William Guy Carr mengatakan bahwa pergerakan Ordo Kabbalah, nama sejati kelompok iblis yang selalu mengganti-ganti nama sesuai dengan zamannya, dan di abad ke-20 lebih popular dengan sebutan kelompok Zionis, senantiasa mengambil markas utama di negara-negara terkuat dunia. Mereka pernah “bersarang” di Inggris, lalu Perancis, kemudian setelah Pramida Masonik bernama United States of America berdiri, mereka pun menempati markas besarnya di sini dan menjadikannya basis pergerakan untuk menciptakan The New World Order.
Berdirinya dan ditaklukkannya Amerika bagi kelompok rahasia ini menjadi semacam ‘The Red Carpet” yang diyakini mampu menghantarkan Ordo Kabbalah menjadi Raja Dunia dan Raja Manusia. Talmud sendiri mengatakan bahwa hanya kaum Yahudi-lah manusia, sedangkan mereka yang non-Yahudi bukan manusia melainkan para budak (Ghoyim atau Gentiles) yang diciptakan Yahweh untuk menjadi pelayan kaum Yahudi.
Di mata kaum Yahudi, kaum Gentiles bisa dan bebas diperlakukan apa saja, bahkan dibunuh tanpa alasan sekali pun.
Dengarlah apa kata Talmud tentang manusia non-Yahudi: “Hanya bangsa Yahudi yang manusia, sedangkan orang-orang di luar itu bukanlah manusia, melainkan binatang” (Kerithuth 6b, Jebhammoth 61a). “Orang-orang bukan Yahudi diciptakan sebagai budak untuk bekerja melayani bangsa Yahudi” (Midrasch Talpioth 225).
Ayat-ayat setan seperti ini bertebaran mengisi helai demi helai Talmud yang dipercaya orang-orang Yahudi sebagai perkataan lisan Nabi Musa a.s. kepada mereka.
Untuk mencapai puncak kekuasaan atas seluruh dunia, kaum Zionis harus menghancurkan seluruh halangan yang ada.
Konspirasi pertama mereka adalah dengan membunuh para Nabi Allah SWT seperti yang menimpa Nabi Zakaria a.s., Isa a.s., dan lainnya. Lalu menyusupkan dua agen Yahudi mereka ke dalam dua agama wahyu yang ada, yakni Paulus ditugaskan untuk merusak ajaran Nabi Isa a.s., dan Abdullah bin Sabakebagian merusak Islam.
Mereka kemudian merusak Perjanjian Aelia yang telah disepakati antara kaum Muslimin yang diwakili Khalifah Umar bin Khattab r.a. dengan perwakilan umat Kristen Uskup Sophronius atas Tanah Suci Yerusalem. Mereka menyusupkan Peter The Hermit untuk menghasut Paus Urbanus II untuk mengakhiri perdamaian dengan kaum Muslimin dan mengobarkan Perang Salib merebut Yerusalem.
Di Tanah Suci Palestina, mereka yang memakai kedok Ordo Biara Sion dan Ksatria Templar, berusaha membangun pusat kegiatan di satu tempat yang mereka yakini bekas berdirinya Haikal Sulaiman. Ksatria Templar diam-diam terus melakukan pencarian atas sejumlah benda yang dianggap memiliki nilai mistis yang amat tinggi dengan melakukan penggalian di tanah tersebut. Namun, belum lagi rencana itu tercapai sepenuhnya, pasukan kaum Muslimin yang dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi berhasil merebut kembali Yerusalem dan bahkan seluruh Tanah Palestina, sehingga seluruh rencana yang telah disusun masak akhirnya berantakan. Mereka pun angkat kaki dari Palestina dan kembali ke Daratan Eropa.
Di Eropa, Ksatria Templar yang kaya raya tidak bisa lagi merayu raja-raja Kristen untuk kembali berperang merebut Yerusalem. Para Templar ini kemudian berubah menjadi rentenir yang rakus dan sombong. Sikap mereka yang sangat congkak menyebabkan banyak raja dan kaum bangsawan yang tidak menyukai mereka.
Apalagi menurut kabar yang beredar, para Templar itu sering menyelenggarakan ritual-ritual aneh yang berlawanan dengan sikap Gereja. Adalah Raja Perancis, Phillipe le Bel yang memelopori upaya penumpasan Templar dengan bantuan Paus Clement V. Ketika Grand Master Ksatria Templar Jacques de Molay di baker hidup-hidup, maka tumpaslah Templar di seluruh Eropa. Demikian mudahkah? Ternyata Tidak.
Dari Perancis, para Templar belarikan diri dan bersembunyi di banyak negara Eropa. Skotlandia merupakan salah satu tujuan utama mereka karena Raja Robert the Bruce berada di luar pengaruh Paus. Di Portugis mereka mengganti nama menjadi Knights of Christ, di Jerman mereka memakai nama Ksatria Teutonik, sedang yang bersembunyi di Malta berganti baju menjadi Knights of Malta.
Secara resmi nama ‘Ksatria Templar’, tidak lagi dipakai. Mereka kebanyakan mengganti nama menjadi Freemason, setelah menguasai Mason, serikat tukang batu, yang ada di Skotlandia. Walau telah bernama Freemason, namun mereka tetap mempertahankan tingkatan-tingkatan keanggotaan, pola-pola ritual dalam berbagai hal, dan gelar-gelar yang telah ada sebelumnya.
Di Skotlandia, para pewaris Templar ini kemudian mulai ‘menggerayangi’ pusat kekuasaan hingga menaklukkannya. Revolusi Inggris pun meletus. Setelah pengalaman pertama dengan Revolusi Inggris dan belajar dari berbagai kekuarangan yang ada, mereka kemudian mengarahkan konspirasinya ke Perancis. Salah satu agenda besar mereka adalah membalas dendam terhadap Raja Perancis dan Gereja.
Bukan suatu kebetulan jika kekuasaan monarki sering didukung penuh oleh Gereja. Sebab itu, langkah awal adalah menghancurkan bentuk kekuasaan Monarki, yang dengan sendirinya ikut menghantam Gereja. Siapa yang menjadi tujuan utama mereka? Siapa lagi kalau bukan Raja Perancis. Lewat operasi penyusupan dan klandestin, para Mason ini berhasil mengobarkan Revolusi Perancis. Dendam mereka kepada King Phillipe le Bel akhirnya terbayarkan.
The Holy Blood and The Holy Grail mencatat, “Banyak anggota Freemason Perancis yang ketika berkomplot melawan Raja Louis XVI, kemudian merasa bahwa mereka tengah membantu mewujudkan kutukan Jacques de Molay saat menjelang ajalnya; dan ini terjadi pada keturunan raja-raja Perancis.
Ketika kepala raja itu jatuh di bawah pisau guillotine, seorang lelaki tak dikenal telah loncat di atas perancah. Ia lalu mencelupkan tangannya ke dalam genangan darah raja, mengayunkannya pada kerumunan orang sambil berteriak, ‘Jacques de Molay, kau sudah terbalaskan!’”[1]
Sebelumnya, para Mason ini tertarik dengan informasi yang diperoleh tentang daratan baru yang ditemukan Columbus, maka sebagian dari mereka melakukan imigrasi ke Amerika dan secara perlahan namun pasti mulai menancapkan kuku kekuasaannya di sana. Sejak awal mereka sudah menginginkan agar benua baru tersebut bisa dijadikan markas besar segala aktivitas mereka di dunia. Dan kelak hal ini terbukti.
Emas, Senjata, dan Propaganda, merupakan tiga buah ujung tombak mereka dalam penguasaan dunia. Dengan ketiganya mereka telah berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan dan banyak pemerintahan dunia. Ketiga hal ini sesungguhnya berasal dari ‘warisan’ para Templar. Bagaimana perkembangannya sekarang?
MERCENARIES, BISNIS PARA TEMPLAR
Di muka kita telah membahas peran para pemodal Yahudi Internasional dalam ‘membeli’ pemerintahan atau bahkan sebuah negara. Dengan ‘emas’, mereka bisa berbuat sekehendak hatinya. Namun pihak Konspirasi tidak berhenti pada emas, mereka juga akan menggunakan alat-alat penekan lain jika senjata yang pertama ini tidak ampuh, seperti yang telah terjadi saat menghadapi Sultan Abdul Hamid II yang memimpin Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dengan penuh keberanian dan ketegasan dalam memegang amanah.
Jika emas tidak ampuh, maka senjata yang kedua pun dipakai: Tentara, satu bidang yang inherendengan fungsi asli Ksatria Templar sebagai Ordo Khusus Militer. Sebab itu, bidang kemiliteran ini pun menjadi bidang garapan utama Konspirasi.
Dan seperti biasa, Militer yang dimaksud di sini dan menjadi bidang garapan mereka ada dua cabang: Militer profesional yang menjadi alat pertahanan dan keamanan suatu negara, yang ini bersifat resmi, dan yang kedua, Militer yang lebih bersifat bisnis dan menghasilkan uang, yang bisa bekerja apa saja dan untuk siapa saja asalkan pihak yang memesan atau menugaskannya bisa membayar mereka sesuai kesepakatan. Tidak ada tariff resmi dalam bisnis ini. Yang kedua ini kita sering mengenalnya sebagai Tentara Bayaran (The Mercenary), termasuk juga bisnis Mafia. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
[1] Baigent, Leigh, dan Lincoln; The Holy Blood and The Holy Grail; hal. 78.
0 comments:
Post a Comment