini diboikot oleh Ksatria Hospitaller. Usai dilantik, Guy membebaskan Reynald seraya menitip pesan agar Reynald mencari cara supaya Shalahuddin mau berperang dengannya.
“Give me a war!” pesan Guy. Reynald sangat senang mendengar pesan ini dan segera menghimpun pasukannya sendiri untuk menyerang satu pemukiman orang-orang Arab, di mana adik kandung perempuan Shalahuddin tinggal di sana. Serangan dilakukan secepat kilat. Mayat-mayat orang Arab bergelimpangan di mana-mana. Reynald lalu menghampiri adik perempuan Shalahuddin dan mencampakkan jilbabnya. Perempuan itu lalu ditangkap dan dibawa ke Yerusalem.
Guy sangat puas atas hasil kerja Reynald dengan pasukan Templarnya itu. Tidak lama kemudian, datanglah utusan Shalahuddin ke Yerusalem dan menghadapnya. Di depan Raja Yerusalem yang baru, utusan Shalahuddin dengan tegas meminta agar Guy membebaskan adik perempuan Shalahuddin. Namun jawaban Guy sungguh di luar dugaan. Secepat kilat Guy mencabut pedangnya dan menebas leher utusan tersebut.
“Bawa kepalanya kepada Shalahuddin di Damaskus!” perintahnya pada utusan Shalahuddin yang segera memacu kudanya untuk kembali ke Damaskus. Guy lalu memerintahkan semua pasukan Salib untuk bersiap menyerang Shalahuddin, sebelum mereka mendekati Yerusalem.
PERTEMPURAN HATTIN
Saat cakrawala baru menghiasi langit timur Yerusalem, Guy de Lusignan bersama Ksatria Templarnya dan ribuan ksatria Salib lainnya berbaris menuju utara untuk menghadang pasukan Shalahuddin. Hari itu tanggal 3 Juli 1187. Selain membawa perlengkapan perang dan baju besi, Ksatria Templar juga membawa relik pusaka Salib Suci (yang diyakini sebagai tiang kayu untuk menyalib Yesus) dengan harapan agar Tuhan bersama pasukan itu.
Bylian of Ibelin yang tidak sepaham dengan Guy menolak bergabung dengan pasukan besar dan memilih untuk tetap tinggal di Yerusalem mempertahankan kota suci itu bersama sisa pasukan dari Ibelin yang berada di bawah komandonya dan warga sipil. Patriarch Yerusalem sebagai wakil Paus juga bersama Bylian. Demikian pula Sybilla dan Tiberius.
Yang terakhir ini, saat Guy dan pasukannya berangkat, memilih untuk meninggalkan Yerusalem dan kembali ke Cyprus. “Awalnya kami merasa perang ini untuk mengharumkan nama Tuhan, tapi sekarang kami sadar, perang ini hanyalah untuk mencari kekayaan dan popularitas,” tegas Tiberias.
“Shalahuddin senantiasa membawa pasukannya dari sumber mata air yang satu ke sumber mata air lainnya,” ujar Baylian ketika menolak ikut rombongan Guy de Lusignan.  Tapi Guy sudah kemaruk keangkuhan sehingga tidak lagi memperhitungkan sisi teknis kemiliteran yang dipelajarinya. Parahnya lagi, Grand Master Templar, Gerard de Ridefort juga tidak mengingatkan Guy, bahkan ia ikut serta dalam pasukannya.
Jadilah pasukan Salib berjalan di bawah teriknya sinar matahari gurun. Setelah berjalan bermil-mil di bawah sengatan panas, pasukan Salib pun mulai kepayahan. Apalagi sepanjang perjalanan tidak satu pun sumber air yang ditemukan. Satu persatu dari mereka akhirnya terjatuh dari kuda dan bergelimpangan di gurun pasir. Penderitaan yang amat sangat dirasakan pasukan Salib yang mengenakan baju besi. Seharian penuh mereka berjalan tanpa menemukan air. Akhirnya ketika matahari telah condong ke barat, mereka tiba di sebuah dataran tinggi di bawah tanduk Hattin.
Panas memang telah hilang, namun dahaga tetap tidak tertahankan. Di tempat persiapan ini pun pasukan Salib sama sekali tidak menemui sumber mata air. Mereka mulai dihinggapi frustasi dan ketakutan. Bayang-bayang kekalahan pun mulai menghinggapi perasaan mereka. Di bawah dataran tinggi, ribuan pasukan Shalahuddin sudah membuat kemah. Mereka tampak segar karena menguasai sumber mata air.
Malam itu pasukan Salib tidak bisa tidur. Setelah seharian berjalan di atas gurun yang terik, tanpa menemukan sumber mata air, kerongkongan mereka terasa begitu kering dan terbakar. Beberapa dari mereka menjadi gila. Berteriak-teriak histeris menuruni dataran tinggi, meluncur menuju dataran rendah tempat pasukan Muslim berkemah dan segera disambut kibasan pedang hingga ajal menjemput sebelum bertempur.
Untuk menambah penderitaan pasukan Salib, pasukan Shalahuddin membakar rerumputan belukar yang ada di sekitar perkemahan. Seluruh kawasan perbukitan itu menyala dan menambah panas dataran diatasnya yang dihuni pasukan Salib. Malam itu berubah menjadi neraka bagi Guy Lusignan dan pasukannya.
Usai shalat Subuh, 4 Juli 1187, pasukan Shalahuddin mengepung rapat posisi pasukan Salib. Pengepungan dilakukan dalam arti sesungguhnya. Seluruh pasukan Shalahuddin melingkari perbukitan itu dengan badannya. Tangan mereka telah siap menghunus pedang dan tombak. Bukan saja satu lapis, tapi berlapis-lapis dengan pasukan panah berada di barisan belakang.
Ketika fajar menyingsing menyinari Tanduk Hattin, serunai dari pihak pasukan Muslim pun ditiup tanda serangan dimulai. Bunyinya membuat pasukan Salib bergidik bagai terompet kematian. Pasukan Salib yang terkepung melawan dengan membabi-buta dan balas menyerang dengan sisa tenaga yang masih ada. Melihat hal tersebut, pasukan Muslim malah membuka barisan depan dan membentuk fomasi huruf ‘U’. Mereka membiarkan pasukan Salib lewat dan setelah pasukan Salib sampai ke tengah, bukaan itu ditutup kembali, mirip dengan strategi capit kepiting. Satu demi satu pasukan Salib rubuh ke tanah. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)

0 comments:

Post a Comment