Gino Sandri |
Dari sejumlah dokumen yang dirahasiakan, banyak peneliti yakin jika Ordo Biarawan Sion ini masih eksis hingga sekarang, sebagai Persaudaraan Rahasia tentunya. Henry Linclon, penulis The Holy Blood Holy Grail berhasil bertemu dengan Gino Sandri, sekretaris pribadi Pierre Plantard yang diduga kuat merupakan Sekretaris Jenderal Biara Sion.
KESAKSIAN GINO SANDRI
Keterangan dari Gino Sandri, yang mengaku sebagai Sekretaris Jenderal Priory of Sion dan sekaligus sekretaris pribadi dari Pierre Plantard, agaknya harus dipaparkan juga di sini. Terlepas apakah Gino yang eksentrik dan ‘nakal’ ini—sesuatu yang oleh banyak peneliti dianggap gaya khas dari Biarawan Sion—bisa dipercaya atau tidak. Tidak ada yang mengetahui apakah Gino Sandri yang menghuni rumah yang jauh dari keramaian ini berbohong, memanipulasi informasi, atau berterus-terang soal Biarawan Sion. Atau mungkin semua keterangannya ini ada yang bohong dan ada pula yang benar. Beberapa peneliti kelompok esoteris seperti Lynn Picknett nyatanya telah bertemu dan mewawancarainya. Gino, menurut Picknett, memang ‘nakal’ dan ‘misterius’. Tim pembuat film dokumenter “The Sauniere Da Vinci(2006) juga menemui Sandri dan melakukan wawancara ekslusif dengannya. Keterangan Gino Sandri di bawah ini dikutip dari film dokumenter tersebut yang berisi wawancara cukup panjang dengannya:
“…ketika menginvestigasi cerita tentang Rennes le Château di tahun 1970-an, suatu waktu saya bertemu dengan Perre Plantard. Dalam waktu yang tidak terlalu lama akhirnya berkawan akrab, dan suatu hari saya diajak untuk bergabung dengan kelompoknya, Biarawan Sion. Dari tahun 1950 hingga 1955, Biarawan Sion tidak menjadi pembahasan umum, walau hal ini tidak berarti keberadaannya tidak dibahas dalam kelompok-kelompok tertentu. Saya ingin menekankan bahwa organisasi Biarawan Sion sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah politik, finansial, atau juga tidak ada kaitannya dengan keinginan mengembalikan Dinasti Merovingian, tidak juga dengan Eropa Barat.
…dalam masanya, Godfroi de Bouillon memang merupakan bagian dari kami walau dia adalah orang yang bermain di layar (maksudnya, Godfroi adalah anggota Biarawan Sion yang sengaja bermain di permukaan, bukan bagian dari yang tertutup atau anggota rahasia, penulis).
…masyarakat baru membahas keberadaan Biarawan Sion setelah tahun 1956, dan juga dikeluarkannya sebuah dokumen yang berisi nama-nama Grand Master-nya. Daftar Grand Master itu benar adanya tapi menurut saya terlalu di besar-besarkan. Kami sekali lagi menyatakan tidak terkiat dengan politik, kami hanya ingin menciptakan perdamaian di dunia yang terdiri dari beragam kelompok dan orang. Setelah kemunculan dokumen itu (The Dossiers Secrets) kami memang menjadi satu organisasi yang terbuka. Tapi sekali lagi ini sekadar organisasi layar yang diketahui orang banyak.
Sesungguhnya cerita tentang ini berawal dari tahun 1901, dari sebuah asosiasi di Annemase yang dipimpin tiga orang. Presiden Asosiasi adalah Andre Bonhomme dan Plantard menjadi sekretaris umumnya. Satu hari, Bonhomme memerintahkan kepada Plantard untuk membuat satu struktur organisasi layar (struktur organisasi yang sengaja ditampilkan ke khalayak luas, penulis) untuk mengetahui reaksi dari masyarakat. Ini seperti umpan. Plantard memang sengaja diumpankan. Sama seperti Rennes le Château dan Sauniére, yang memang kami buat seperti itu.
Rennes le Château memang istimewa dan memenuhi segala syarat yang dimiliki sebuah tempat yang penuh misteri. Ini semacam perangkap. Kita mempunyai semua bumbu penyedap. Gerard de Sede pun, oleh Plantard sendiri, sebelum menulis dua bukunya yang terkenal itu, telah diberi banyak data dan informasi yang antara lain terdiri dari 900 halaman dokumen bertuliskan tangan.
Buku de Sede yang pertama tentang Ksatria Templar dan yang kedua tentang harta karun di Rennes le Château. Bahkan dalam pembagian royalty buku tersebut, Gerard de Sede dan Plantard pun mendapat bagian. De Sede mendapat 35% sedangkan Plantard mendapat 65%-nya. Buku yang kedua, Le Tressoe Maudit, agaknya disengaja dibuat tipis agar murah harganya dan bisa dijangkau banyak orang. Banyak peneliti dan pencari harta karun yang akhirnya berdatangan ke desa ini.
Saya juga katakan bahwa Renes le Château merupakan bagian luar dari Priory of Sion. Kami sendiri sebenarnya tidak tertarik dengan misteri kuburan Yesus, juga tidak ikut-ikutan pada upaya menaikkan kembali monarki Perancis dengan Dinasti merovingiannya. Priory of Sion, dalam bagian lain, juga mutlak tidak berhubungan sama sekali dengan The Da Vinci Code. Itu hanyalah novel biasa. Kode-kode dan sandi-sandi yang ada di dalamnya juga sangat mudah untuk dibaca.Dan novel itu, The Da Vinci Code, juga telah mengatakan bahwa Opus Dei telah melakukan serangkaian pembunuhan (Gino tertawa). Priory of Sion sama sekali tidak berhubungan dengan semua ini…”
AKAR BERNAMA KABBALAH
Jika ordo Sion didirikan oleh Godfroi de Bouillon pada tahun 1090, sembilan tahun sebelum dirinya memimpin penaklukan Yerusalem dari tangan kaum Muslimin. Lalu ada dokumen lainnya, yang diistilahkan oleh Henry Lincoln cs sebagai ‘Dokumen Biara’ yang malah menyatakan Ordo Sion didirikan tahun 1099, bertepatan dengan jatuhnya Yerusalem ke tangan pasukan salib pimpinan Godfroi de Bouillon. Maka sebelum ordo ini ‘didirikan’, adakah orang-orang dan tokoh-tokoh yang berada dalam kelompok tersebut bersatu dalam ikatan persaudaraan, ritual bersama, atau ikatan-ikatan lain yang benar-benar kuat? Apa yang sesungguhnya melatarbelakangi keberadaan mereka?
Harun Yahya merupakan peneliti Muslim asal Turki yang sangat serius mengkaji masalah ini. Tak banyak peneliti yang berhasil menemukan dan merangkai kepingan fakta sejarah seperti dirinya sehingga menghasilkan mosaik peristiwa masa lalu yang sangat menarik. Salah satu hipotesis Harun Yahya yang bernama asli Adnan Oktar ini tentang apa yang berada di balik Biarawan Sion (juga Templar, Freemason, dan sebagainya) adalah Kabbalah.
Harun Yahya mengutip sebuah buku yang ditulis oleh dua orang Mason bernama Christopher Knight dan Robert Lomas, yang berjudul The Hiram Key. Buku itu mengungkapkan beberapa fakta penting tentang akar Freemasonry. Menurut para penulis ini, jelas sekali bahwa Masonry adalah kesinambungan dari para Templar. Namun, selain itu para penulis juga mengkaji asal usul para Templar.
Menurut tesis kedua penulis tersebut, para Templar ini mengalami perubahan besar secara keyakinan saat mereka berada di Yerusalem. Di tempat asal agama Kristen ini, mereka justru mengadopsi doktrin-doktrin lain yang lebih menjurus pada ajaran paganisme yang melenceng dari iman Kristen yang benar. Para Templar dikatakan menemukan sebuah rahasia yang terpendam dan tersembunyi di dalam Kuil Sulaiman di Yerusalem. Kebetulan, King Baldwin I yang juga menjadi Raja Terusalem memberi mereka sebuah markas di sayap kiri istananya yang dahulunya merupakan wilayah tempat berdirinya Kuil Sulaiman. Para Templar itu juga diketahui telah melakukan upaya penggalian tanah di dalam markas mereka untuk melakukan pencarian tersebut.
Christopher Knight dan Robert Lomas berpendapat bahwa para Templar sesungguhnya telah berbohong kepada Raja Yerusalem bahwa kedatangan mereka ke kota suci itu adalah untuk mengamankan rute para peziarah dari Jaffa ke Yerusalem dari segala gangguan yang mungkin timbul. Namun maksud kedatangan mereka yang sesungguhnya adalah untuk melakukan pencarian terhadap ‘harta karun’ Nabi Sulaiman yang dipercaya berada di bawah reruntuhan Kuil Sulaiman.
Tidak ada bukti bahwa para Templar sendiri ini pernah memberi perlindungan kepada peziarah, tetapi sementara itu kita segera menemukan bahwa terdapat bukti yang meyakinkan bahwa mereka memang melakukan penggalian yang intensif di bawah reruntuhan Kuil Herod…
The Hiram Key bukan satu-satunya yang berpendapat demikian. Peneliti Perancis, Gaethan Delaforge dalam karyanya juga membuat kesimpulan yang sama: Tugas sebenarnya dari sembilan ksatria itu adalah melakukan penyelidikan di daerah tersebut untuk mendapatkan berbagai barang peninggalan dan naskah yang berisi intisari dari tradisi-tradisi rahasia Yahudi dan Mesir kuno.
Pandangan ini bersandar pada temuan seorang peneliti, Charles Wilson, yang melakukan riset arkeologis di lokasi bekas reruntuhan Haikal Sulaiman pada akhir abad ke-19. Setelah mempelajari lokasi bekas markas para Templar, Wilson menemukan seperangkat alat eskavasi dan jejak-jejak upaya penggalian yang pernah dilakukan para Templar di lantai kamar-kamar tidurnya. Perangkat eskavasi ini berasal dari tahun yang sama ketika para Templar masih tinggal di tempat tersebut. Beberapa simbol yang biasa terdapat dalam ordo ini juga dijumpai.
Sekarang, perangkat alat-alat tersebut masih bisa dijumpai di dalam koleksi Robert Brydon yang secara khusus mengumpulkan arsip dan segala sesuatu yang sangat luas tentang keberadaan para Templar. (Bersambung/ Rizki Ridyasmara)
0 comments:
Post a Comment