Vladimir I. Lenin |
Dalam menaklukkan Rusia, Konspirasi agaknya harus bekerja lebih keras ketimbang menaklukkan Inggris dan Perancis. Kota-kota seperti New York, Swiss, dan St.Pertersburg dijadikan titik-titik sentral gerakan. Para tokoh seperti Lenin, Trotsky, Rasputin, dan sebagainya akhirnya berhasil mengakhiri kekiasaran di Rusia dalam Revolusi Oktober 1917 di saat Perang Dunia I (Agustus 1914-November 1918, yang juga dibuat oleh Konspirasi) masih berlangsung.
Partai Komunis Rusia kemudian menjadi Partai Penguasa dan tidak membolehkan adanya partai oposisi. Rusia kemudian menjadi Uni Sovyet dan memimpin blok Komunis, yang secara ideologis berhadap-hadapan dengan Amerika dan Eropa Barat yang menganut sistem Kapitalis. Dualisme sistem ini telah menjadikan dunia terbagi menjadi dua blok besar.
Dan jika sudah demikian, maka akan semakin mudahlah bagi Konspirasi untuk bermain di dalam konflik yang akan terjadi, mengambil keuntungan di kedua belah kubu yang bertarung.
Ada informasi yang sangat menarik dari Indra Adil, seorang peneliti Zionisme Internasional mengenai Lenin dan Revolusi Oktober 1917 tersebut. Menurut Indra—seperti yang tertulis dalam bukunya “Konspirasi Di Balik Tragedi Diana” (saat penulis mengutip, buku itu masih berbentuk naskah jadi namun sudah selesai ditulis sejak Mei 2002)—Kongres Sosialis I (1903) memunculkan tokoh Vladimir Illich Lenin sebagai Ketua Sosialis Internasional.
Sebelumnya, pada tahun 1897 diselenggarakan Kongres Zionis Internasional I di Bassel, Swiss, dengan tokohnya Theodore Hertzl. Menjelang meletusnya Revolusi Bolsyewik, satu tahun sebelum Lenin diselundupkan oleh Jerman ke Moskow—Lenin mengadakan pertemuan bersejarah dengan tokoh Yahudi, Chaim Weizman, di Zurich pada bulan Mei 1916. Pertemuan digelar di rumah seorang pengusaha Yahudi bernama Jacques Levi.
Dari catatan Levi diketahui bahwa telah diputuskan kepastian rencana revolusi komunis Rusia yang didasarkan pada Marxisme dan dilakukan oleh kaum Yahudi dengan jalan menggerakan rakyat Rusia untuk menentang Tsar Nicholas II.
Catatan penting dalam pertemuan tersebut berbunyi, “Pembebasan kaum Yahudi dari penindasan Raja-Raja Eropa untuk memiliki negara yang mempunyai posisi penting, tergantung pada sukses atau tidaknya Revolusi Rusia. Revolusi yang akan memekarkan revolusi kaum Yahudi yang lebih dahsyat untuk menguasai dunia, dalam hal apa Revolusi Perancis gagal untuk mencapainya.”
…Freemasonry menyediakan dana US$ 31 juta dan dukungan personel tidak kurang dari satu juta orang keturunan Yahudi Rusia dan juga didatangkan dari berbagai wilayah termasuk dari New York yang dimobilisasi dalam pergolakan berdarah tersebut. Dana yang pengumpulannya dikoordinasikan oleh Paul Warburg, Direktur The Federal Reserve (Bank Sentral Amerika), disetorkan langsung kepada Trotsky dan Lenin.
Dana tersebut berasal dari Max Warburg sebanyak US$ 6 juta, dari Alfred Milner Rothschild sebanyak US$ 5 juta, dan Jacob Schiff sebanyak US$ 20 juta. Revolusi Bolsyewik ini menelan korban tak kurang dari lima juta umat Katolik Ortodoks Rusia. Tsar Nicholas II dan seluruh keluarganya pun dieksekusi habis pada tahun 1918.
KONGRES ZIONIS INTERNASIONAL DI SWISS
Salah satu peristiwa yang tidak boleh dilewatkan dalam pembahasan mengenai Konspirasi Yahudi Internasional adalah apa yang disebut sebagai Kongres Yahudi Internasional I yang diadakan di Kota Bassel, Swiss, selama tiga hari sejak tanggal 29-31 Agustus 1897. Kongres ini dihadiri 204 orang tokoh Yahudi dari sekitar 15 negara.[1] Para peserta kongres terdiri dari berbagai profesi dan kelompok, yang seluruhnya terdiri dari tokoh Yahudi terkemuka dunia. Ada yang berasal dari latar belakang militer, pengusaha, politikus, medis, budaya, ahli hukum, dan sebagainya, yang mewakili sekitar 50 asosiasi Yahudi dunia baik yang terbuka maupun tertutup.[2]
KONGRES ZIONIS INTERNASIONAL DI SWISS
Salah satu peristiwa yang tidak boleh dilewatkan dalam pembahasan mengenai Konspirasi Yahudi Internasional adalah apa yang disebut sebagai Kongres Yahudi Internasional I yang diadakan di Kota Bassel, Swiss, selama tiga hari sejak tanggal 29-31 Agustus 1897. Kongres ini dihadiri 204 orang tokoh Yahudi dari sekitar 15 negara.[1] Para peserta kongres terdiri dari berbagai profesi dan kelompok, yang seluruhnya terdiri dari tokoh Yahudi terkemuka dunia. Ada yang berasal dari latar belakang militer, pengusaha, politikus, medis, budaya, ahli hukum, dan sebagainya, yang mewakili sekitar 50 asosiasi Yahudi dunia baik yang terbuka maupun tertutup.[2]
Kota Basell di Swiss sengaja dipilih sebagai tempat penyelenggaraan kongres maha penting bagi kaum Yahudi ini karena tingkat keamanannya yang begitu prima. Seperti telah disinggung di muka, sejak Napoleon Bonaparte diangkat menjadi Kaisar Perancis, Rothschild dan Konspirasi Yahudi Internasional telah menjadikan Swiss sebagai pusat penyimpanan harta kekayaan mereka baik yang berupa surat-surat berharga, emas dan batu mulia, maupun uang kontan.
Sebab itu, Konspirasi Yahudi Internasional sangat serius menjaga dan melindungi Swiss agar terhindar dari segala macam kerusuhan dan konflik. Sampai saat ini para pengusaha dunia, konglomerat internasional, dan juga para diktatur dan koruptor kelas kakap, bahkan raja dan presiden sekali pun, banyak yang menjadikan Swiss sebagai tempat utama untuk penyimpanan uang haramnya tanpa perlu cemas uang itu akan diganggu.
Sebelum lebih jauh membahas Kongres Zionis Internasional I di atas, apa yang dibicarakan dan juga apa yang diputuskannya, agar kita memiliki gambaran yang lebih utuh dan komperehensif, maka kita akan meninjau terlebih dahulu latar belakang diselenggarakannya kongres tersebut. Mengapa tokoh-tokoh Yahudi dunia merasa perlu bertemu di satu tempat selama tiga hari secara marathon. Apa yang menyebabkan ini semua?
Sebuah bukit karang di sebelah barat daya kota suci Yerusalem selama berabad-abad lalu telah dikenal dengan sebutan Zion. Ada yang mengistilahkannya Gunung Zion, ada pula yang menyebut Bukit Zion. Semuanya sama, merujuk pada lokasi tersebut yang diyakini oleh kaum Yahudi sebagai lokasi di mana King Solomon (Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya (kuilnya) yang selain penuh berisi harta kekayaan, juga benda-benda mistis dan begitu penting bari kepercayaan Yahudi.
Sebab itu, Mejelis Tertinggi Ordo Kabbalah telah mengutus salah seorang anggotanya yang juga merupakan anggota dari Gereja Yohanit bernama Godfroi de Bouillon pada Perang Salib pertama untuk membangun sebuah gereja-benteng sebagai markas utama Ordo Sion yang dibentuknya.
Markas Ksatria Templar yang berlainan dengan markas Ordo Sion juga diyakini masih berada di atas lokasi Haikal Sulaiman. Namun sejalan dengan perkembangan waktu, istilah ‘Zion’ kemudian tidak hanya sebagai sebuah nama tempat, melainkan juga memiliki arti sebagai suatu ideologi dan gerakan orang-orang Yahudi untuk ‘kembali’ mendiami seluruh wilayah Palestina dengan beribukotakan Yerusalem.
Seorang tokoh Yahudi bernama Nathan Bernbaum-lah yang pertama kali ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya netral ini menjadi begitu politis. Pada tanggal 1 Mei 1776, hanya dua bulan sebelum Amerika Serikat mendeklarasikan kemerdekaannya (4 Juli 1776), Nathan mencetuskan Zionisme sebagai gerakan politik bangsa Yahudi untuk mendiami kembali tanah Palestina.
Gayung pun bersambut. Beberapa pentolan Yahudi mensosialisasikan istilah politis ini untuk mempersatukan perasaan dan persepsi bangsa Yahudi agar bersedia mencurahkan perhatiannya ke Palestina. Yahuda al-Kalaj tercatat sebagai tokoh Yahudi yang pertama kalinya melemparkan gagasan mendirikan ‘negara Israel’ di tanah Palestina.
Izvi Hirsch Kalischer menulis buku berbahasa Ibrani ‘Derishat Zion’ (1826) yang mendukung ide dari Yahuda al-Kalaj dan memaparkan kemungkinan-kemungkinannya.[3] Saat itu para tokoh Yahudi bukannya tidak paham bahwa tanah Palestina sebenarnya bukan merupakan hak milik mereka. Namun karena Talmud, kitab bikinan pendeta-pendeta tertinggi Yahudi, menyatakan tanah Palestina sebagai Tanah Yang Dijanjikan (The Promise Land) bagi bangsa Yahudi, maka tanpa reserve mereka pun mengikutinya.
Moses Hess, seorang Yahudi Jerman, melemparkan gagasan pertamanya bahwa untuk menguasai Palestina, maka Yahudi harus menggandeng orang-orang Barat yang memiliki kepentingan yang sama untuk kembali ke Palestina setelah kekalahan yang memalukan atas kaum Saracen yang dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi beberapa abad lalu. Maulani menulis bahwa ide ini mendapat dukungan dari beberapa tokoh kolonialis Barat yang memiliki sejumlah pertimbangan, antara lain: adanya konfrontasi antara Eropa dengan Turki Utsmaniyah di Dunia Arab, lalu Eropa juga menyadari diperlukannya satu benteng di Timur Tengah yang bisa digunakan untuk kepentingan Eropa dan Yahudi bersedia melakukan itu, dan dendam Perang Salib pun belum terbayarkan dan menemukan momentumnya saat ini. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
[1] Howard M. Sachar; A History of Israel: From the Rise of Zionisme to Our Time; Tel Aviv; Steimatzky’s Agency, 1976, hal. 44-46.
[2] Suleiman; Ayat-Ayat Setan Yahudi, Dokumen Rahasia Yahudi Menaklukkan Dunia dan Menghancurkan Agama; Grafikatama Jaya, Mei 1992; hal.8.
[3] Z.A. Maulani, Zionisme, Gerakan Menaklukkan Dunia; hal. 2.
0 comments:
Post a Comment