Hari ini Komnas HAM mengeluarkan sebuah pernyataan terkait pemilu dan capres yang sebenarnya menurut saya kurang elok dan kurang cakap sebab dengan mengeluarkan pernyataan seperti itu berarti Komnas HAM sudah berlaku seperti NGO atau organisasi di luar pemerintah padahal Komnas HAM adalah bagian dari pemerintah dan karena itu dibiayai APBN yang tugasnya adalah mengawasi penegakan hak asasi manusia di Indonesia dan bukan yang lain termasuk mengurusi pemilu, tapi karena dari awal Komnas HAM memang lebih mirip NGO atau LSM ketimbang lembaga pemerintah yang memiliki wibawa dan kecermatan dalam bertindak namun kita terima saja karena toh pernyataan tersebut sudah dikeluarkan dan tidak bisa ditarik kembali. Namun saya mau menekankan sekali lagi fungsi Komnas HAM adalah mengawasi penegakan HAM di Indonesia dan bukan untuk berpolitik.
Apa pernyataan Komnas HAM tersebut? Pernyataan mereka adalah rakyat Indonesia harus menolak calon presiden pelanggar HAM. Tidak elok bukan hanya karena dalam kapasitas sebagai organ negara Komnas HAM yang seharusnya netral menghadapi pemilu mendatang justru mengeluarkan pernyataan penolakan terhadap capres tertentu yang tentu saja kontraproduktif dengan tugas dan fungsi mereka dalam menjalankan pengawasan terhadap penegakan dan penghormatan dan nilai-nilai HAM di Indonesia. Bila Komnas HAM adalah LSM seperti Kontras maka pernyataan penolakan terhadap capres pelanggar HAM dapat diterima karena Kontras memang dibayar oleh Amerika untuk menyingkirkan semua orang yang dapat menghalangi cengkraman Amerika terhadap negara seperti Indonesia, tapi Komnas HAM faktanya bukanlah LSM atau NGO yang dibayar oleh Amerika melainkan lembaga negara yang dibiayai oleh APBN sehingga dalam hal apapun sesungguhnya pernyataan mereka untuk menolak capres tertentu sudah melampaui wewenang mereka.
Namun demikian mari kita bahas substansi dari isi pernyataan Komnas HAM hari ini, yaitu "Tolak capres Pelanggar HAM". Siapa capres yang dimaksud oleh Komnas HAM? Apakah Prabowo? Kemungkinan besar bukan karena sudah jelas Laporan Komnas HAM tahun 2006 sendiri sudah mengatakan penangkapan orang-orang tahun 1997-1998 adalah sebagai bagian dari operasi resmi negara dan dalam hal ini orang-orang yang ditangkap pasukan Tim Mawar dari Kopassus berjumlah sembilan orang dan semua orang yang ditangkap tersebut sudah kembali hidup-hidup sementara orang lain yang tersisa ditangkap oleh pasukan lain, dan karena Prabowo hanya bertanggung jawab atas tindakan Kopassus maka nasib orang yang masih hilang bukan tanggung jawab dia sehingga tidak ada persoalan apakah Prabowo melanggar HAM atau tidak.
Faktanya, budayawan reformis yang sangat dihormati, Emha Ainun Najib berkali-kali pasang badan untuk melindungi Prabowo karena menyakini bahwa tidak ada bukti keterlibatan Prabowo dalam pelanggaran HAM apapun dan dalam Kerusuhan Mei 1998. Tentang keyakinan ini hasil penelitian pribadi saya juga menemukan bahwa Prabowo memang kambing hitam dari Kerusuhan Mei 1998 yang digerakan dan dikendalikan oleh Benny Moerdani dan CSIS yang jauh-jauh hari sebagaimana disaksikan oleh Salim Said sudah menyusun rencana menjatuhkan Presiden Soeharto dari kursinya melalui kerusuhan massal. Kerusuhan untuk menjatuhkan lawan adalah spesialisasi CSIS sejak Ali Moertopo, guru Benny Moerdani masih hidup, sehingga hanya CSIS yang dapat menggerakan dan mempunyai motivasi meletuskan kerusuhan Mei 1998. Benny tentu saja memiliki dendam tersendiri kepada Prabowo ketika Prabowo yang masih berpangkat kapten menyerang kebijakannya yang bermaksud mendeislamisasi angkatan bersenjata termasuk melarang sholat. Selengkapnya akan saya uraikan pada hari ulang tahun Kerusuhan Mei 1998 yang akan berlangsung beberapa hari lagi.
Fakta di atas juga diamini oleh Fakhrudin, Aktivis 98 sekaligus Ketua Umum HIM 1999-2001 yang intinya mengingatkan bahwa umat Islam jangan gampang terprovokasi oleh propaganda anti Prabowo karena Prabowo memiliki peran besar melindungi umat Islam saat militer Indonesia di bawah kendali Benny Moerdani dari CSIS cenderung anti-Islam, pernyataan Fakhrudin tersebut antara lain:
“Jangan gampang dikecoh sebab umat Islam Indonesia sejatinya berutang budi kepada Prabowo. Prabowo adalah prajurit yang secara terbuka berani berhadapan dengan faksi militer yang fasis dan anti Islam, di bawah mendiang Benny Moerdani. Prabowo-lah yang berani mengambil risiko di saat kelompok Moerdani tengah kuat-kuatnya. Dia tak rela umat Islam terus dikorbankan demi kepentingan politik mereka,” Mengenai isu penculikan menurut Fakhrudin hanya dagangan politik pihak PDIP saja, padahal PDIP sebenarnya tidak benar-benar memiliki kepedulian kepada penegakan HAM, dan terbukti ketika tahun 2009 berkoalisi dengan Gerindra yang mana Prabowo menjadi cawapres bersama Megawati, tidak ada seorangpun dari PDIP yang mempersoalkan; belum lagi puluhan kasus pelanggaran HAM oleh Megawati seperti DOM di Aceh; Munir dan lain-lain yang sampai hari ini belum selesai. Perlu saya tambahkan bahwa Wiji Thukul adalah anak buah Budiman Soejatmiko di PRD, dan buktinya Budiman juga tidak peduli ketika Prabowo menjadi cawapres Megawati.
Nah, kalau "Capres Pelanggar HAM" yang dimaksud Komnas HAM bukan Prabowo, lantas siapa? Untungnya capres saat ini hanya ada dua, yaitu Prabowo dan Jokowi mengingat belum ada kepastian apakah Demokrat akan bergabung dengan PDIP atau membentuk poros sendiri dan mencalonkan Pramono Edhie-Abraham Samad sebagaimana bocoran Ruhut kemarin. Bila bukan Prabowo maka dapat dipastikan capres pelanggar HAM yang dimaksud oleh Komnas HAM adalah Joko Widodo alias Jokowi, capres PDIP. Tapi benarkah Jokowi adalah pelanggar HAM?
Baru beberapa bulan lalu menjelang berakhirnya Desember 2013, Komnas HAM atau Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sendiri menyatakan bahwa Jokowi telah melanggar hak asasi manusia terkait penggusuran di Taman Burung, Pluit, Jakarta Utara. Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Jokowi antara lain upaya menggusur warga saat subuh dengan merangsek ke rumah warga dan berdalih ada penjahat di lingkungan warga untuk menyisir, tapi ternyata tidak ada dan karena itu Komnas HAM menyatakan Jokowi pembohong; kedua pelanggaran HAM terjadi karena penggusuran dilakukan secara represif dan bukan persuasif.
Terkait penggusuran di atas, yang menyatakan Jokowi melakukan pelanggaran HAM bukan hanya Komnas HAm tapi juga Febi Yonesta, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang menyatakan terjadi penangkapan dan pemukulan terhadap dua aktivis bantuan hukum dan tiga orang warga korban penggusuran. Tidak tanggung-tanggung, LBH Jakarta menyatakan bahwa Jokowi telah melakukan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (gross violation of human rights). Pernyataan senada juga dikeluarkan oleh PBHI, lembaga advokasi HAM pecahan LBH Jakarta sebagaimana dilansir ketuanya Agustinus Poltak Sinaga bahwa terjadi pelanggaran HAM sehubungan dengan penggusuran warga di Waduk Pluit.
Sebagai tambahan informasi faktanya adalah bahwa pernyataan Komnas HAM bahwa Jokowi telah melakukan pelanggaran HAM bukan terjadi pada bulan Desember 2013 saja, melainkan juga terjadi beberapa bulan sebelumnya, yaitu bulan Mei 2013, di tempat yang sama dan dengan tujuan yang sama, yaitu menggusur warga permukiman liar di Waduk Pluit. Berdasarkan fakta-fakta ini maka sesungguhnya tidak ada keraguan sedikitpun bahwa Jokowi adalah capres pelanggar HAM, dan lagipula pelanggaran HAM Jokowi sangat kasat mata dan sudah disaksikan oleh tiga lembaga advokasi HAM terkemuka, yaitu Komnas HAM, LBH Jakarta dan PBHI.
Namun demikian, bila kita teliti lebih lanjut, pada faktanya pelanggaran HAM yang dilakukan Jokowi bukan terbatas pada penggusuran warga secara represif saja akan tetapi juga dalam banyak hal, misalnya yang dilakukan oleh pasukan dunia maya pimpinan Kartika Djoemadi yang berusaha membungkam pendapat-pendapat mengenai Jokowi yang dinilai tidak menguntungkan, ini jelas pelanggaran HAM karena Jokowi dan pasukan siluman bernama Jasmev tersebut berusaha untuk membungkam kebebasan berpendapat dan membungkam hak warga negara atas informasi. Selain itu, tuduhan bahwa Jokowi pelanggar HAM juga datang dari ketua Serikat Pekerja, Said Iqbal yang mengecam Jokowi karena memberi upah murah serta mendukung pengusaha sehingga menekan kehidupan pekerja/buruh dan dengan demikian melanggar HAM mereka.
Bila melihat rekam jejak di atas maka terbukti bahwa Jokowi adalah capres pelanggar HAM yang dimaksud oleh Komnas HAM sehingga pencapresan Jokowi harus ditolak. Saya memang tidak mendukung Komnas HAM menjadi sekedar NGO atau LSM kelas rendah karena ikut campur urusan lembaga negara lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan kewenangan mereka, namun dalam beberapa hal saya setuju bahwa kita harus menolak dan jangan memilih Jokowi karena bukan saja dia adalah capres pelanggar HAM, tetapi juga capres yang terbukti korupsi mulai dari kasus KJS; pengadaan Bus Transjakarta oleh mantan tim suksesnya yang penuh unsur korupsi, kolusi dan nepotisme; dan menaikan NJOP rumah Ahok yang super elit di Pantai Mutiara hanya 57% sementara daerah lain termasuk yang dihuni orang miskin kenaikan NJOP bisa mencapai antara 120% sampai 300%. Selain itu faktanya Jokowi bukan pemimpin yang cakap, bukan saja dia gagal total di Solo maupun Jakarta tetapi juga Jokowi komunikator yang buruk, pembohong, gampang ingkar janji dan tidak bertanggung jawab.
Selamatkan Indonesia dari Jokowi.
0 comments:
Post a Comment