Kloningan

Saturday, December 12, 2015

Sejarah Rahasia Iluminati (30)

Leave a Comment
Paus berikutnya, Benedictus XI juga menolak dan tidak lama kemudian juga meninggal tiba-tiba. Menurut kabar yang santer terdengar, Paus Benedictus XI itu meninggal karena diracun oleh orang suruhan Le Bel. Kemudian pada pencalonan Paus berikutnya, Phillipe le Bel bersikap pro-aktif dan mencalonkan seorang Uskup dari Bordeaux. Dengan segenap upayanya, Uskup dari Bordeaux itu akhirnya terpilih menjabat Paus yang baru dengan nama Paus Clement V. Karena merasa berutang budi inilah, akhirnya Clemens V memenuhi tuntutan Phillipe untuk menumpas kaum Templar.
Paus yang baru ini juga memindahkan takhta kepausan ke Avignon. Mereka berdua dengan seluruh pasukannya kemudian menumpas habis Templar. Bahkan Paus Clement V mengeluarkan keputusan kepausan dengan nama Vox in Excelso (suara dari langit) yang melarang keberadaan Templar dengan tuduhan telah menyebarkan paham sesat dan menyimpang dari Gereja. Saat itu, hal ini merupakan sebuah tuduhan sangat serius yang berimplikasi satu: kematian, lewat siksaan yang teramat pedih.
Dalam interogasi, para Templar sembari disiksa dipaksa mengakui bahwa ordonya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Gereja dan mengajarkan bid’ah. Namun kabarnya Gereja tidak mendapatkan bukti yang kuat sehingga pada akhirnya hanya tiga tokoh Templar yang dituduh sesat langsung oleh Komisi Kepausan yaitu Jacques de Molay dan dua bawahan langsungnya. Mereka diharuskan menolak ajaran sesat mereka secara terbuka di muka umum.
De Molay menyatakan bahwa Ordo dan dirinya bersama kedua rekannya sama sekali tidak bersalah. Walau demikian mereka dibakar pada kayu salib di tahun 1314. Komisi Kepausan dikabarkan juga menemukan bahwa Ordo itu secara keseluruhan tidak sesat, meski ada bukti-bukti terisolasi tentang penyebaran ajaran sesat. Malah Komisi ini mendukung dipertahankannya ordo tersebut. Namun Paus Clement V, karena menghadapi opini umum yang kian menentang Ordo itu, akhirnya mengalah dan menekan Ordo tersebut.
Operasi penumpasan terhadap para Templar dilakukan dengan sangat cepat. Sehari sebelum Jum’at, 13 Oktober 1307, seluruh ksatria Phillipe yang mendapat bantuan dari Paus telah menyebar di lokasi-lokasi tempat Templar berkumpul. Seluruh persenjataan telah disiapkan. Masing-masing regu telah mengantongi sepucuk surat rahasia, bersegel, yang hanya boleh dibuka pada hari Jum’at dini hari, 13 Oktober 1307.  Saat fajar menyingsing, selutruh pasukan raja dan Paus bergerak cepat. Ini mirip dengan operasi Blitzkrieg ala Gestapo Hitler. Seluruh Templar diserang dan ditangkap. Kuil dan barang-barang mereka disita. Penangkapan terhadap Templar ini diikuti dengan penyiksaan brutal yang berakhir pada kematian.
Pada tahun 1312, secara resmi Paus Clement V mengeluarkan maklumat gereja yang memutuskan pembubaran Ordo Ksatria Templar. Pengejaran dan penangkapan terus dilakukan. Pada tahun 1314, Grand Master Ksatria Templar, Jacques de Molay berhasil ditangkap bersama Geoffroy de Charney yang menjadi pembimbingnya. Keduanya di tahan bersama anggota Templar lainnya di penjara bawah tanah di benteng Chinon.
Tidak lama kemudian, pada Maret 1314, Jacques de Molay segera dibakar hidup-hidup di tiang salib di depan umum hingga mati. Eksekusi ini dilakukan di Ille de la Cité, yang terketak di belakang Gereja Notre Dame, Paris. Saat api berkobar membakar tiang salib dan menyentuh kulit De Molay, dengan suara keras De Molay meneriakkan kutukannya kepada Phillipe le Bel dan Paus Clement V:
“Setahun setelah kematianku, kalian berdua, Phillipe le Bel dan Paus Clement, akan segera menyusulku menghadap Tuhan!.”
Entah karena sihir atau kebetulan belaka, sebulan setelah kematian De Molay, Paus Clement V menemui ajal akibat disentri yang parah. Sedang Phillipe le Bel mati tujuh bulan setelah De Molay tanpa pernah diketahui apa penyebabnya. Yang patut diingat, para Templar merupakan orang-orang yang sangat piawai dalam meracik racun.
Kesimpangsiuran opini para peneliti Barat tentang motivasi Phillipe le Bel dan Clement V menghabisi para Templar, juga proses hukuman terhadap ordo ini, menarik minat Harun Yahya yang meneliti informasi-informasi yang ada. Dalam karyanya yang berjudul “Ancaman Global Freemasonry”, Harun Yahya menulis, “Segolongan ahli sejarah cenderung melukiskan sidang pengadilan para Templar sebagai hasil konspirasi dari Raja Prancis, dan menggambarkan para ksatria itu tak bersalah atas segala dakwaan. Tetapi, cara interpretasi ini keliru dalam beberapa segi. Nesta H. Webster, ahli sejarah Inggris terkenal dengan begitu banyak mengetahui sejarah okultisme, menganalisis berbagai aspek ini dalam bukunya, ‘Secret Societies And Subversive Movements’. Menurut Webster, kecenderungan untuk melepaskan para Templar dari bid’ah yang mereka akui dalam masa pengadilan tidak tepat. Pertama, selama interogasi, walau secara umum terjadi, tidak semua Templar disiksa.”
Lagipula, tanya Harun Yahya, apakah pengakuan mereka tampak seperti hasil imajinasi murni orang-orang yang disiksa? Tentunya sukar dipercaya bahwa cerita tentang upacara pembaiatan — yang disampaikan dengan rinci oleh orang-orang di berbagai negara, dituturkan dalam kalimat yang berbeda, namun semuanya saling menyerupai — merupakan karangan semata-mata. Jika para korban dipaksa untuk mengarang-ngarang, cerita mereka tentu akan saling bertentangan; segala macam ritus liar dan fantastis diteriakkan dengan penuh kesakitan untuk memenuhi tuntutan interogator mereka. Tetapi sebaliknya, masing-masing tampak seperti mendeskripsikan upacara yang sama, baik lengkap maupun tidak, dengan sentuhan personal si pembicara, dan pada dasarnya semua cerita tersebut cocok.

Bagaimanapun juga, sidang pengadilan para Templar berakhir dengan tumpasnya ordo tersebut. Tetapi, walaupun sudah dibubarkan “secara resmi”, ia tidak benar-benar musnah. Selama penangkapan tiba-tiba pada tahun 1307, beberapa Templar lolos, dan berhasil menutupi jejak mereka. Mereka melarikan diri keluar dari Perancis atau bersembunyi di wilayah yang dianggap aman.
Para Templar yang melarikan diri keluar dari Perancis memilih bersembunyi di Skotlandia. Skotlandia pada saat itu merupakan satu-satunya kerajaan di Eropa yang tidak mengakui kekuasaan Gereja Katolik. Raja Skotlandia, King Robert The Bruce, dengan tangan terbuka menyambut mereka dan menyembunyikannya ke dalam organisasi-organisasi buruh atau serikat pekerja terpenting di Kepulauan Inggris abad pertengahan ini dan menyusupkan mereka ke dalam pemondokan-pemondokan para tukang batu yang disebut Mason. Inilah cikal bakal berubahnya nama Ksatria Templar menjadi Mason, yang lebih popular disebut Freemasonry.
Selain Skotlandia, beberapa negara Eropa lainnya juga menjadi tujuan pelarian para Templar itu. Para Templar yang melarikan diri ke Portugal bersembunyi di wilayah itu dan mengubah nama ordo mereka menjadi Knights of Christ Order (Ordo Ksatria Kristus). Di kemudian hari, pelarian Templar yang berada di Portugal ini, dan juga Spanyol, mengganti kuda-kuda mereka dengan kapal-kapal layar besar yang dilengkapi dengan meriam. Penjelajah Portugis, Vasco da Gama, merupakan anggota dari Ordo Ksatria Kristus ini.
Mereka yang lari ke Malta, sebuah pulau kecil di ujung selatan Italia, sempat menutup diri dan mengubah semua bentuk keksatriaan mereka. Beberapa tahun kemudian, pelarian Templar ini dikenal sebagaiKnights of Rhodes atau yang lebih dikenal dengan sebutan Knights of Malta. Ksatria Malta ini sekarang dikenal sebagai ordo dalam kekristenan yang banyak mendirikan rumah-rumah sakit di berbagai negara dan wilayah di seluruh dunia. Mereka memiliki Grand Masternya sendiri yang masih ada hingga sekarang.
Di Inggris, King Edward II tidak begitu percaya bahwa Ordo Templar bersalah seperti yang telah dituduhkan Gereja. Bahkan King Edward II sampai berdebat sengit dengan Paus mengenai hal itu. Ia kemudian menolak mentah-mentah ketika Paus memerintahkan dirinya untuk melakukan pengejaran dan pembasmian para Templar.
Di Jerman, sebuah peristiwa dramatis terjadi. Grand Master Ordo Templar Jerman, Hudo von Gumbach, tiba-tiba masuk ke ruang sidang konsili yang diselenggarakan oleh Uskup Agung Metz. Hugo von Gumbach mengenakan pakaian tempur dan bersenjata lengkap. Ia dikawan 20 Ksatria Tempar terpilih yang juga mengenakan baju perang dan bersenjata lengkap.
Di depan peserta konsili, Hugo dengan lantang berteriak bahwa Paus adalah setan yang harus ditumbangkan dan Ordo Templar sama sekali tidak mempunyai salah atau pun dosa. Kepada semua peserta konsili, Hugo bahkan menantang bahwa mereka siap berkelahi sampai titik darah penghabisan untuk membela keyakinannya. Kesunyian begitu mencekam. Dalam kesunyian itu, Uskup agung Metz kemudian berjanji akan mengeluarkan keputusan yang baik bagi Templar keesokan harinya. Hugo dan pasukannya pun keluar ruangan. Keesokan harinya, para ksatria Templar Jerman dinyatakan tidak bersalah.
Di Aragon dan Castile, para Uskup menggelar sidang bohong-bohongan yang kemudian juga mengeluarkan pernyataan bahwa para Templar tidak bersalah. Walau demikian, untuk juga menghargai para Uskup local, maka para Templar pun bertindak kooperatif dengan berpura-pura menanggalkan keyakinan mereka, masuk Kristen, atau pun melakukan perjalanan untuk hidup di tempat yang baru.  (Bersambung/Rizki Ridyasmara)

0 comments:

Post a Comment