Tsar Alexander I |
Perekonomian kekaisaran Rusia sedikit demi sedikit, jika ini dibiarkan, akan jatuh ke dalam kekuasaan orang-orang Yahudi. Apalagi ternyata dalam kehidupan sosialnya, kaum Yahudi ini tetap saja ekslusif, tidak mau berbaur dengan orang-orang asli Rusia, seperti yang hendak dicapai oleh peraturan baru yang dikeluarkan Tsar Alexander I tersebut.
Pada tahun 1825 Alexander I digantikan oleh Nicholas I. Seperti pendahulunya, Tsar Nicholas juga menginginkan agar seluruh lapisan rakyat Rusia—yang asli maupun pendatang—bisa hidup bersama dan bersatu memajukan Rusia. Nicholas belajar pada pengalaman Alexander I dan kemudian dengan tujuan yang sama, dia mengeluarkan sebuah peraturan baru yang memaksa orang-orang Yahudi itu untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah umum seperti halnya orang-orang Rusia lainnya.
Dan seperti pengalaman Alexander I, peraturan ini ternyata juga semakin mengokohkan komunitas Yahudi di Rusia. Anak-anak Yahudi yang bersekolah di sekolah-sekolah umum ternyata menimba ilmu dengan sebaik-baiknya, menjadi anak-anak yang cerdas, namun di rumah-rumah mereka, mereka tetap dididik dengan keras sebagai seorang anak Yahudi.
Jadilah kini mereka anak-anak Yahudi yang pintar dan militan. Terbukti kelak, dalam masa kekuasaan Tsar Alexander II, anak-anak Yahudi ini akan menempati posisi-posisi strategis dalam sektor perekonomian dan pemerintahan Rusia.
Tahun 1855, Alexander II menjadi Tsar Rusia. Inilah masa keemasan bagi komunitas Yahudi Rusia untuk bisa masuk ke dalam lembaga-lembaga pemerintahan. Bagi komunitas Yahudi rusia, Alexander II merupakan sosok penguasa yang sangat toleran dan menjadi pelindung semua warga Rusia tanpa pilih kasih. Kerukunan hidup ini ternyata membuat Konspirasi Yahudi Internasional tidak senang. Mereka menilai langkah-langkah yang diambil oleh Alexander II bisa membahayakan program mereka.
Jika komunitas Yahudi Rusia telah berbaur dengan orang Rusia lainnyamaka lama-kelamaan mereka akan kehilangan kebanggaan terhadap ras keyahudiannya. Dengan begitu, mereka akan sulit untuk bisa diajak bekerjasama untuk memuluskan ambisi besar Konspirasi untuk menguasai dunia. Selain itu, pembauran ini juga akan menyulitkan Konspirasi dalam memunculkan friksi-friksi di dalam masyarakat Rusia yang diharapkan akan berkembang menjadi konflik dan kerusuhan yang meluas. Maka satu-satunya jalan adalah dengan menyingkirkan Tsar Alexander II.
Usaha pembunuhan terhadap Alexander II di tahun 1866 menemui kegagalan. Usaha pembunuhan kedua tidak boleh gagal. Dengan mempergunakan perempuan Yahudi kaya bernama Hessia Helgman, Alexander II terbujuk untuk bertandang ke rumahnya. Tidak lama kemudian, Alexander II ditemukan meninggal dunia. Ini terjadi pada tahun 1881.
Setelah Alexander II meninggal, Rusia dibenturkan dengan Inggris untuk menguras keuangan kekaisaran dan juga meraup keuntungan dari penjualan alat-alat perang dari kedua belah pihak. Lagi-lagi lembaga keuangan Konspirasi pun mengulurkan pinjaman, berbunga tinggi. Tsar yang baru Alexander III mengadakan penyelidikan terhadap meninggalnya Alexander II dan komunitas Yahudi Rusia.
Hasilnya sungguh mengejutkan, orang-orang Yahudi di Rusia ternyata telah menguasai hampir seluruhnya sektor perdagangan, penyewaan rumah dan apartemen, kepemilikan tanah, dan sebagainya. Di saat bersamaan, datang seorang utusan Rothschild bernama Baron Gainsburg ke Rusia menemui Tar Alexander III. Misinya gagal karena Alexander III mendapat peringatan akan bahaya utusan tersebut dari sejumlah penasehatnya.
Baron Gainsburg sepulangnya dari Rusia menyampaikan kegagalan misinya kepada Rothschild. Konspirasi benar-benar murka mendapat tantangan dari Tsar Alexander III dan para penasehat Rusianya. Sebuah pertemuan pun digelar untuk membahas penghancuran Rusia. Konspirasi kemudian menyepakati akan memakai senjata yang tidak pernah gagal: uang dan emas.
Di seluruh Eropa dan wilayah yang dikuasai Rothschild, usaha-usaha dagang setempat melakukan blokade terhadap pemasaran hasil-hasil industri dan barang dagangan Rusia dengan berbagai dalih. Akibatnya, dalam waktu singkat Rusia pun meluncur ke dalam krisis ekonomi yang parah dan mencapai puncaknya pada tahun 1905. Selain melakukan blokade ekonomi, di dalam Rusia sendiri Konspirasi melalui agen-agennya melakukan kekacauan dan kerusuhan.
Melalui kelompok revolusioner yang merupakan cikal bakal partai komunis Rusia, massa rakyat dikomando untuk tidak lagi percaya pada kaum bangsawan dan agama.
Di saat krisis memuncak, Konspirasi membenturkan Rusia untuk berperang melawan Jepang. Lewat sebuah perusahaan Yahudi AS bernama Kuhn, Loeb & co, Konspirasi mengucurkan dana besar-besaran kepada Jepang dan dalam tempo bersamaan memutus jalur distribusi militer dan logistik pasukan Rusia menuju Timur Jauh. Hasilnya sudah bisa diduga, Rusia menemui kekalahan telak.
Kekaisaran Rusia pun jatuh dan tidak mampu untuk bangkit kembali. Bagi sebagian sejarah, kemenangan Jepang yang kecil melawan Rusia yang merupakan negara besar dan mumpuni dalam bidang militer, masih dianggap sebagai bagian dari keajaiban perang.
Dalam kerusuhan besar yang terjadi di Rusia, Konspirasi juga melancarkan upaya pembunuhan terhadap tokoh-tokoh Rusia yang selama ini tidak mau diajak bekerjasama. Bekas Menteri Dalam Negeri Despiagin yang pernah mengisolasi komunitas Rusia di dalam ghetto-ghetto[1], lalu mantan Menteri Pendidikan Bogoliev yang pernah membatasi jumlah anak Yahudi yang bisa diterima di sekolah umum Rusia, dibunuh.
Tsar Alexander III |
Hal yang sama menimpa mantan Gubernur Uka, Yogdanovich (1903), Perdana Menteri Rusia (1904), dan paman Czar, Prince Sergey. Czar Alexander III sangat marah melihat ini semua dan tanpa sungkan-sungkan menyatakan bahwa Konspirasi Yahudi-lah yang menjadi dalang segala kerusuhan, pembunuhan, dan krisis ekonomi di Rusia.
Bisa jadi, intelijen kekaisaran telah mengetahui bahwa seorang Yahudi Amerika bernama Yacob Sheiff lah yang bertanggungjawab atas segala kekacauan ini. Yacob Sheiff sendiri adalah konglomerat Yahudi yang mewakili perusahaan Cohen-Lobe. Harian Perancis, Le Figaro, memuat kasus ini dalam edisi 20 Februari 1932.
Tsar Alexander III bukannya tidak tahu konsekuensi yang bakal dihadapinya dengan menunjuk pihak Konspirasi, tetapi dirinya sudah tidak bisa lagi menyimpan amarah yang teramat sangat terhadap Yahudi. Alexander III pun membentuk pasukan intelijen untuk melindungi dirinya dari upaya-upaya pembunuhan yang diyakini bakal dilancarkan oleh pihak Konspirasi karena penentangannya.
Dan benar saja, golongan komunis Rusia yang dipakai sebagai kendaraan Konspirasi Yahudi ini diketahui telah membentuk sebuah kelompok pembunuh yang dipimpin oleh seorang teroris Yahudi bernama Gishuin, Iveno Aziev, dan Alexander Ilyanov. Berkat penciuman yang tajam yang dimiliki agen-agen intelijen Tsar Rusia, maka sebelum kelompok ini beraksi lebih jauh, Tsar berhasil menggulung komplotan ini dan menjatuhkan hukuman mati terhadap semua yang terlibat.
Adik dari Alexander Ilyanov bernama Vladimir Ilyanov menyimpan dendam yang dalam atas kematian kakaknya. Ia kemudian menjadi tokoh Partai Komunis Rusia yang lebih dikenal dengan nama Lenin.
Suhu politik di Rusia tetap memanas. Alexander III pun digantikan oleh Tsar Nicholas II. Perkembangan demi perkembangan berjalan dengan amat cepat. Demonstrasi secara bergelombang menjadi pemandangan biasa di kota-kota besar di Rusia.
Pada 22 Januari 1905, terjadi demonstrasi besar menuju Istana Kekaisaran Rusia yang berakhir dengan penembakan pasukan pengawal istana terhadap para demonstran. Peristiwa ini dikenal sebagai “Pembantaian Minggu Berdarah”. Seorang kepala regu pengawal istana memerintahkan penembakan ini. Di kemudian hari terbukti, kepala regu tersebut merupakan seorang agen Konspirasi yang memang ditugaskan untuk menimbulkan martir di kalangan rakyat agar keadaan kian memanas. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
0 comments:
Post a Comment