Kloningan

Saturday, December 12, 2015

Sejarah Rahasia Iluminati: Dinasti Tameng Merah Bakar Perancis (47)

Leave a Comment
Rothschild I meninggal dunia pada 19 September 1812. Beberapa hari sebelum mangkat, ia menulis sebuah surat wasiat yang antara lain berbunyi:
  • Hanya keturunan laki-laki yang diperbolehkan berbisnis. Semua posisi kunci harus dipegang oleh keluarga.
  • Anggota keluarga hanya boleh mengawini saudara sepupu sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman). Dengan demikian harta kekayaan  keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini dipegang ketat, tapi ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan sebagai pengusaha dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya boleh mengawini anggota-anggota terpilih.[1]
Dinasti Rothschild tidak punya sahabat atau sekutu sejati. Baginya, sahabat adalah mereka yang menguntungkan kantongnya. Jika tidak lagi menguntungkan maka ia sudah menjadi bagian masa lalu dan dimasukkan ke dalam tong sampah.
Pangeran Wilhelm sendiri akhirnya dilupakan oleh Rothschild setelah ia berhasil menilep uangnya. Ketika Inggris dan Perancis berperang dengan memblokade pantai lawan masing-masing, hanya armada Rothschild yang bebas keluar masuk pelabuhan karena Rothschild telah membiayai kedua pihak yang berperang tersebut.
INTELIJEN BISNIS ROTHSCHILD
Bisnis adalah perang dalam medan pertempuran yang berbeda. Hal ini telah begitu diresapi oleh setiap pengusaha sejak dahulu hingga sekarang. Demikian pula dengan Dinasti Rothschild. Bahkan sistem intelijen bisnis bisa dibilang berasal dari bisnis  keluarga ini.
Awalnya adalah surat-menyurat antara anak-anak Rothschild yang masing-masing mengepalai kantor cabang di beberapa kota besar Eropa. Mula-mula, mereka memakai jasa kurir khusus yang bertugas menyampaikan segala surat-surat dan dokumen lainnya. Namun lama-kelamaan, jaringan kurir ini berkembang menjadi lebih efisien, efektif, dan aman. Frederich Morton menggambarkan jaringan kurir Rothschild ini,
“Kereta-kereta Rothschild meluncur di jalan-jalan darat; perahu-perahu layar Rothschild bolak-balik di Selat Channel; agen-agen Rothschild bergerak cepat dalam bayangan di jalan-jalan. Mereka membawa uang tunai, surat-surat berharga, laporan, dan berita. Di atas segala-galanya—ialah berita-berita ekslusif mutakhir yang diproses dengan kecepatan tinggi di pasar saham dan bursa komoditas. Dan tidak ada berita yang lebih berharga daripada hasil akhir Waterloo…”[2]
Seluruh surat-surat yang dibuat oleh keluarga Rothschild niscaya tidak akan bisa dibaca oleh orang yang tidak berhak karena surat-surat mereka ditulis dengan cara khusus, ditulis dengan bahasa Ibrani namun dengan structure Jerman, ditambah dengan penggunaan kode-kode tertentu yang hanya bisa dipecahkan jika kita memiliki kuncinya.
Jangankan pihak musuh, agen-agen Rothschild saja tidak semuanya yang memiliki keahlian membaca surat berkode tersebut. Kuat dugaan, penulisan surat berkode seperti ini yang dilakukan Dinasti Rothschild mengikuti sistem surat-menyurat yang biasa dilakukan para Ksatria Templar untuk komunikasi antar jaringan mereka di Eropa.
Dalam bisnis keuangannya, seperti yang sudah kita singgung di muka, para Templar membuat surat berharga untuk para nasabahnya yang berbentuk sebuah dokumen yang berisi sandi-sandi dan kode-kode rahasia yang begitu rumit, yang hanya bisa dipecahkan oleh angggota Templar sendiri yang memang memiliki keahlian untuk itu.
Pada Palagan Waterloo, jaringan intelijen bisnis Rothschild menuai hasil yang luar biasa. Ini membuktikan bahwa informasi merupakan senjata yang sangat vital bagi suatu pengambilan keputusan. Bisa jadi, itu sebabnya ada kalimat yang mengatakan, “Informasi itu mahal.”
GELOMBANG REVOLUSI PERANCIS
Mirabueau
Perancis secara perlahan namun pasti mulai ‘terbakar’. Konspirasi mulai menanamkan rasa kebencian rakyat Perancis kepada penguasa kerajaannya. Lewat berbagai media massa dan mesin cetak yang dimiliki, Konspirasi meniup-niupkan keburukan-keburukan yang dilakukan pihak kerajaan dan juga Gereja Katolik. Mesin-mesin cetak mereka terus bekerja siang malam mencetak selebaran-selebaran yang membakar Perancis. Apalagi pihak penguasa Perancis kala itu memang banyak kelemahan.
Menurut para sejarahwan yang meneliti sebab-sebab timbulnya Revolusi Perancis, sejumlah faktor dianggap menjadi penyebab dari peristiwa besar ini. Antara lain: The Ancient Regime, orde lama, dianggap terlalu konservatif dan kaku dalam menghadapi perkembangan dunia yang cepat berubah, selain itu kelompok Borjuis yang baru tumbuh di Perancis juga tengah berambisi untuk naik ke pentas kekuasaan, belum lagi keputus-asaan yang melanda rakyat kecil Perancis yang tengah  menghadapi situasi yang sangat tidak menentu, hal ini dirasakan oleh kaum petani, para buruh, dan individu dari semua kelas yang merasa disakiti.
Massa rakyat yang jumlahnya jauh lebih banyak ini telah merasa sangat jemu dan siap kapan pun untuk bergerak bersama, melepaskan segala atribut, untuk bersatu-padu dalam sebuah gerakan massa untuk menghancurkan orde lama dan menggantinya dengan orang-orang baru yang dianggap mampu untuk membawa Perancis ke kehidupan yang lebih baik. Mereka sudah siap untuk menyambut datangnya cakrawala baru di Perancis.
Selain itu, posisi keuangan kerajaan juga sudah bangkrut karena utang yang menggunung kepada para pemilik modal Yahudi yang tak lain dan tak bukan adalah para Konspirasi. Salah satu sebab dari utang yang menggunung ini, selain sektor perekonomian Eropa yang tak bagus juga akibat Perancis ikut membantu Revolusi Amerika, sebuah negara di seberang samudera yang baru lahir di bulan Juli 1776.
Persediaan makanan juga sangat tipis menyebabkan kelangkaan pangan terjadi di mana-mana. Kelaparan merebak, sedang institusi Gereja Katolik sama sekali tidak membantu apa pun untuk meringankan penderitaan rakyat. Rakyat Perancis menjadi amat kesal dan kebencian terhadap keluarga raja melebar menjadi kebencian terhadap Gereja Katolik. King Louis XVI sama sekali tidak mampu untuk berbuat apa-apa.
Inilah masa yang sangat ditunggu-tunggu pihak Konspirasi Yahudi Internasional. Semangat pembangkangan di kalangan massa rakyat sudah menyebar luas dan merata. Slogan-slogan Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraam menggema di seluruh udara Perancis. Perasaan yang sama juga dirasakan oleh kaum pedagang (borjuis) dan beberapa tokoh dari kalangan istana sendiri.
Perancis bagaikan sebuah bom waktu yang jarumnya terus bergerak cepat mendekati titik picu, detik demi detik, dan menghancurkan segala tatanan yang telah berusia tua. Apalagi jumlah anggota Freemasonry Perancis di tahun 1788, satu tahun sebelum rakyat Perancis menyerbu benteng penjara Bastille sebagai awal dari Revolusi Perancis, sudah mencapai seratus ribuan orang. Ini menjadi salah satu modal yang baik bagi Konspirasi.
Konspirasi pun sudah memilih orang untuk dijadikan pemimpin revolusi, yakni Comte de Mirabeau, seorang tokoh Perancis berdarah bangsawan  yang sangat besar pengaruhnya di istana, berdarah dingin dan seseorang yang selalu mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum bergerak atau berkata-kata, tidak perduli dengan nilai-nilai kesusilaan, dan satu lagi, Mirabeau merupakan seorang orator ulung yang dalam waktu singkat pidatonya mampu menyihir pendengarnya untuk terpaku diam di tempat, menangis, atau pun marah. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
[1] Frederich Morton; The Rothschilds’, Fawcett Crest, New York, 1961.
[2] Frederich Morton; ibid; hal. 94.

0 comments:

Post a Comment