Hari ini satu lagi sisi buruk seorang Jokowi terkuak ketika artikelnya yang dimuat media massa nasional bertemakan "Revolusi Mental" dan mencantumkan nama Jokowi sebagai penulis ternyata sebenarnya bukan ditulis oleh Jokowi melainkan oleh anggota timnya yang bertindak sebagai ghost writer.
Terhadap masalah ini Jokowi memang sempat mencari-cari alasan pembenar dengan mengatakan bahwa dia yang membuat poin-poin pembahasan dalam artikel; namun tentu saja sekali lagi logika ala Jokowi bertabrakan dengan logika umum sebab secara akademis, etika dan hukum maka hak cipta suatu tulisan ada pada penulis bukan pada pemberi ide dengan demikian nama penulis sebenarnya yang harus dicantumkan atau minimal ditulis pengarangnya adalah Jokowi dan Tim, dan bukan nama Jokowi saja. Skandal penipuan akademis ala Jokowi layak kita sebut sebagai "Artikel Gate".
Artikel Gate hari ini telah menunjukan wajah Jokowi yang sesungguhnya, yaitu dia menyuruh anak buahnya mengerjakan pekerjaan yang seharusnya menjadi kewajibannya namun kemudian setelah selesai hasilnya diklaim Jokowi dengan pengecualian bila hasil pekerjaannya buruk maka Jokowi akan menyalahkan anak buahnya itu. Lihat saja apa yang disebut sebagai "Jokowi Effect" misalnya, ketika raihan suara nasional PDIP pada pileg lalu ternyata tidak mencapai threshold Jokowi langsung kemana-mana menyalahkan anggota-anggota PDIP yang lain; sementara ketika terbuka PDIP menang di Jakarta maka hal tersebut adalah hasil Jokowi Effect.
Melihat kenyataan di atas maka apa yang disebut Jokowi Effect sebenarnya Jokowi mengambil alih jasa atau kinerja baik yang dilakukan orang lain untuk dirinya sendiri atau hanya sekedar membuat klaim keberhasilan tetapi sebenarnya keberhasilan tersebut hanya fiktif. Mari kita lihat misalnya klaim keberhasilan Jokowi di Jakarta selama dua tahun terakhir dari segi statistik yang tidak mungkin berbohong:
- Pada masa Jokowi-Ahok pertumbuhan ekonomi Jakarta hancur dari 6,55% pada akhir era Foke menjadi tinggal 5,87% pada tahun 2014. Semua sektor terjadi penurunan.
- Inflasi Jakarta pada akhir era Foke adalah 4,52%, sekarang naik hampir 100% menjadi 8%, hanya kurang dari dua tahun!
- Penyerapan APBD Jakarta paling rendah di Indonesia yaitu 41,21% dan hal ini membuktikan bahwa program pembangunan Jakarta tidak berjalan dengan baik. Karena pembangunan berhenti maka berkorelasi pada tidak bertumbuhnya ekonomi Jakarta.
- Anggaran Dinas Pariwisata DKI tahun lalu adalah sebesar Rp. 603miliar dan seluruhnya digunakan untuk kepentingan pencitraan oleh Jokowi.
- Jokowi menaikan NJOP di Jakarta antara 120% sampai dengan 300% sedangkan PBB naik hingga 1300% namun khusus NJOP perumahan mewah Pantai Mutiara yang juga merupakan rumah Ahok hanya naik 57%.
- Angka orang miskin di DKI Jakarta naik sebesar 7,49% dalam 1,6 tahun, mengulangi prestasinya selama 7 tahun Solo di mana angka kemiskinan naik 23%!
- Biaya dinas perjalanan DKI Jakarta melonjak tajam dibanding era Foke; di mana pada era Foke hanya Rp. 4,1miliar, pada zaman Jokowi naik menjadi Rp. 23miliar. Ini adalah sumber dana blusukan Jokowi yang terkenal itu, dibiayai sepenuhnya oleh rakyat Jakarta yang baik.
- MRT dibiayai Rp. 4trilyun dari APBD DKI tapi sampai sekarang tidak ada hasilnya.
- Pengadaan bus transjakarta dari China yang rusak semua merugikan APBD DKI sebesar Rp. 1,7trilyun.
Silakan lihat parameter di atas, pada bagian mana yang menunjukan Jokowi berhasil memimpin Jakarta dengan gemilang dan menunjukan kemampuan Jokowi mengelola Jakarta dengan baik dan serius? Tidak ada, nihil, dan semua ini jelas menuju satu kesimpulan yang tidak terbantahkan bahwa Jokowi bukan saja tidak bekerja dengan serius selama di Jakarta tetapi juga menghancurkan Jakarta!
Kebohongan Jokowi baru-baru ini selain skandal Artikel Gate adalah pernyataannya bahwa berkoalisi dengan PDIP tidak boleh ada syarat; tidak boleh ada bagi-bagi kursi dan tidak boleh ada bagi-bagi uang. Bagaimana fakta sebenarnya? Tentu saja pasti berlaku prinsip universal tidak ada makan siang yang gratis dan hal ini terbukti dari fakta bahwa ketika Jokowi bertemu ARB untuk membicarakan koalisi, Jokowi mengajukan syarat bahwa Golkar harus mengeluarkan biaya pemenangan yang langsung ditolak ARB. Semakin terbukti lagi dengan fakta kesepakatan rahasia untuk berkoalisi dengan PKB yaitu jatah enam menteri yang posisinya ditentukan PKB (hari gini mau yang gratisan? Oksigen saja bayar).
Sebagai penutup anda semua bayangkan apa yang akan terjadi di Indonesia dengan memperhatikan statistik di atas apabila kursi kepresidenan negeri ini jatuh ke tangan Jokowi yang telah merusak Jakarta? Sebagaimana berkali-kali terbukti Jokowi hanya mengandalkan pencitraan sebagai modal mencapreskan diri, hanya pencitraan dan tidak ada yang lain, hal ini sungguh berbahaya. Ingat bahwa Joseph Estrada dan Ying Luck masing-masing dari Filipina dan Thailand naik ke kursi kepemimpinan negara mereka melalui pencitraan hasilnya mereka diturunkan di tengah jalan dengan kondisi negara hancur pada semua sektor. Anda mau Indonesia mengalami nasib yang sama? Maka pilih Jokowi.
0 comments:
Post a Comment