William G. Carr dalam bukunya“Yahudi Menggenggam Dunia” (Pustaka Alkautsar, 1991) mencatat kronologi perjalanan petualangan Oliver Cromwell menjadi kaki tangan kaum Yahudi Inggris setelah kematian King Charles I pada tanggal 30 Januari 1649. Inilah kronologinya yang telah dipersingkat:
- 1649, Cromwell menyerbu Irlandia dengan dukungan dana dari lobi Yahudi internasional sehingga terjadi peperangan antara Inggris Protestan melawan Irlandia Katolik.
- 1651, Charles II, putera King Charles I, memerangi Cromwell tapi gagal. Ia dibuang ke Perancis.
- 1652, Inggris melibatkan diri berperang melawan Belanda.
- 1653, Cromwell mengangkat dirinya sebagai The Lord Defender of Great Britain.
- 1654, Inggris terlibat perang Eropa lagi.
- 1656, Amerika yang masih menjadi jajahan Inggris bergolak dan akhirnya menjadi negara merdeka.
- 1657, Cromwell meninggal dunia. Puteranya, Richard, menjadi penguasa Inggris.
- 1659, Richard mengakhiri persekongkolan dengan Yahudi Internasional, ia mengundurkan diri dari kekuasaan.
- 1660, Jenderal monk dari angkatan bersenjata Inggris menduduki London. Charles II diangkat menjadi raja Inggris.
- 1661, Skandal persekongkolan antara Cromwell dengan kubu Yahudi Internasional terungkap. Warga London geger dan marah. Makam Cromwell dibongkar paksa.
- 1662, Gereja resmi Inggris, Anglikan, menindas umat Protestan.
- 1664, Inggris kembali berperang melawan Belanda.
- 1665, Krisis ekonomi melanda Ingris. Pengangguran dan kelaparan merebak. Di tahun itu juga terjadi kebakaran besar yang menghanguskan sebagian kota London, disusul wabah penyakit lepra.
- 1666, Inggris terlibat perang dengan Belanda dan Perancis.
- 1667, Ordo Kabbalah yang secara rahasia masih eksis di Inggris melancarkan gerakan sabotase ke kalangan elit pemerintahan. Sejarah Inggris mengenalnya sebagai gerakan Kabal. Akibatnya muncul gelombang baru penindasan agama dan politik di Inggris.
- 1674, Setelah menggelar pertemuan internal di Belanda, Kelompok Yahudi Internasional sepakat menguasai Kerajaan Inggris sepenuhnya dengan melengserkan King Charles II dan menaikkan seseorang yang bisa dikendalikan. Pada tulisan di muka hal ini telah disinggung, yakni penobatan King William III yang masih berdarah Dinasti Hanover.
- 1683, Konspirasi berupaya membunuh King Charles II dan Duke of York tapi gagal.
- 1685, King Charles II meninggal dunia. Duke of York yang beragama Katolik naik tahta dengan gelar King James II. Konspirasi menyebarkan desas-desus untuk menentang raja baru itu. Rakyat banyak yang termakan isu ini. Akibatnya banyak rakyat yang ditangkap pihak kerajaan. Nama King James II menjadi tidak popular di mata rakyat.
- 1688, setelah King James II sudah tidak lagi mendapat dukungan rakyatnya, Konspirasi Yahudi Internasional memprovokasi pangeran William of Orange dari Belanda untuk menyerbu Inggris, dengan dukungan kapal-kapal perangnya menuju pantai Inggris. King James II akhirnya turun tahta dan kabur ke Perancis.
- 1689, William of Orange atau William III dan Queen of Mary –keduanya Protestan—mengukuhkan diri sebagai Raja dan Ratu Inggris. Sementara itu James II kabur lagi ke Irlandia, sebuah wilayah Katolik. Pasukan Inggris sendiri terpecah antara yang Protestan dengan yang Katolik. Yang Protestan mendukung William III sedang yang Katolik berupaya mengembalikan James II ke tahtanya. Perang saudara pun tak terelakkan pada 12 Juli 1689.
Sampai sekarang, rakyat Inggris masih mengenang peristiwa tersebut tanpa banyak yang menyadari bahwa perang saudara itu sesungguhnya sengaja dibuat oleh Konspirasi Yahudi Internasional, untuk menguasai perekonomian negara besar Eropa itu. Hasilnya, berdirilah Bank of England, bank sentral swasta pertama di dunia, yang dimiliki Konspirasi Yahudi tersebut. Inggris terus dibuat untuk berperang, sehingga kas kerajaan terkuras dan hutang bertambah banyak. Jerat yang dipasang para pemilik modal Yahudi kini telah mengikat mangsanya. Kian lama kian kuat, mencekik. Inggris pun jatuh ke dalam kekuasaan mereka hanya dengan modal awal £1.250.000!
DOKUMEN KONSPIRASI ROTHSCHILD I
Setelah Kerajaan Inggris berhasil ditaklukkan, Konspirasi Yahudi Internasional mengarahkan wajahnya ke sebuah benua baru yang masih menjadi koloni Inggris di seberang Samudera Atlantik: Amerika. Ordo Kabbalah yang kini berkumpul di dalam Freemasonry jauh-jauh hari sudah mempersiapkan hal ini di Amerika.
Bukankah Christoper Colombus yang ‘menemukan’ daratan Amerika juga anggota dari persaudaraan Kabbalah juga? Demikianlah, Amerika Serikat memang dipersiapkan jauh-jauh hari sebagai The Second Promise Land, selain Yerusalem, bagi bangsa Yahudi. Nama lain kota New York saja adalah The New Jerusalem.
Pada 4 Juli 1776, tokoh-tokoh Mason Amerika menandatangani Declaration of Independence. Berdirilah satu negara Masonik yang dipersiapkan sebagai The Headquarter, markas besar, gerakan Ordo Kabbalah dalam menaklukkan dunia kelak. Hal ini akan dibahas secara lebih mendetail dalam bab lain buku ini.
Di Eropa kala itu merupakan sebuah benua yang terdiri dari banyak kerajaan besar kecil dan sejumlah wilayah kecil yang disebut principalis, semacam kabupaten yang merdeka dan otonom seperti misalnya Monaco dan Lechtenstein. Inggris dan Perancis merupakan dua negara kerajaan besar dan paling berpengaruh.
Setelah Inggris berhasil dikuasai dan para tokoh Mason Amerika berhasil memproklamirkan kemerdekaan negara itu, maka Konspirasi Yahudi Internasional berusaha untuk menaklukkan Perancis. Salah satu tokoh sentral dalam Konspirasi Yahudi Internasional atas Perancis adalah Rothschild, seorang bankir-politikus yang berdarah dingin.
Sejarah mencatat bahwa keluarga Rothschild sejak awal memang keluarga jutawan. Pendiri keluarga ini bernama Moses Amshell Bauer, seorang pemilik modal Yahudi berpengaruh, si lintah darat. Sepeninggal Moses, putera bungsunya yang bernama Mayer Amshell Bauer meneruskan usaha ayahnya.
Dalam tempo tidak terlalu lama, usaha warisan ayahnya ini berkembang pesat. Simbol Tameng Merah (Rothcshild) pun kian terkenal. Dan Mayer pun menggunakan gelar Rothschild I. Mayer mendidik kelima anaknya dengan disiplin Yahudi yang tinggi guna dipersiapkan menjadi pengusaha atau bankir yang tangguh. Anak paling bungsu, Nathan, dianggap paling berbakat. Sebab itu, walau usia Nathan masih remaja, Mayer dengan berani mengirimnya ke Inggris untuk mempelajari seluk-beluk perbankan dan diharapkan suatu hari kelak menjadi tokoh penting dalam Bank Inggris.
Di benak sang ayah, Mayer Amshell, kelima anaknya harus menjadi bankir atau pengusaha hebat dan tangguh agar nantinya bisa bersama-sama mendirikan lembaga keuangan raksasa di seluruh Eropa yang mampu mengendalikan Eropa dan juga dunia. Suatu harapan yang akhirnya menjadi kenyataan.
Pada tahun 1773, Mayer mengundang sekitar duabelas tokoh berpengaruh Yahudi ke kediamannya di Frankfurt guna membahas berbagai perkembangan Eropa terakhir, termasuk mengevaluasi hasil-hasil upaya Konspirasi di Inggris. Dalam pertemuan inilah, nama Adam Weishaupt disebut oleh Rothschild sebagai seseorang yang bisa dipercaya untuk menjalankan tugas dari Konspirasi. Beberapa point penting yang dikemukakan Mayer atau Rothschild I ini mengenai Revolusi Inggris, antara lain:
“Konspirasi dianggap terlalu lamban dalam melakukan program yang direncanakan, akibatnya penguasaan Inggris secara total terhambat oleh hal-hal kecil. Namun hal-hal kecil ini bisa dianggap tidak berpengaruh besar bagi upaya penguasaan oleh Konspirasi. Walau demikian, hal-hal kecil ini dianggap tidak boleh dibiarkan. Beberapa kelompok berpengaruh di Inggris ada yang masih mampu bertahan menghadapi Konspirasi. Rothschild segera memerintahkan agar pelaksanaan program dipercepat dan menyingkirkan oposisi secepatnya dengan segala cara yang bisa diambil. Jika perlu, segenap lapisan masyarakat Inggris harus dikuasai dengan jalan teror atau kekerasan.”
Dalam pertemuan itu, Rothschild juga menekankan kepada para undangan bahwa apa-apa yang telah dihasilkan di Inggris sesungguhnya bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang akan mereka perbuat atas Perancis. Skema besar untuk meletupkan Revolusi Perancis pun di bahas dengan serius. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
0 comments:
Post a Comment