Hari ini adalah peringatan terbunuhnya empat mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan yang menjadi alasan atau dalih kerusuhan di Jakarta pada tanggal 13 - 14 Mei 1998 yang menyebabkan krisis politik terbesar era Orde Baru dan diakhiri dengan mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998 yang menandai dimulainya transisi menuju era reformasi. Tentu kita semua ingat empat serangkai pemimpin reformasi saat itu adalah Amien Rais; Gus Dur; Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Soekarnoputri. Namun demikian mungkin tidak ada yang tahu bahwa reformasi sesungguhnya tidak akan terjadi bila bukan karena Prabowo.
Mungkin anda berpikir saya melindur, tapi fakta berbicara bahwa Prabowo merupakan salah satu perwira tinggi ABRI progresif yang ingin Presiden Soeharto turun dan memulai reformasi di Indonesia. Tidak, sekali lagi ini bukan asal ngomong Apakah anda pernah mendengar kampanye negatif tentang Prabowo bahwa dia ingin melakukan kudeta terhadap mertuanya sendiri? Ini adalah bukti adanya pengakuan bahwa Prabowo menginginkan dan telah mendorong reformasi di Indonesia, namun sayangnya walaupun pemikiran dia bagus akan tetapi Prabowo sangat naif dalam berpolitik sehingga perbuatannya mendorong reformasi malah mencelakai diri sendiri. Kenaifan Prabowo ini sudah pernah ditunjukan ketika dia secara frontal melawan Benny Moerdani yang mencoba mendeislamisasi Indonesia.
Coba anda bayangkan saat itu sesungguhnya Prabowo tidak perlu melakukan kudeta apapun sebab dia adalah menantu Presiden Soeharto, sudah menjabat sebagai Pangkostrad, seluruh perwira komando di DKI Jakarta adalah teman-temannya, dia hanya tinggal satu langkah lagi menjadi Panglima ABRI dan cepat atau lambat akan menjadi pengganti Soeharto sebab saat itu Prabowo dianggap sebagai reinkarnasi Soeharto dan merupakan rising star di angkatan darat sehingga seniornya iri hati. Sebenarnya Prabowo tidak perlu mendorong reformasi bila dia sekedar menginginkan kekuasaan sebab kekuasaan itu pasti jatuh ke tangannya bila status quo bertahan, dan untuk alasan inilah kita harus memuji Prabowo terlepas kesalahannya di masa lalu.
Anda boleh tidak percaya tapi bila Prabowo turun tangan menumpas demonstran apakah akan ada reformasi? Ingat kesetiaan kopassus saat itu di tangannya, para komando pasukan di Jakarta seperti Sjafri Sjamsoedin adalah teman baiknya. Prabowo bahkan menolak bertindak kasar kepada para demonstran yang sudah menduduki gedung DPR/MPR karena tidak ingin ada peristiwa Tiananmen padahal mertua dan istrinya sudah meminta dia mengusir. Tidak percaya militer bisa mengusir para demonstran kalau mau? Bukankah Wiranto dalam sekali gebuk berhasil melakukan hal tersebut dan bahkan mencegah demonstrasi satu juta orang yang direncanakan Amien Rais dengan ancaman Monas akan merah dengan darah demonstran apabila demonstrasi jadi dilakukan.
Berdasarkan fakta di atas maka tidak heran bila para tokoh-tokoh pemimpin reformasi pada kesempatan yang berbeda pernah mendukung Prabowo memimpin negara ini; tahun 2009 Gus Dur dan Megawati bersama-sama mendukung Prabowo; tahun 2014 giliran Amien Rais memberikan dukungannya walaupun akibatnya dia dicerca habis-habisan oleh LSM penerima dana asing seperti Kontras. Khusus tahun ini dukungan dari Gus Dur termanifestasi dari dukungan putri Gus Dur atas nama keluarga besar, Yenny Wahid kepada Prabowo. Selain tiga pemimpin pendorong reformasi tersebut dukungan kepada Prabowo juga datang dari keluarga Pahlawan Reformasi yang gugur hari ini enam belas tahun lalu yang diwakili oleh Ibunda almarhum Elang Lesmana.
Dukungan kepada pencapresan Prabowo dari kalangan aktivis reformasi secara alamiah datang dari empat orang yang ditangkap dan kemudian dilepas Kopassus tahun 1998 yang sekarang berada di Gerindra. Demikian pula dengan Emha Ainun Najib, budayawan reformis yang ikut membujuk Presiden Soeharto mengundurkan diri selalu setia berada di garis terdepan membela Prabowo dari setiap tuduhan melanggar HAM.
Silakan anda bayangkan sejenak, mungkinkah orang-orang yang dikenal memiliki integritas di atas mempertaruhkan reputasinya apabila Prabowo adalah raja setan yang sedang digambarkan oleh para aktivis yang digaji Amerika Serikat; Tempo dan Grup Media Indonesia, dua media milik pendukung Jokowi? Tentu saja tidak, sebab bila mereka serendah itu maka sudah dari awal mereka tidak akan melawan Presiden Soeharto, bahkan bila anda ingat Amien Rais adalah salah satu petinggi ICMI sehingga hidup dia sudah enak sebelum meminta Soeharto turun dan diasingkan selama bertahun-tahun.
0 comments:
Post a Comment