Dengan demikian, Amerika berani berspekulasi dengan melakukan belanja gila-gilaaan terhadap anggaran belanja nasionalnya. Mereka merasa aman, karena orang sedunia—mereka yang memegang dollar—memberi utang kepada Amerika tanpa memerintahkan Amerika untuk melunasinya. Kalau pun defisit, maka bukan Amerika yang menanggung, tapi para pemegang uang kertas dollar-lah yang menerima akibatnya.
Untuk menutup defisit bagi Washington sangat mudah, bahkan menguntungkan, karena tinggal memotong nilai 100 dollar yang kita pegang itu secara intrinsik. Jika Amerika defisit, maka yang menanggungnya adalah orang-orang non-Amerika yang yang memegang dollar.
Sistem kapitalisme Amerika ini yang dipegang kuat oleh Yahudi akan terus berlangsung selama masih saja ada orang dan negara yang menyimpan cadangan devisanya dalam bentuk mata uang dollar. Padahal ,jika orang atau negara menyimpan cadangan devisa dalam bentuk logam mulia (emas) maka hal itu akan memperkuat dirinya sendiri dan otomatis merugikan Amerika.
Negara-negara Eropa selama bertahun-tahun telah mencermati hal ini. Dan setelah Uni Eropa berdiri, maka timbul pemikiran mengapa hanya Amerika yang bisa demikian, sedangkan Uni Eropa pun mampu untuk berbuat hal yang sama, maka lahirlah Euro.
Dengan membanjirnya Euro di pasaran transaksi bisnis dunia, maka itu berarti memindahkan sebagian cadangan logam mulia yang dimiliki Bank Sentral Amerika ke Eropa. Keuntungan The Fed pun terpotong. Jika yang tadinya sebelum ada Euro, cadangan logam mulia yang dimiliki The Fed, katakanlah, setara dengan nilai 1000 dollar, maka setelah ada Euro—orang-orang mengganti Dollarnya dengan Euro—maka nilai cadangan emas yang dimiliki The Fed menjadi berkurang, sesuai dengan jumlah beredarnya mata uang Uni Eropa tadi atau sesuai dengan jumlah Dollar yang dibuang.
Tadinya, kaum pemodal Yahudi Amerika menginginkan mata uang Dollar menjadi satu-satunya mata uang transaksi bisnis dunia, jadi, seluruh kekayaan intrinsik dunia, seluruh cadangan emas dunia, akan mengalir ke kas The Federal Reserve. Tapi dengan hadirnya Euro, rencana itu berantakan. Apalagi Inggris masih saja ngotot mempertahankan Poundsterling-nya yang lebih perkasa ketimbang Dollar AS.
Sebab itu, langkah Saddam Hussein yang tidak lagi mau menerima mata uang dollar merupakan sebuah langkah yang amat berbahaya karena secara langsung bisa menggoyang stabilitas perekonomian negara adi daya tersebut. Apalagi jika negara-negara OPEC mengikuti langkah Saddam. Ini sama saja dengan peristiwa penarikan secara besar-besaran dana nasabah dari satu bank, rush. Dalam sekejap bank itu akan kolaps dan bangkrut.
Sebab itulah, Amerika menyerang Irak. Beberapa keuntungan lainnya juga akan di dapat Bush, setelah menguasai cadangan minyak di Asia Tengah (Afghanistan) maka cadangan minyak di Irakk pun akan disedot juga, dan keberadaan Amerika di Irak sangatlah menguntungkan karena bisa menjadi memantau dan menakut-nakuti Iran dan Syiria yang kurang bersahabat dengan Amerika sekaligus cepat menolong Israel jika negara ini diserang.
Walau untuk memenuhi ambisi Zionisnya itu, Bush harus mengorbankan lebih dari 2.500 tentaranya, para pemuda Amerika yang direkrut menjadi tentara dan dikirim ke Irak untuk menjemput kematian.
Banyaknya kejanggalan yang menyelimuti peristiwa runtuhnya Menara WTC, 9 September 2001, disertai dengan sikap mencurigakan yang ditunjukkan pemerintah Bush merupakan indikasi kuat bahwa peristiwa itu memang dirancang untuk terjadi dan menimpa warga Amerika Serikat non-Yahudi. Orang-orang Amerika non-Yahudi itu sengaja dikorbankan oleh pemerintahan Bush guna menjustifikasi rencana serangan ke Afghanistan dan Irak, dan ke seluruh wilayah di dunia yang dianggap bisa menjadi penghalang cita-cita mereka, yakni membentuk Amerika Serikat menjadi satu imperium baru di dunia, di mana tidak ada satu pun negara yang mampu menyainginya dan mampu menentang kehendaknya. Amerika harus menjadi diktatur tunggal bagi dunia. Inilah inti dari dokumen pembentukan Pax-Americana.
Yang mendasari sikap politik, pemikiran, dan tindakan Bush dan orang-orang dekatnya yang dikenal sebagai Neo-Konservatif, Kelompok Hawkish, atau pun Penjahat Perang, seperti Paul Wolfowitz, Dick Cheney, Richard Perle, Donald Rumsfeld, Condoleeza Rice, dan lainnya adalah keyakinannya terhadap pokok-pokok pikiran yang terdapat di dalam Injil Darby dan Scofield yang mengharuskan seorang Kristen mendukung Zionis-Israel tanpa syarat apa pun. Injil ini sengaja dibuat oleh Konspirasi Yahudi agar orang-orang Kristen Amerika bisa menjadi kuda tunggangan bagi cita-cita satanis mereka.
Setelah komunisme dianggap sudah berakhir, maka Islam-lah yang mereka pandang sebagai batu penghalang paling keras bagi pencapaian tujuannya. Sebab itu, kekuatan hijau ini harus dihancurkan dibuat lumpuh untuk selama-lamanya. Peperangan yang digelar di Afghanistan dan kemudian Irak, dan sekarang juga Lebanon, memiliki dua keuntungan bagi Amerika dan Israel, yakni penguasaan wilayah-wilayah kaya minyak, penguasaan geo-strategis di Timur Tengah, dan menggairahkan industri perang Amerika dan Israel agar berjalan lebih cepat untuk menghasilkan laba.
Perang adalah bisnis. Dalam kedua perang di awal millennium ini, invasi terhadap Afghanistan dan Irak, industri persenjataan Amerika Serikat juga terbukti melakukan uji coba sejumlah persenjataan baru dengan kaum Muslimin sebagai tikus percobaannya. Semua ini diselimuti oleh ideologi Kabbalah dan sesuai dengan ajaran Talmud, karena pelaku utama dari seluruh kebijakan yang ditempuh Amerika, dan diikuti oleh sebagian Eropa, pelaku-pelakunya adalah anggota dari Freemasonry dan Illuminati.
Konspirasi Yahudi Internasional bermain di belakang layar. Rothschild dan Rockefeller misalnya, terus menggerakkan mesin-mesin bisnis mereka untuk menciptakan satu dunia baru, suatu dunia yang dipersiapkan bagi kehadiran kedua kalinya Sang Kristus. Yang dipercaya mereka akan memimpin mereka dalam mengalahkan musuh-musuhnya. Dalam nama Dollar, Minyak, dan Tuhan, semuanya bergerak, menuju satu titik: Peperangan dan Hari Akhir. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
0 comments:
Post a Comment