Kloningan

Monday, May 26, 2014

Jokowi, Bila Titisan Harmoko Nyapres

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Ucapan Megawati bahwa Jokowi hanya petugas partai yang ditugaskan menjadi capres dan karena itu wajib menjalankan tugas partai; pengakuan Jokowi bahwa dia memang petugas partai; fakta bahwa Jokowi ingin Abraham Samad menjadi cawapres namun diveto Megawati karena dijanjikan mahar Rp. 10trilyun oleh JK serta fakta bahwa dalam semua hal Jokowi selalu mengatakan "Berdasarkan petunjuk Ibu Mega...." atau "nanti saya tanya Ibu Mega" membuat Jokowi disamakan dengan Harmoko, tokoh Orde Baru yang memiliki ucapan khas: "Sesuai petunjuk bapak presiden..". Disadari atau tidak memang Harmoko dan Jokowi memiliki banyak kesamaan yang akan dijelaskan berikut.

Secara kebetulan baik Harmoko dan Jokowi sama-sama berasal dari Solo; dan  secara kebetulan pula keduanya adalah politikus muda tidak terkenal dan sama-sama dikatrol ke panggung politik nasional dalam usia muda oleh purnawirawan jenderal yang sedang berkonspirasi untuk meraih keinginannya secara politik dengan memanfaatkan tokoh boneka tersebut. Bila Harmoko dikatrol oleh Pangkopkamtib Sumitro dari posisi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jakarta menjadi Ketua PWI Pusat kemudian menteri penerangan menggantikan Ali Moertopo untuk melawan Opsus pimpinan Ali Moertopo yang sedang menggarap PWI sehingga pecah menjadi dua pengurus, satu oleh Rosihan Anwar dan satu oleh BM Diah; maka Jokowi dikatrol oleh Luhut Binsar Panjaitan, anak emas Benny Moerdani (Adam Schwarz; Salim Said) untuk melawan Prabowo yang pernah membersihkan kelompok Benny Moerdani dari pusat kekuasaan Orde Baru dan mencegah tercapainya keinginan Benny Moerdani menjadi presiden Indonesia.

Bukti bahwa Luhut Binsar Panjaitan yang sekarang giat melawan pencapresan Prabowo sebenarnya anak emas Benny Moerdani adalah sebagai berikut:

"Berbeda dengan panglima-panglima sebelum dan sesudahnya, Benny memang memelihara sejumlah orang yang disenanginya. "Mereka itu semacam golden boys Benny Moerdani," kata Schwarz. Salah satu yang dikenal sebagai "anak emas" itu adalah Luhut Binsar Panjaitan."

- Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian, halaman 343

Dari segi karakter, baik Jokowi maupun Harmoko sama-sama berkarakter lemah dan selalu berusaha menjadi "anak baik" demi menyenangkan atasan, hal ini terbukti dari kalimat khas yang keluar dari mulut Harmoko ketika menjadi menteri penerangan adalah "Sesuai petunjuk Bapak Presiden..."; sedangkan kalimat khas dari mulut Jokowi adalah "Sesuai petunjuk Ibu Megawati...", atau dalam istilah yang lebih lugas, mereka adalah penjilat. Baik Harmoko maupun Jokowi memiliki ambisi yang besar, yang sebenarnya wajar, namun mereka tetap ingin menjaga nama seolah mereka adalah orang rendah hati dan tidak berambisi, misalnya Harmoko menjawab rumor akan terpilih menjadi menteri penerangan menjawab: "Ah, jabatan itu terlalu besar buat saya," demikian pula dengan Jokowi ketika ditanya mengenai wacana pencapresan selalu menjawab "Saya tidak berpikir menjadi presiden karena mau mengurus Jakarta."

Demikian pula Harmoko terkenal aktif blusukan ke pelosok-pelosok Indonesia dalam Safari Ramadhan khususnya menjelang kampanye Pemilu, demikian pula Jokowi terkenal aktif blusukan di Solo ketika dia mencalonkan diri sebagai walikota; blusukan keliling Jakarta demi memastikan PDIP akan mencalonkan dirinya sebagai capres; dan aktif blusukan ke pelosok-pelosok Indonesia sejak sebelum menjadi capres PDIP dan setelah menjadi capres menjelang kampanye pemilu.

Sebagai menteri Penerangan, Harmoko dikenal sebagai pencetus gerakan Kelompencapir (Kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa) yang ia bentuk sebagai alat untuk menyebarkan informasi dari pemerintah kepada masyarakat di pedesaan. Ia pun aktif berkeliling ke pelosok-pelosok Nusantara dalam Safari Ramadhan, utamanya menjelang kampanye pemilu. Sebagai Ketua Umum Golkar, Harmoko dikenal pula sebagai penggagas Temu Kader.

Nah, ledekan Hari-hari Omong Kosong yang ditujukan kepada Harmoko juga cocok diberikan kepada Jokowi yang terkenal suka berbohong dan melempar janji tanpa niat ditepati, salah satunya tentang janji Jokowi tidak akan mencalonkan diri sebagai capres dan mau mengelola Jakarta selama lima tahun bersama Ahok yang kemudian dilanggarnya sendiri satu tahun tiga bulan kemudian janji ini dilanggarnya dengan alasan penuh omong kosong "Sebagai Presiden Indonesia saya akan bisa lebih mudah dalam membereskan masalah Jakarta", kenapa omong kosong? Karena dapat dipastikan ketika menjadi presiden dia akan beralasan "Saya Presiden Indonesia bukan Presiden Jakarta, urusan saya banyak bukan cuma Jakarta saja, itu Gubernur Jakarta kerja apa, kok saya saja yang diributin terus?" untuk melanggar janjinya mengelola Jakarta bila menjadi presiden.

Sama seperti Harmoko yang kenaikannya menjadi Ketua Partai Golkar pertama dari kalangan sipil yang menimbulkan kemarahan dari kelompok militer di Golkar pimpinan anak buah Benny Moerdani; sehingga ketika Benny melancarkan rencananya menimbulkan kerusuhan di Indonesia untuk menjatuhkan Presiden Soeharto, rumah keluarga Harmoko di Solo sengaja menjadi sasaran pembakaran (bila kerusuhan adalah aksi spontan warga maka mana mungkin warga biasa tahu alamat rumah Harmoko); demikian pula naiknya Jokowi bersama JK menjadi pasangan capres dan cawapres menimbulkan kemarahan kelompok Pro Megawati dan para pendiri PDIP seperti Sabam Sirait.

Nah, akhir karir Harmoko adalah dia menjadi brutus karena menghianati Presiden Soeharto yang berjasa menaikan karirnya hingga menjadi "dewa sakratul maut kaum pers" karena sebagai menteri penerangan di tangan Harmoko terdapat kekuasaan "membunuh pers" dengan mencabut SIUP-Pers dan dengan itu memaksa pers memberikan saham kepada Harmoko bila mau memperoleh SIUP-Pers; mengenai apakah Jokowi akan bernasib sama memang masih harus ditunggu, namun karakter Jokowi yang sering mencari celah menyelamatkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain memperlihatkan Jokowi memiliki potensi menjelma menjadi Harmoko si brutus kedua dengan menghianati Megawati dan Puan Maharani yang mana akhir-akhir ini santer terdengar keduanya sudah mulai tersingkir dari pusaran politik di PDIP yang ditandai dengan menghilangnya peran Puan dalam timses Jokowi dan ditunjuknya Tjahjo Kumolo, ex kader Partai Golkar menjadi ketua timses yang memegang semua uang dari para cukong yang sangat besar, jauh di atas Rp. 10trilyun yang merupakan mahar JK menjadi cawapres Jokowi.

Banyak orang berusaha mengkaitkan Jokowi sebagai titisan para tokoh besar seperti Soekarno; Arjuna; Sudirman; dan lain sebagainya, namun berdasarkan fakta di atas tampaknya Jokowi lebih mirip dengan Harmoko daripada tokoh-tokoh di atas.

0 comments:

Post a Comment