Attaturk |
Maka dalam waktu hanya setahun setelah kegagalan Hertzl membujuk Sultan Abdul Hamid II, di Bassel, Swiss, diselenggarakanlah Kongres Zionis Internasional untuk yang pertama kalinya. Selama tiga hari di akhir bulan Agustus 1897 itu seluruh tokoh Yahudi dunia menuangkan semua pikirannya. Di akhir kongres, salah satu hasil yang disepakati adalah tujuan dari gerakan Zionis, yakni:
“Zionisme bertujuan untuk membangun sebuah Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang dilindungi oleh undang-undang.” Ini jelas sudah merupakan agresi politik dan makar. Sama saja dengan, misalkan, kaum Indian di Amerika mengadakan kongres dan pada akhir kongres mereka sepakat untuk “…mendirikan sebuah Tanah Air bagi kaum Indian di Indonesia yang dilindungi undang-undang.” (!).
Di akhir kongres, Theodore Hertzl menuliskan di dalam buku hariannya, “Kalau saya harus menyimpulan apa hasil dari kongres Bassel itu dalam satu kalimat pendek, yang sungguh tidak berani saya ungkapkan kepada masyarakat, saya akan berkata: ‘Di Bassel saya menciptakan negara Yahudi!’”[1]
Setelah kongres di Bassel tersebut, pergerakan kaum Yahudi dunia bekerja menuju dua arah. Pertama, secara diam-diam melancarkan upaya untuk menghancurkan dan menguasai negara-negara non-Yahudi di seluruh dunia, terlebih-lebih yang menunjukkan sikap permusuhannya seperti kekhalifahan Turki Utsmaniyyah. Kedua, mempersiapkan segala hal yang diperlukan bagi berdirinya sebuah negara Yahudi di Palestina.
Jika proyek yang pertama dilakukan secara rahasia, maka untuk proyek yang kedua, kaum Yahudi Internasional memerlukan perhatian dan pelibatan dunai internasional, tentunya lewat jaringan tokoh-tokoh Yahudi yang telah menguasai banyak negara besar di Eropa dan juga Amerika Serikat.
Dalam perjalanannya, kedua rencana aksi itu terbukti berhasil. Lewat upaya-upaya penyusupan, pembunuhan, dan cara-cara keji lainnya, akhirnya Kekhalifahan Turki Utsmaniyah berhasil dihancurkan pada tanggal 3 Maret 1924, hanya 27 tahun setelah Kongres Zionis Internasional pertama.
Mustafa Kemal Attaturk, seorang Yahudi Turki dari Kota Salonika, naik menjadi penguasa dan menghancurkan seluruh kehidupan beragama di Turki dan menggantinya dengan paham sekuler. Mustafa Kamal Ataturk merupakan seorang Mason dari Lodge Nidana.[2] Selama berkuasa, Mustafa Kamal memperlihatkan watak seorang Yahudi asli yang sangat membenci agama. Pernah suatu hari saat berkuasa, setelah melarang adzan menggunakan bahasa Arab dan hanya diperbolehkan berbahasa Turki, Mustafa Kamal melewati suatu masjid yang masih mempergunakan adzan dengan bahasa Arab, seketika itu juga dirinya merubuhkan masjid itu.
Cerita yang laing mengatakan, ketika Mustafa mewajibkan setiap orang Turki memakai topi Barat yang kala itu di Turki lazim dianggap sebagai simbol kekafiran, maka barangsiapa yang tidak mau menuruti perintahnya memakai topi, orang itu akan dihukum gantung. Hasilnya, banyak lelaki Turki yang digantung di tiang-tiang gantungan yang sengaja dibuat di lapangan-lapangan kantor pemerintahannya.
Deislamisasi dan juga terhadap agama lainnya di Turki selama kekuasaan Mustafa Kamal ini benar-benar keterlaluan. Barangsiapa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kejahatan-kejahatan orang yang oleh Barat disebut sebagai ‘Bapak Turki Modern’ ini, ada dua buku karya Dr. Abdullah ‘Azzam yang saya rekomendasikan yakni ‘Al Manaratul Mafqudah’ (Majalah al Jihad, Pakistan, 1987) dan ‘Hidmul Khilafah wa bina-uha’ (Markaz Asy-Syahid Azzam Al-I’laamii, Pakistan).
Dalam buku pertama yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Abdullah ‘Azam memaparkan kejadian sakitnya Mustafa Kamal menjelang sakaratul mautnya yang sungguh-sungguh mengerikan. Abdullah ‘Azzam menulis, “…Mustafa Kamal terserang penyakit dalam (sirrosis hepatitis) disebabkan alkohol yang terkandung dalam khamr. Cairan berkumpul di perutnya secara kronis. Ingatannya melemah, darah mulai mengalir dari hidungnya tanpa henti. Dia juga terserang penyakit kelamin (GO), akibat amat sering berbuat maksiat. Untuk mengeluarkan cairan yang berkumpul pada bagian dalam perutnya (Ascites), dokter mencoblos perutnya dengan jarum. Perutnya membusung dan kedua kakinya bengkak. Mukanya mengecil. Darahnya berkurang sehingga Mustafa pucat seputih tulang.
Selama sakit Mustafa berteriak-teriak sedemikian keras sehingga teriakannya menerobos sampai ke teras istana yang ditempatinya. Tubuhnya tinggal tulang berbalut kulit. Beratnya hanya 48 kilogram. Giginya banyak yang tanggal hingga mulutnya hampir bertemu dengan kedua alis matanya. Badannya menderita demam yang sangat sehingga ia tidak bisa tidur. Tubuhnya juga mengeluarkan bau bagaikan bau bangkai.
Walau demikian, Mustafa masih saja berwasiat, jika dia meninggal maka jenazahnya tidak perlu dishalati. “Pada hari Kamis, 10 November 1938 jam sembilan lebih lima menit pagi, pergilah Mustafa Kamal dari alam dunia dalam keadaan dilaknat di langit dan di bumi…,” tulis Abdullah ‘Azzam.
Majalah Al Mujtama’ Kuwait pada tanggal 25 Desember 1978 edisi 425-426 memuat sebuah dokumen rahasia tentang peranan dan konspirasi kaum Yahudi di dalam menumbangkan kekhalifahan Turki Utsmaniyyah. Dokumen ini sebenarnya berasal dari sebuah surat yang ditulis Dutabesar Inggris di Konstantinopel, Sir Gebrar Lother, kepada Menteri Luar Negeri Inggris Sir C Harving pada tanggal 29 Mei 1910.
Dalam dokumen tersebut dipaparkan secara rinci bagaimana kaum Masonik melakukan penyusupan ke berbagai sektor vital pemerintahan Turki untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Abdul Hamid II dan mengangkat Mustafa Kamal Ataturk, untuk menghapuskan kekhalifahan Islam di Turki. Bahkan kaum Mason Turki ini berhasil masuk dalam lingkaran pertama Sultan Abdul Hamid II sehingga banyak kebijakan-kebijakannya yang disabot atau disalahgunakan.
Selain menghancurkan penghalang utama, kekhalifahan Turki Utsmani, Konspirasi Yahudi Internasional juga menyusun cetak biru rencana aksi—yang berasal dari Jenderal Albert Pike—untuk meletuskan Perang Dunia I dan II. Bahkan Pike juga telah merancang Perang Dunia III yang direncanakan meletus pada awal millenium ketiga.
Selain menghancurkan dan menguasai negara-negara non-Yahudi, Konspirasi juga secara intens mempersiapkan ‘perebutan’ tanah Palestina bagi negara Yahudi. Selain menerbitkan beragam artikel dan buku yang mempropagandakan bahwa Tanah Palestina merupakan hak sejarah bangsa Yahudi—sesuatu yang tentunya tidak ada dasar sejarahnya, Konspirasi secara serius juga menggarap gelombang imigrasi orang-orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk memenuhi tanah Palestina.
Perlawanan terhadap aksi ini dari orang-orang Arab bukannya tidak ada, seperti yang telah diperlihatkan Mufti Palestina Sayyid Husseini, namun Pan Arab tidaklah sekuat dan sefanatik Pan-Yahudi yang didukung oleh kekautan kolonialis Barat.
Kegigihan Konspirasi Yahudi Internasional dalam mendirikan sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi akhirnya terlaksana juga pada tanggal 2 November 1917. Pada saat itu, Menteri Luar Negeri Inggris, Lord Arthur James Balfour mengirim sebuah surat yang ditujukan kepada Pemimpin Komunitas Yahudi Inggris, Walther Rothschild (Lord Rothschild), untuk diteruskan kepada Federasi Zionis, yang berisi pemberitahuan tentang persetujuan pemerintahan Inggris yang telah menggelar rapat Kabinet tanggal 31 Oktober 1917, atas permintaan bangsa Yahudi untuk bisa mendapatkan tanah airnya di Palestina. Saat itu, sebagian terbesar wilayah Palestina masih berada di bawah kekuasaan Khilafah Turki Utsmani. Batas-batas yang akan menjadi wilayah Palestina telah dibuat sebagai bagian dari Persetujuan Sykes-Picot tertanggal 16 Mei 1916 antara Inggris dan Prancis. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
[1] Howard M. Sachar; idem; hal. 46.
[2] Dr. Abdullah ‘Azzam; Pelita Yang Hilang’ Pustaka Al-Alaq; 1993; hal. 54.
0 comments:
Post a Comment