Kloningan

Wednesday, May 7, 2014

Jokowi Tidak Ada Potongan Pemimpin

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Inspirasi artikel ini berasal dari percakapan dengan seorang teman yang baru menyaksikan wawancara Jokowi dengan jurnalis asing di mana salah satu jawaban Jokowi mengenai visi dan misinya adalah: "I don't think about that..", dengan kata lain ini adalah versi bahasa Inggris dari jawaban Jokowi yang terkenal dan tersohor ketika mau ngeles yaitu "ndak mikir, ndak mikir".

Topik pembahasan kami waktu itu bukan mengenai isi balasan dari Jokowi, melainkan lebih kepada buruknya bahasa Inggris dan cara penyampaian Jokowi, benar-benar buruk. Bila Jokowi hanya kepala daerah kecil seperti Solo atau sekalipun Jakarta maka mungkin buruknya Jokowi dalam berkomunikasi dapat dimaklumi, tapi bagaimana bila dia jadi presiden dan harus berbincang-bincang dengan kepala negara lain dalam bahasa Inggris? Apalagi tampaknya Jokowi juga tidak bisa bahasa internasional seperti Perancis atau Mandain. Saya cukup yakin bahwa banyak PNS yang kemampuan berbahasa inggrisnya jauh lebih bagus daripada Jokowi.

Kemampuan bahasa Inggris penting untuk dikuasai oleh pemimpin kita sebab suka tidak suka, faktanya bahasa ini memang menjadi "bahasa persatuan" internasional dan selama ini kita sering tidak bisa mengikuti pembahasan atau berkontribusi dalam pembahasan suatu traktat internasional karena delegasi yang dikirim tidak memiliki bahasa inggris yang mumpuni. Ini bukan masalah mental inlander, melainkan masalah kepentingan bangsa, sebab bagaimana kita bisa mempertahankan kepentingan bangsa di hadapan bangsa asing bila bahasa inggris presiden kita melafalkan bahasa inggris seperti lidahnya berlumut dengan grammar dan vocab yang terbatas, bila tidak mau dibilang buruk.

Yang menjadi masalah lain adalah sekalipun bahasa Indonesia ternyata Jokowi sesungguhnya merupakan komunikator yang buruk, dia tidak bisa menyampaikan apa yang di pikirannya menggunakan kalimat yang terstruktur dan sederhana yang bisa dimengerti pendengar atau penerima pesan tanpa adanya ambiguitas, di bawah ini adalah contohnya:

"Tidak ini nanti diganti diperubahan. Untuk sesuatu yang bermanfaat, real, konkret. Di-lock dulu, kluk. Nanti dinas lain ada dikumpulin, kluk. Inilah fungsi e-budgeting,"

"Yaitu anggaran yang menyebabkan kita boros, seperti itu. Barang yang nggak diperlukan dibeli. Itu yang kita lock. Duplikosa, duplikasi. Opo?"

Lihat, betapa rumitnya Jokowi dalam menyampaikan masalah sederhana. Komunikasi blepotan seperti itu maka patut dicurigai bahwa buruknya kinerja PNS di pemprov DKI Jakarta selama ini sebenarnya salah Jokowi yang gagal menyampaikan pesan yang dapat dimengerti oleh anak buahnya dan menurut ilmu manajemen ini adalah kesalahan pemimpin.

Selain komunikator yang buruk, Jokowi juga tidak memiliki pengetahuan dan ilmu yang baik, dan sering kali memaksakan diri mengomentari sesuatu masalah yang dia tidak pahami hanya sekedar memamerkan bahwa dia intelek, dan banyak pengetahuan yang mengerti banyak hal padahal tidak sehingga kalimat yang keluar dari mulut Jokowi menjadi berantakan dan tidak ada artinya sama sekali, misalnya kalimat Jokowi hari ini setelah dia bolos kerja demi menghadiri acara Hendropriyono:

"Bidang intelijen memang diperlukan dalam sebuah negara, tetapi intelijen tanpa didasari sebuah filosofi yang jelas, bekerjanya juga artinya dibutuhkan negara jadi harus dasar filosofi bekerja yang kuat karena kalau ndak kepake kemna-mana,"

Ada pembaca artikel ini yang mengerti Jokowi sedang ngomong apa? Terlihat Jokowi seperti maksud hati memeluk gunung tapi apa daya tangan tidak sampai, maksud hati membahas isu intelijen tapi karena pengetahuannya buruk dan komunikasinya juga tidak baik maka keluarlah kalimat blepotan seperti itu.

Mungkin ada yang berpikir Jokowi tipe pemimpin yang bisa bekerja dan tidak bisa bicara, tapi masalahnya kemampuan komunikasi sangat penting bagi pemimpin, bagaimana dia bisa mendelegasikan pekerjaan bila tidak bisa mengkomunikasikan pekerjaan yang hendak dibagi? Pantas Jokowi hanya bisa manajemen secara mikro dan tidak bisa secara makro sehingga semua hal harus dia lakukan sendiri sembari menyalahkan anak buah padahal dia yang tidak becus membagi tugas dengan baik.

Selain itu faktanya juga kinerja Jokowi di Solo maupun Jakarta luar biasa buruk dan tidak bisa diharapkan, tidak heran baik Solo maupun Jakarta bertambah miskin dan kumuh di tangan Jokowi.

Dilihat dari fakta di atas maka terbukti Jokowi sama sekali tidak ada potongan pemimpin, dan tidak memiliki kemampuan apapun selain urat malunya sudah putus dan sifat rumongso iso nanging ora iso rumongso atau merasa bisa tapi tidak bisa merasa.

0 comments:

Post a Comment