Di depan telah disinggung tentang Dossiers Secretsyang didapat Henry Lincoln dan kawan-kawan, menurutnya, secara resmi Ordo Sion didirikan oleh Godfroi de Bouillon pada tahun 1090, sembilan tahun sebelum dirinya memimpin penaklukan Yerusalem dari tangan kaum Muslimin yang berakhir dengan tragedi berdarah di kota suci tersebut.
Dokumen lainnya, Dokumen Biara, menyatakan Ordo Sion didirikan tahun 1099, bertepatan dengan jatuhnya Yerusalem ke tangan pasukan salib pimpinan Godfroi de Bouillon. Kedudukan resmi ordo (markas induk) ada di sebuah gereja khusus bernama Abbey of Notre Dame du Mont de Sion (Gereja Biara Notre Dame di Gunung Sion) di Yerusalem, atau juga di luar Yerusalem, sebuah bukit tinggi yang terkenal di selatan kota.
Biara Sion, Pendiri Ordo Knights Templar
Di selatan kota Yerusalem berdiri ‘bukit tinggi’ bernama Gunung Sion. Pada tahun 1099, saat pasukan salib membantai seluruh penduduk Yerusalem—baik kaum Muslimin dan Yahudi—mereka menemukan sebuah reruntuhan di bukit tersebut yang diindikasikan reruntuhan sebuah basilika atau gereja Byzantium kuno yang diperkirakan sudah berdiri pada abad ke empat dan sebab itu disebut sebagai Induk Seluruh Gereja (The Mother of All Church).
Di atas reruntuhan itu Godfroi de Bouillon memerintahkan dibangun kembali sebuah gereja yang ternyata dipergunakan oleh golongannya sendiri. Gereja itu juga lebih mirip dengan menara dan benteng, yang kemudian diberi nama Abbey of Notre Dame du Mont de Sion (Gereja Biara Notre Dame di Gunung Sion). Dari sinilah berasal penamaan Ordo Sion bagi anggota ordo yang menempatinya.
Para peneliti meyakini ordo ini sangat berkuasa hingga berperan besar dalam pengangkatan seorang raja di Yerusalem. Dari Gerard de Sede kita mengetahui bahwa ordo inilah—walau belum bernama Ordo Sion, atau mungkin saja masih bernama “Ordo Kabbalah”—yang telah mendorong Paus Urban II untuk mengakhiri masa damai antara Dunia Kristen dengan Dunia Islam dan kemudian mencetuskan Perang Salib.
Ketika ordo ini berhasil mengangkat Baldwin I, adik kandung dari Godfroi de Bouillon, sebagai Raja Yerusalem pertama setelah berhasil menaklukkan kota suci tersebut dari tangan umat Islam, dua puluh tahun kemudian tiba-tiba Sang Raja Yerusalem kedatangan sembilan orang ksatria Salib yang tanpa ditanya mengatakan bahwa kedatangan mereka ke Yerusalem adalah untuk mengamankan jalur peziarah orang-orang Kristen yang hendak menuju Yerusalem dari Jaffa, kota pelabuhan di sebelah Barat daya Yerusalem.
The Holy Blood and the Holy Grail mencatat bahwa catatan sejarah pertama tentang kelompok yang sarat diselimuti kabut misteri ini ditulis oleh seorang sejarawan bangsa Jerman bernama Guillaume de Tyre yang menulis antara tahun 1175 dan 1185. Menurut de Tyre, Order of the Poor Knights of Christ and of the Temple of Solomon (Ordo Ksatria Miskin Pembela Kristus dan Kuil Sulaiman) atau dalam bahasa latin disebut sebagai paupers commilitones Christi Templique Solomonici didirikan pada tahun 1118. Hughes de Payen, bangsawan dari Champagne dan pengikut seorang Count dari Champagne beserta Godfrey de St. Omer disebut-sebut sebagai pendirinya.
Entah karena kekuatan apa, Raja Yerusalem begitu yakin dan tunduk ketika kesembilan ksatria berbicara, sehingga kesembilan ksatria itu diberi ‘markas’ yang berada di sayap istana sebelah kiri. Kamar-kamar para Ksatria Templar yang diberikan oleh King Baldwin ternyata didirikan di atas Kuil Sulaiman, yang pernah dihancurkan di zaman Nebukadnezar dari Babylonia dan kemudian dibangun kembali di masa Kekaisaran Herod. Di sini timbul pertanyaan, apakah memang King Baldwin yang memberikan wilayah itu kepada mereka tanpa sengaja atau sekadar kebetulan, atau para Ksatria Kuil itu yang meminta wilayah tersebut dengan berbagai dalih. Dari ‘markas’ mereka yang dibangun di atas Kuil Sulaiman itulah nama The Knights Templar muncul. Dari kamar-kamar itulah secara diam-diam para Templar melakukan penggalian ke bawahnya guna mencari harta karun yang diyakininya.
Sejarah memastikan, keberadaan Ordo Sion dan yang kemudian membentuk ordo militer (sayap militer) bernama Ksatria Templar merupakan upaya ordo ini untuk bisa terus menjaga sebuah rahasia yang selama berabad-abad terus dijaganya. Bukan hanya alasan ideologis, alasan duniawi pun membuat Ksatria Templar ini melakukan penggalian di bawah kamar-kamarnya untuk bisa menemukan harta karun kuil Sulaiman yang diyakini mereka selain berisi harta karun dalam arti sesungguhnya juga menyimpan satu misteri yang nilainya melebihi harta karun itu sendiri. The Holy Grail-kah itu?
Jika Ordo Sion dipercaya menempati markas di luar kota Yerusalem, maka Knights Templar bermarkas di jantung Yerusalem, tepat di sayap kiri istana King of Yerusalem. Dengan adanya pembagian seperti ini maka efektivitas tugas bisa disusun dengan lebih rapi.
Tahun 1099 Yerusalem dikuasai pasukan salib, tahun 1118 datang sembilan ksatria yang kemudian dikenal sebagai Ksatria Templar, dan selama itu hingga Yerusalem akhirnya bisa kembali dikuasai pasukan Muslim pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi di tahun 1187, Ordo Sion dan Ordo Ksatria Templar atau Ksatria Kuil ini bergerak dalam dua strategi.
Di permukaan mereka bergerak layaknya ksatria salib lainnya yang keberadaannya di Yerusalem adalah untuk mempertahankan kota suci ini dan sekaligus menjaganya. Sedang di bawah permukaan, dengan diam-diam dan penuh kerhasiaan, mereka terus melakukan penelitian dan pencarian harta karun Sulaiman sampai melakukan penggalian tanah di bawah kamar-kamar tidur mereka. ‘Ayah’ dan ‘anak’ ini selalu saling menutupi dan melengkapi.
Hal tertsebut berjalan selama lebih kurang 69 tahun, hingga King Baldwin IV wafat dan seorang tokoh Ksatria Templar dari Perancis, Guy de Lusignan, suami dari Sybilla—adik King Baldwin IV, diangkat menjadi Raja Yerusalem yang baru.
Sebelum dan setelah menjadi raja, Guy de Lusignan bersahabat dengan amat kental dengan seorang tokoh Templar lain bernama Reynald de Cathillon. Reynald dikenal sebagai tokoh Templar yang bertemperamen sangat buruk dan haus darah. Dialah yang bertanggungjawab atas penyerangan sebuah suku Badui di mana seorang adik perempuan Salahuddin Al-Ayyubi ditangkap dan ditawan. Kejadian ini menimbulkan kemurkaan Salahuddin dan merobek-robek gencatan senjata yang telah dilakukan Salahuddin sebagai panglima pasukan Saracen (Islam) dengan King Baldwin IV.
King Baldwin IV akhirnya menghukum dan memenjarakan Reynald de Cathillon dan perang pun terhindarkan. Namun setelah King Baldwin IV yang memang sudah lama menderita lepra meninggal dunia dan digantikan oleh Guy de Lusignan, Reynald dibebaskan. Kepada Reynald, Guy berkata, “Give me a war!” Akhirnya pecahlah perang besar antara pasukan salib di bawah komando Ksatria Templar melawan pasukan Muslim pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi. Peperangan ini berhasil dimenangkan oleh Salahuddin dan Yerusalem pun kembali berada di pangkuan umat Islam. Film Kingdom of Heaven yang disutradarai Ridley Scott (2004) dan dibintangi aktor Orlando Bloom dengan sangat apik menggambarkan episode bersejarah dalam Perang Salib ini.
Dengan jatuhnya Yerusalem, banyak ksatria salib dan keluarganya yang meninggalkan Yerusalem, kembali ke kampung halamannya masing-masing. Demikian pula dengan Ordo Sion dan para Ksatria Templar.
Ordo Sion sebagai ‘bapak’ menilai kekalahan perang ini lebih disebabkan sikap para ksatria Templar yang ceroboh, bahkan ada yang menuduh pimpinan Templar saat itu, Ridefort, berkhianat. Kemarahan ‘sang bapak’ ini tidak bisa lagi tertahankan. Begitu banyak rencana-rencana mereka menjadi berantakan. Akhirnya Ordo Sion mengambil sikap yang sangat berani. “Sang bapak’ akhirnya menceraikan ordo Ksatria Templar, ‘sang anak’. Pemisahan ini dilakukan dengan sebuah ritual dan dikenal dengan peristiwa ‘Penebangan Pohom Elm’ yang terjadi di tahun 1187. Sejak itu, Ordo Sion berganti nama menjadi Biarawan Sion dan memiliki Grand Masternya sendiri. Mereka secara resmi berpisah jalan. Namun siapa tahu dalam gerakan di bawah mereka sesungguhnya masih menyimpan agenda yang sama, dan bahkan tetap berjalan beriringan? Hal tersebut bukan hal yang mustahil. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
0 comments:
Post a Comment