Bagi yang sering mengikuti sepak terjang Megawati dan Jokowi yang sering menipu rakyat maka pernyataan Megawati bahwa koalisi yang tidak dibangunnya tidak transaksional adalah sulit dipercaya. Apalagi Megawati membawa-bawa masalah etika berpolitik, memangnya melanggar perjanjian hitam di atas putih seperti Perjanjian Batu Tulis adalah beretika?
Kalau begitu apa saja transaksi-transaksi di antara koalisi Poros PDIP? di bawah adalah penjelasannya.
PDIP - NasDem
Dapat dipastikan masuknya NasDem adalah membawa nama JK, teman baik Surya Paloh, pemilik NasDem selaku cawapres. JK ini adalah orang yang membawa Jokowi dari Solo ke Jakarta dan tampaknya dari awal terlibat dalam usaha mendorong Jokowi menjadi capres hari ini. Masalahnya JK adalah kader Golkar, dan mantan Ketua Umum juga sehingga tidak elok bila JK menjadi cawapres dari NasDem dan bukan dari Golkar.
Keuntungan bagi Megawati adalah JK sudah menyetor "dana kampanye".
PDIP - Golkar
ARB sudah mengakui bahwa elektabilitas dirinya memang rendah sehingga bersedia mendukung JK sebagai cawapres dari Golkar tapi dengan syarat penggantian uang kampanye yang selama ini dia keluarkan. JK keberatan karena sudah keluar banyak uang untuk Megawati, tapi dia mau keluar hanya setengah sementara sisanya ditanggung Megawati.
Perjanjian ARB dan JK lain adalah JK akan mengamankan kasus Lapindo dan membantu menyelamatkan perusahaan keluarga ARB yang sudah nyaris bangkrut. Selanjutnya ARB dan Megawati akan menjadi penentu kebijakan di belakang pemerintahan Jokowi (king maker).
Jokowi - Megawati
Sebagaimana disampaikan Megawati kemarin bahwa Jokowi hanya pelayan partai yang wajib menjalankan perintah partai maka seperti yang sudah pernah saya sampaikan, Jokowi mendapatkan keinginannya untuk memperoleh kekayaan melimpah dari jabatan sebagai presiden dan prestise dan untuk itu dia bersedia menjadi boneka siapapun termasuk Megawati yang elektabilitasnya rendah. Hal ini sama seperti kejadian di Solo ketika Jokowi menjadi Walikota boneka karena FX Hadi Ketua PDIP Solo tidak bisa maju sendiri karena terbentur agama, sementara FX Hadi menjadi Walikota di belakang layar; demikian pula di Jakarta dengan Ahok menjadi Gubernur di belakang layar.
PDIP - PKB
Tidak tahu, mungkin ada pembagian kursi menteri bagi "kader profesional" PKB.
Melihat fakta di atas telah terjadi lelang posisi cawapres untuk mencari "pembeli" yang berani membeli dengan harga paling tinggi, apakah kita masih menganggap Poros PDIP adalah koalisi yang bukan transaksional? Yang benar saja. Bandingkan dengan Gerindra yang dari awal sudah jelas menetapkan Hatta Rajasa sebagai cawapres bagi Prabowo sehingga menolak uluran tangan Ical dan Golkar yang marah sehingga sudah tidak peduli dengan posisi cawapres selama bisa berkoalisi dengan lawan Gerindra?
Di antara keduanya, mana yang menurut anda koalisi transaksional dan koalisi profesional?
0 comments:
Post a Comment