Kloningan

Saturday, December 12, 2015

Sejarah Rahasia Iluminati: Jean Cocteau dan Kardinal Angelo Roncalli (58)

Leave a Comment
Jean Cocteau muda
Kita tahu, ‘John’ bermakna pada kecenderungan Jemaat Gereja Yohanit yang menuhankan Yohanes Kristus, sedangkan ‘Peter’ bermakna pada Jemaat Vatikan. Grand Master Biarawan Sion pertama saja, Jean de Gisors, pada tahun 1188 menggunakan gelar Jean II. Jean I diduga kuat dinisbahkan kepada Yohanes Kristus itu sendiri.
Nama Jean Cocteau yang muncul dalam daftar orang-orang yang diduga sebagai Grand Master Sion memakai gelar “Jean XXIII”. Leonardo Da Vinci sendiri memakai gelar “Jean IX”. Pada tahun 1959, ketika Cocteau masih memegang jabatan sebagai Grand Master, Paus Pius XII meninggal dunia dan digantikan dengan seorang paus baru, Kardinal Angelo Roncalli dari Venesia.
Seperti yang sudah-sudah, setiap paus baru yang dilantik bebas memilih gelar mereka sendiri. Entah mengapa, Kardinal Roncalli memilih nama ‘John XXIII’ dan hal ini membuat banyak tokoh Katolik cemas. Mereka menjadi bertanya-tanya mengapa gelar itu yang dipilih oleh Roncalli?
Bukankah nama John merupakan nama yang terkutuk karena nama tersebut telah digunakan pada awal abad ke-15 oleh seorang anti-paus. John XXIII, seseorang anti-paus itu telah diturunkan dari jabatannya pada tahun 1415. Ia adalah seorang uskup di Alet. Ketika Roncalli memakai gelar yang sama, tanda tanya besar kalangan Gereja menyertainya.
Di tahun 1976, sebuah buku misterius terbit di Italia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Judulnya “The Prophecies of Pope John XXIII” (Ramalan Paus John XXIII) yang berisi kumpulan prosa liris yang mengandung ramalan aneh yang diduga telah ditulis oleh Paus John XXIII (Angelo Roncalli) yang telah meninggal di tahun 1963. Anehnya lagi, Jean Cocteau sendiri juga meninggal di tahun 1963.
Menurut Baigent, “Isi buku itu tidak jelas dan dan melukiskan segala tafsiran yang luas.” Apakah buku itu memang karya Paus John XXIII? ‘Pendahuluan’ pada buku tersebut menyatakan bahwa buku itu adalah benar tulisan Paus John XXIII. Menariknya, buku tersebut juga mengatakan jika Paus John XXIII merupakan anggota dari Ordo Salib Mawar (Rose-Croix), yang selalu berhubungan dengan ordo tersebut saat menjabat Papal Nuncio bagi Turki di tahun 1935.
Pada peristiwa ‘Penebangan Pohon Elms’ yang memisahkan Ordo Sion dengan Ordo Templar, Biara Sion yang kemudian mengubah namanya menjadi Biarawan Sion telah menggunakan gelar tambahan ‘Kejujuran Salib Mawar’ (Rose-Croix Veritas). Sebab itu, Ordo Salib Mawar dicurigai sebagai nama lain dari “Biarawan Sion”. “Implikasinya sungguh menggoda! Ketika akan menjadi paus, Kardinal Roncalli memilih nama Grand Masternya sendiri, sehingga, demi alasan simbolis, akan ada dua John XXIII yang memimpin Sion dan Vatikan secara bersamaan,” ujar Baigent.
Jean Cocteu ‘John XXIII’ sebagai Grand Master Biarawan Sion dan Angelo Roncalli ‘John XXIII’ yang mengepalai Tahta Suci Vatikan. Keduanya pun meninggal dunia pada tahun yang sama: 1963. (!)
Kesamaan aneh ini juga bisa kita lihat pada sumbernya. Sekurangnya ada tiga sumber yang sama menunjukkan bahwa Jean Cocteau mengakhiri jabatan Grand Master Sion pada tahun 1963 yakni The Dossiers Secrets, The Priory Document, dan daftar para Grand Master Biarawan Sion versi Majalah Vaincare No.3, September 1989 (hal.22) yang dieditori oleh Thomas Plantard de Saint-Clair, orang yang diduga sama dengan Pierre Plantard. Ketiga versi ini menyebutkan nama-nama berbeda para Grand Master dalam setiap periodesasinya, namun untuk akhir periodesasi Grand Master Jean Cocteau, ketiganya sepakat: 1963.
Ada sebuah kejutan lagi tentang John XXIII. Pada abad ke-12, seorang biarawan Irlandia bernama Malachi mengumpulkan serangkaian ramalan yang sejenis dengan ramalan Nostrodamus. Dalam ramalan-ramalan tersebut, dikabarkan tanggapan penting dari Vatikan, termasuk paus ketika itu John-Paul II—Malachi menyebutkan para paus yang akan menggantikan tahta Saint Peter pada abad-abad mendatang. Untuk setiap paus, ia menawarkan sejenis motto deskriptif. Lalu, bagi John XXIII, motto tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis, yaitu ‘Pasteur et Nautonnier’ (Gembala dan Navigator).
Gelar resmi bagi orang-orang yang diduga Grand Master Sion juga ‘Nautonnier’. Suatu kebenaran yang menggaris-bawahi kebetulan yang aneh ini adalah ketika berkuasa, Paus John XXIII telah memperbaiki kedudukan Gereja terhadap Freemasonry dan mengeluarkan izin bagi seorang Katolik untuk menjadi anggota Freemasonry.[1] John XXIII ini juga bertanggungjawab atas reorientasi Gereja Katolik antara lain dengan mendirikan Dewan Vatikan yang para anggotanya berasal dari tokoh-tokoh Gereja Katolik seluruh dunia. Siapakah Paus John XXIII dan apakah ia benar seorang Freemason atau pun Biarawan Sion?
Sebuah film dokumenter yang diproduksi Vatikan memuat satu kisah khusus mengenai Paus John XXIII ini. Di Indonesia, Emperor Edutaintmen yang banyak mengedarkan film-film dokumenter tentang Kekristenan, mengedarkan film tersebut dalam format empat keeping VCD berjudul “The Bible: Pope John XXIII part 1 dan 2” (2004).
Dalam film tersebut dikisahkan bahwa Angelo Roncalli berasal dari Desa Sotto il Monto. Ia anak dari pasangan petani miskin Italia. Atas kebaikan pamannya, Angelo kecil bisa menempuh pendidikan di seminari untuk menjadi seorang pastur.
Tahun 1909 ia dikirim ke Bergamo, Italia, menjadi Sekretaris Pribadi Uskup Bergamo, Radini Tedeschi yang sering dipandang sinis oleh para kardinal Vatikan sebagai ‘Uskup Merah’ karena tindakannya yang sering memihak kaum sosialis Italia walau pun itu berarti penentangan secara tidak langsung pada Vatikan. Bagi Angelo Roncalli, Uskup Radini lebih dari sekadar majikan, tetapi sudah dianggap sebagai guru sekaligus ayahnya sendiri.
Tahun 1925 Pastor Roncalli diangkat oleh Vatikan menjadi uskup dan ditugaskan di Sofia, Bulgaria. Bulgaria merupakan suatu wilayah yang dikuasai Gereja Katolik Ortodoks yang saat itu dalam keadaan perang dingin dengan Vatikan.
Uskup Roncalli berusaha sekuat tenaga untuk membangun hubungan yang harmonis dengan Gereja Ortodoks. Bahkan saat gempa melanda Sofia dan menghancurkan Gereja Katolik Ortodoks, Roncalli membantu pembangunan gereja tersebut dengan dana hasil usahanya sendiri. Hasilnya pun kalangan Gereja Ortodoks bersikapo baik terhadap Roncalli. Vatikan tidak suka dan langsung menggantinya dengan Mgr. Mazzoli sebagai Uskup Sofia.
Tahun 1944 ia bertugas di Turki. Saat di Turki inilah Uskup Roncalli membebaskan orang-orang Yahudi yang memenuhi sejumlah gerbong kereta yang ditahan pihak Nazi-Jerman. Ribuan orang Yahudi selamat dari upaya pembunuhan yang ingin dilakukan Nazi dan memberi selamat kepada Roncalli. Salah seorang perempuan Yahudi memberikan sebuah kalung Bintang David seraya berkata kepada Roncalli, “Yesus juga seorang Yahudi.” Roncalli pun memberikan kalung salibnya kepada perempuan itu seraya tersenyum.
Tahun 1958 Paus XXII meninggal. Lewat suksesi yang ketat dan dipenuhi intrik sesama Kardinal Vatikan yang berambisi menjadi paus, akhirnya Roncalli terpilih menjadi Paus pada tanggal 28 Oktober 1958. Setelah menjadi paus, Roncalli menyatakan bahwa dirinya kini dipanggil dengan sebutan ‘Giovanni’ (‘John’ dalam bahasa Inggris).
Film itu tidak menyingung satu pun keterkaitan Roncalli atau Paus John XXIII dengan Freemasonry dan sebagainya. Hanya saja, kejadian di Istambul, Turki, tahun 1944, saat dia menyelamatkan ribuan orang Yahudi dari penangkapan Nazi-Jerman itu tentu didengar oleh para petinggi bangsa Yahudi dan kemudian ‘berterimakasih’ kepada Roncalli dengan sesuatu yang tidak biasa. Kedekatan Roncalli dengan Yahudi juga tergambar dengan jelas tatkala saat menjadi Paus John XXIII, ia mencabut larangan orang Katolik menjadi anggota Freemasonry.
Sebelumnya, orang-orang Katolik yang ingin menjadi anggota Freemason maka ia harus melakukannya dengan diam-diam, namun setelah Paus John XXIII mencabut larangan itu maka kini berbondong-bondonglah orang-orang Katolik menjadi anggota Freemasonry, tidak terkecuali para Yesuit yang begitu patuh pada institusi kepausan, mereka juga banyak yang menjadi anggota Freemasonry. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
[1] Michael Baigent, Leigh, dan Lincoln; The Holy Blood and The Holy Grail; hal. 186.

0 comments:

Post a Comment