Minggu sore, 31 Oktober 1897, pintu rumah Pastur Gelis diketuk seseorang. Gelis segera membukakan pintu bagi tamu yang tidak dikenalnya ini. Tiba-tiba sang tamu memukulkan sebuah benda keras ke kepala dan tubuh Gelis. Pastur berusia 70 tahun ini jatuh tersungkur bersimbah darah. Sang pembunuh segera pergi. Awalnya polisi menyangka telah terjadi perampokan karena Gelis memang dikenal memiliki banyak uang. Tapi barang-barang milik Gelis tidak ada yang hilang.
Bukan itu saja, di dekat jenazah Gelis yang telentang dengan kedua tangan bersedekap, seolah pembunuhnya ingin menunjukkan sesuatu pola, ditemukan dua kertas rokok dengan tulisan tangan bertuliskan “Viva Angelina!”, yang memiliki arti kejayaan bagi malaikat perempuan atau kejayaan bagi Sang Dewi. Maria Magdalenakah yang dimaksud?
Sampai kini polisi tidak berhasil mengungkap siapa pembunuhnya. Banyak penafsiran tentang motif di balik peristiwa pembunuhan terhadap Gelis. Tapi para peneliti meyakini, dibunuhnya Gelis erat kaitannya dengan harta karun yang ada di sekitar daerah itu. Adakah Gelis dianggap terlalu banyak tahu tentang harta karun Rennes-le-Château?
Batu nisannya, yang terletak di pemakaman gereja di Coustassa, diposisikan lain dengan nisan-nisan lainnya. Nisan Pastur Gelis dibuat menghadap ke Rennes-le-Château dan terlihat amat jelas di lereng bukit di seberangnya. Anehnya, batu nisan itu juga memiliki tanda Salib-Mawar (Rose-Croix). Gerard de Sede ketika ingin menginvestigasi peristiwa ini pada tahun 1960-an, tidak berhasil menemukan catatn apa pun mengenainya di arsip Keuskupan Carcassonne. Sepertinya Gereja memang menyembunyikan hal ini dan menguburnya rapat-rapat.
Yang kedua, Pastur Henri Boudet (1837-1915) yang menjadi gembala sidang di daerah Rennes Le Bains, yang terletak di sisi lain bukit yang juga ditempati Rennes-le-Château. Pastur ini juga tidak kalah misteriusnya. Walau bukan ahli bahasa, tapi Boudet diketahui telah mengarang sebuah buku mengenai bahasa yang salah satu premisnya sungguh aneh yakni bahasa Celtic adalah bahasa asal dari semua bahasa dunia. Buku tersebut ternyata berisi kode-kode tertentu yang setelah Boudet meninggal di makamnya terdapat kaitan erat dengan kode-kode dari bukunya tersebut. Judulnya: Le vraie langue cetique et le cromleck de Rennes-les-Bains (The True Celtic Language and the Cromlech of Rennes-les-Bains).
Pastur Berenger Sauniére, Pastur Antoine Gelis, dan Pastur Henri Boudet, ketiganya memimpin gereja dalam wilayah yang bertetangga, ketiganya menyimpan misteri, dan tentu ketiganya memiliki ikatan khusus atau suatu kerjasama yang tidak diketahui secara jelas apa dan bagaimana bentuknya.
Hanya saja, di belakang hari diketemukan catatan bahwa Pastur Sauniére ternyata pernah dua kali diundang dan menghadiri acara resmi kelompok Freemason yang diadakan di Martinist Lodge di Lyons, Perancis. Sejak zaman Renaissance, kota Lyons juga dikenal sebagai kota yang penuh misteri. Selain itu ada pula catatan pengiriman barang dari Paris berupa sebuah teropong yang berdaya kuat dan kamera kepada Sauniére. Sebuah organisasi atau kelompok di Paris mengirim peralatan penyelidikan kepada Sauniére yang tinggal di desa penuh misteri. Apa yang sesungguhnya diselidikinya?
Menurut sejarah, setelah kerajaan Barat menyerbu Roma dan kemudian meninggalkan Italia, harta karun dari Yerusalem yang dijarah oleh Titus kemudian dibawa ke Toullose, lalu dibawa lagi ke Carcassonne, setelah itu tidak ada satu pun orang yang pernah mendengar tentang keberadaan harta karun tersebut.
Ada pula yang mencatat bahwa sesungguhnya Ksatria Templar pernah membawa jenazah Yesus ke suatu tempat di Rennes-le-Château untuk dikuburkan di sana. Salah satu wilayah yang dekat dengan Rennes-le-Château bernama Opoul Perillos. Wilayah ini memiliki kode pos: 666-00. Triple Six, sebuah angka setan!
Dari misteri ‘harta karun’ Rennes-le-Château itulah alur utama novel The Da Vinci Code mengalir. Jika ini sungguh benar, dan banyak yang percaya, maka Vatikan sebenarnya sudah mengetahui sejak lama bahwasanya Yesus tidak disalib. Kitab Apokripa dalam tradisi Katolik Roma sendiri kian memperkuat dugaan ini. Kitab Apokripa adalah kitab-kitab Injil yang terlarang dibaca oleh jemaat biasa dan hanya pendeta-pendeta tertinggi yang boleh melihatnya. Di antara kitab-kitab apokripa itu adalah Injil Maria, Injil Hermes, Injil Barnabas, Injil Thomas, dan sebagainya.
Semua kitab apokripa tersebut membenarkan bahwa Yesus hanyalah seorang Rasul dan mengajarkan ketauhidan, bukan trinitas. Arius dan kaum Unitarian yang diburu dan dihabisi dalam Konsili Nicea pada 325 Masehi merupakan satu kaum yang meyakini ketauhidan itu. Demikian pula dengan Sekte Essenes dari gua Qumran, Yordania, yang terkenal dengan kehidupan zuhudnya dan Dead Sea Scroll yang termasyhur.
Salah satu prelatur Vatikan bernama Opus Dei[1]—seperti yang telah dipaparkan dengan amat baik dalam The Da Vinci Code—memiliki tugas khusus untuk mencari dan membunuh seluruh keturunan Yesus dan para pelindungnya, yakni Dinasti Merovingian dan para Biarawan Sion dengan Ksatria Templarnya. Misi ini tentu tidak pernah dibuka pada umum.
Sejarah juga mencatat, salah satu ordo paling militan dalam Gereja Katolik Roma adalah Serikat Yesuit. Pertarungan antara Serikat Yesuit melawan The Knight Templar sudah terjadi sejak masa Santo Ignatius Loyola, sang pendiri Ordo ini, dan berjalan dengan amat sengit. Apakah rahasia ini yang sesungguhnya menjadi ujung pangkal segala kekisruhan tersebut?
Organisasi misterius yang menjaga rahasia tersebut sejak berabad-abad lalu dikenal sebagai Biarawan Sion (The Priory of Sion). Buku The Holy Blood and the Holy Grail dan The Da Vinci Code dengan tegas menyatakan bahwa Biarawan Sion inilah yang secara turun-temurun telah menjaga rahasia yang mereka yakini lebih besar ketimbang agama Kristen itu sendiri dengan sangat rapat, bahkan jika perlu dengan mengorbankan jiwa raganya, seperti yang telah dilakukan para sénéchaux seperti halnya “Jacques Sauniére” dalam prolog novel The Da Vinci Code.
Dari organisasi Biarawan Sion inilah lahir sebuah ordo militer legendaris yang bernama The Knights Templar. Perang Salib telah memperkenalkan ordo militer ini ke seluruh dunia. Dalam Perang Salib, dari seluruh ordo dan ksatria salib yang ada, Ksatria Kuil ini dikenal sebagai orang-orang yang begitu haus darah dan selalu ingin berperang.
Dalam salah satu episode Perang Salib ke empat, tiga orang tokoh Templar—Reynald de Chatillon, Guy de Lusignan, dan Gerard de Ridefort—berhadapan langsung dengan Salahudin Al-Ayyubi (orang Barat menyebutnya Saladin), Panglima Islam yang berasal dari Tikrit, Irak. Satu kampung dengan Saddam Hussein.
Usai Palagan Hattin, kedua tokoh Ksatria Templar itu tertangkap. Guy de Lusignan yang saat itu menjabat sebagai Raja Yerusalem (menggantikan kakak iparnya, King Baldwin IV yang telah mangkat) ditawan oleh Salahuddin. Demikian pula Reynald dan Gerard de Ridefort.
Kehadiran Ksatria Templar memang tidak bisa dilepaskan dalam konteks Perang Salib. Walau banyak ahli sejarah menyatakan bahwa Ksatria Templar merupakan para ksatria yang paling berani dan tentara garda terdepan dalam membela Kristus, namun banyak pula sejarahwan yang curiga dan memandang keberadaan Ksatria Templar secara lebih kritis.
Motivasi Ksatria Templar menerjunkan dirinya dalam Perang Salib sesungguhnya bukanlah untuk membela Kristus dan agamanya, namun untuk menyelidiki ‘harta rahasia’ yang mereka yakini terpendam di bawah Haikal Sulaiman. Hal yang belakangan ini sudah terbukti dengan adanya penelitian yang dilakukan sejumlah arkeolog yang menemukan bekas-bekas eskavasi yang dilakukan di bawah kamar-kamar markas Ksatria Templar di Yerusalem dan berbagai peralatan penggalian milik Templar juga ditemukan di dalamnya. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
[1] Opus Dei, nama salah satu sekte Gereja Katolik ini menjadi begitu populer setelah novel The Da Vinci Code mengguncangkan dunia. Opus Dei adalah bahasa latin yang berarti “Bekerja Melayani Tuhan” atau “Pelayan Tuhan”, sebuah organisasi controversial di bawah Gereja Katolik Roma yang didirikan tahun 1928 oleh Pastor Josemaría Escrivá. Sekarang, seluruh anggota Opus Dei di dunia diperkirakan melebihi jumlah 85 ribu orang.
0 comments:
Post a Comment