Kloningan

Sunday, May 11, 2014

Cara Benny Moerdani Ciptakan Presiden Megawati

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Sebenarnya tulisan ini saya maksudkan untuk menyambut peristiwa terbunuhnya empat mahasiswa Trisakti tanggal 12 Mei 1998 namun karena kebetulan kompasiana akan melakukan pemeriksaan server maka saya majukan ke hari ini.

Berbicara berbagai kejadian pada hari-hari menjelang jatuhnya Soeharto sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari Peristiwa 27 Juli 1996 yaitu penyerbuan tentara ke kantor PDI yang menimbulkan korban jiwa di pihak PDI Pro Mega dan rakyat sekitar. Signifikansi peristiwa ini adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah Orde Baru terlihat bahwa Presiden Soeharto sudah kehilangan kendalinya yang kokoh dan melambungnya nama Megawati Soekarnoputri sebagai calon pemimpin masa depan.

Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab sampai sekarang adalah siapa dalang Peristiwa 27 Juli 1996? Jawaban mudah tentu Soeharto yang takut disaingi Megawati, namun dari berbagai sumber ditemukan fakta bahwa perintah Soeharto adalah turunkan Megawati dari kursi Ketua PDI dan bukan perintah untuk menyerang secara fisik. Dari sejarah pengkondisian berbagai organisasi selama Orde Baru terbukti operasi yang diinginkan Soeharto adalah operasi intelijen dari belakang dan bukan operasi yang menimbulkan kerusuhan sebab bertentangan dengan ideologi Orde Baru yaitu stabilitas untuk pembangunan.

Lantas siapa dalangnya?

Untuk mempersingkat artikel ini maka dalang Peristiwa 27 Juli 1996 adalah Benny Moerdani yang membangkitkan semangat perlawanan Megawati melalui serangkaian operasi intelijen yang sangat rumit. Mungkin tidak ada yang tahu tapi sebelum Letkol Untung masuk Cakrabirawa sebenarnya Soekarno sudah terlebih dulu menawari Benny menjadi pengawal pribadinya yang ditolak Benny karena menurutnya bekerja di Cakrabirawa membosankan. Selain itu Soekarno juga pernah menawari Benny untuk menikahi Megawati tapi ditolak Benny karena sudah memiliki calon sendiri. Anda bayangkan hubungan Benny dan keluarga Soekarno adalah sedekat itu!

Benny Moerdani sendiri telah berulang kali menunjukan bahwa dia pengikut garis Jenderal Soedirman yaitu tentara bukan alat sipil yang tidak pakai otak menjalankan perintah dan tentara wajib melawan perintah pemerintah yang sah bila menilai kebijakan pemerintah merugikan negara. Tanda-tanda hal ini adalah bagaimana Benny Moerdani menolak pencalonan Soedharmono sebagai wakil presiden dengan menciptakan isu kedekatan Soedharmono dengan komunis; dan berikutnya berhasil menelikung Soeharto yang mau BJ Habibie sebagai wakilnya dan diganti dengan anggota kelompok Benny, yaitu Try Sutrisno.

Garis Soedirman inilah yang menyebabkan Benny beraksi menurunkan Soeharto setelah dia berada di luar pemerintah berapapun harga yang harus dibayar, dan metode yang akan dipakai Benny sebagaimana disaksikan Salim Said adalah metode gurunya, Ali Moertopo yaitu menciptakan setan; menuduh orang lain pelakunya; dan menghancurkan orang lain tersebut dengan kerusuhan massal dan masif. Tapi sebelum menurunkan Soeharto terlebih dahulu Benny harus menemukan calon pengganti yang tepat, dan pilihan jatuh pada Megawati, satu-satunya yang memiliki kemampuan menandingi kebesaran Soeharto karena membawa nama Soekarno.

Adapun tanggal menjatuhkan Soeharto kemudian ditetapkan Soeharto harus turun setelah masa bakti bersama Try Sutrisno berakhir dengan menciptakan kemelut politik menjelang pemilihan umum dan Sidang Umum MPR tahun 1998. Dengan demikian Peristiwa 27 Juli 1996 sesungguhnya adalah prolog menjelang berbagai kerusuhan yang akan terjadi tahun 1998 sebagaimana direncanakan Benny Moerdani untuk menggeser Soeharto dan calon pengganti potensialnya yang kebetulan semuanya dibenci oleh Benny Moerdani seperti Prabowo; Tutut; atau BJ Habibie sehingga melenggangkan jalan bagi Megawati.

Operasi Membangkitkan Megawati

Titik krusial dalam rencana Benny adalah membangkitkan naluri perlawanan Megawati yang berada di zona nyaman sebagai anggota DPR dari PDI. Sesungguhnya Benny menyadari bahwa Megawati tidak akan pernah bangkit melawan Soeharto dengan radikal apabila dia tidak diganggu atau ditekan terlalu keras. Oleh karena itu operasi intelijen pertama Benny adalah merekayasa kebangkitan "DNA Radikal Soekarno" di dalam tubuh Megawati. Namun bagaimana caranya?

Nah, gejolak di tubuh PDI adalah operasi intelijen itu, dan memang gejolak tersebut adalah kerjaan kelompok Benny Moerdani. Di sinilah peran penting Dr. Soerjadi yang sebenarnya antek Ali Moertopo dan Benny Moerdani yang kenaikannya sebagai Ketua PDI tahun 1987 adalah karena Benny Moerdani melalui anak didiknya, Agum Gumelar dan Hendropriyono. Bekerja sama dengan Sofjan Wanandi dari CSIS yang memberi dana Rp. 600juta dibuatlah kongres untuk menurunkan Megawati di Medan setelah sebelumnya ditiupkan isu kepada Mabes ABRI tentang bahaya dan ancaman Megawati terhadap stabilitas negara yang antara lain melalui angket buatan Aberson Silaholo (anak didik Ali Moertopo) yang seolah dibuat untuk mendukung Megawati sebagai calon presiden 1997-2012 yang membuat Soeharto memerintahkan operasi penurunan Megawati.

Setelah Megawati diturunkan terbentuklah PDI Pro Mega dengan massa yang sangat radikal dan buas yang sebenarnya bukan terbentuk tiba-tiba karena  sudah disiapkan sejak tahun 1995 oleh Benny Moerdani dengan mengirim Nico Daryanto untuk keliling ke seluruh DPD PDI di Indonesia. Tujuan Nico adalah menghimpun massa akar rumput PDI dan mempersiapkan "sesuatu". Ini adalah awal terbentuknya massa Pro Mega yang berorasi saat itu. Selain itu Benny Moerdani yang didukung CSIS yang terbentuk dari golongan Katolik anti Komunis binaan agen CIA Pater Beek mulai membangkitkan elemen eks Partai Katolik di dalam PDI yang bersatu dalam wadah bernama Salus Populi yang menghimpun banyak politisi Katolik aktif dan massa Katolik menggunakan jaringan Khasebul (Khalwat Sebulan) ciptaan Pater Beek yang semula dipakai untuk melawan PKI namun kemudian dipakai untuk mendongkel Soeharto.

Keterlibatan Benny Moerdani yang paling jelas dan terang benderang adalah pengakuan Megawati kepada petinggi PDIP bahwa dua hari sebelum kerusuhan Juli 1996, Megawati mendapat telepon dari Benny Moerdani yang menyampaikan informasi akan ada penyerbuan yang dilakukan ABRI. Anehnya, Megawati tidak menyuruh anak buahnya melakukan apapun untuk mempersiapkan diri menghadapi penyerbuan, misalnya memerintahkan untuk mundur atau mempersenjatai diri. Tidak, sama sekali tidak ada, seolah mereka disiapkan untuk dikorbankan Megawati.

Epilog Peristiwa 27 Juli 1996

Kesetiaan pendukung Megawati termasuk mengorbankan nyawa berakhir tragis karena bukan saja Presiden Megawati mengangkat para perwira militer yang terlibat penyerangan seperti SBY, Sutiyoso, Agum Gumelar dan Hendropriyono dengan posisi tinggi dan terhormat namun dia menolak menyelidiki lebih lanjut sampai mengeluarkan kalimat yang menyakiti hati pengikutnya yang menyambung nyawa demi Megawati Soekarnoputri: "siapa suruh kalian mau ikut saya?"

Gambir Berdarah dan Peran Kelompok Prabowo

Sebelum Peristiwa 27 Juli 1996 sebenarnya terjadi kerusuhan lain sehubungan dengan kisruh PDI yaitu pada tanggal 20 Juni 1996 yang dikenal sebagai Gambir Berdarah. Saat itu kelompok Prabowo tampaknya sudah bisa melihat strategi kelompok Benny Moerdani dan mencoba menghindari bentrokan antara demonstran PDI Pro Mega dengan militer dengan mencoba mengalihkan rute demonstran dan arus lalu lintas namun gagal. Bagaimanapun Prabowo adalah militer bertipe komando lapangan yang akan kesulitan bila berhadapan dengan militer bertipe intelijen, apalagi yang dihadapi adalah Raja Intelijen Benny Moerdani.

0 comments:

Post a Comment