Kloningan

Saturday, May 31, 2014

Jokowi Awasi Masjid: Kembalinya Politik Deislamisasi

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Keputusan PDIP dan tim sukses Jokowi-JK untuk melakukan operasi intelijen dengan sasaran masjid-masjid seluruh Indonesia untuk memata-matai; memantau dan merekam khotbah atau aktivitas di dalam yang dinilai sebagai kampanye hitam terhadap Jokowi-JK adalah sangat ironis dan menyedihkan mengingat JK adalah Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia/DMI. Sebagai Ketum DMI apakah dia sampai hati merelakan timsesnya meneror umat yang sedang beribadah di dalam masjid dengan mematai-matai kegiatan di dalamnya?
Terus terang saya bukan muslim tapi saya akan sangat marah dan tersinggung bila ada orang luar mencederai tempat saya beribadah dengan kegiatan mata-mata; dan inilah yang sedang terjadi sekarang karena kebodohan dan nafsu kekuasaan Jokowi-JK yang membutakan mereka karena sebagian umat Islam sudah mulai menunjukan kemarahan mereka. Bila hal ini terjadi siapa yang akan menjadi sasaran? Tentu para non muslim, apalagi mulai ada kesimpulan bahwa perintah memata-matai Masjid berasal dari William Yani yang beragama Katolik, padahal dia hanya meneruskan perintah dari dalam timses yang mana mayoritas justru beragama Islam.

Tapi apakah fakta memata-matai Masjid adalah keputusan kolegial timses akan membuat perbedaan? Tidak, karena persepsi yang mulai berkembang di media-media sosial adalah "William Yani si orang Katolik menyuruh memata-matai masjid" Sungguh bodoh! Sekali lagi maaf, tapi dalam hal ini saya setuju bahwa timses Jokowi telah melakukan kesalahan bodoh dan fatal karena menodai kesucian tempat ibadah demi politik praktis!

Terkait bocornya rencana PDIP ini baik MUI dan Muhammadiyah sudah menyatakan rasa keberatan mereka, tapi mana suara NU? Mana suara Hasyim Muzadi? Mana suara Muhaimin Iskandar dari PKB? Mana suara As'ad Said Ali, mantan Waka BIN yang sekarang menjadi Waketum PBNU sekaligus anggota timses Jokowi-JK? Mana suara JK sebagai Ketum DMI? Apakah akan dibiarkan timses kalian merusak toleransi dan saling tenggang rasa antar umat beragama di Indonesia seperti ini?

Masa mereka kalah dari Dipo Alam, Sekretaris Kabinet yang segera bersuara melalui akun Twitternya:

"Ada Ketua Dewan Masjid Indonesia, ada professor intelijen, apa yang masih kurang intelin khotbah di masjid-masjid?"

"Mudah-mudahan era seperti dulu ketika Jenderal Benny Moerdani berkuasa dengan inteli khotbah masjid-masjid, main hantam dan tangkap, berakhir."

Sayangnya harapan Dipo Alam bahwa masa menginteli khotbah masjid-masjid berakhir sulit dipenuhi oleh kubu Jokowi-JK karena di dalam tubuh mereka justru bercokol para Jenderal Merah yaitu orang-orang Benny Moerdani yang dulu melaksanakan operasi pengawasan terhadap Masjid sebagai bagian upaya deislamisasi Indonesia seperti intelijen murid Benny: Hendropriyono-Agum Gumelar; anak emas Benny: Luhut Panjaitan; orang Benny terakhir di kabinet Soeharto: Wiranto; dan masih banyak lagi.

Selain itu Da'i Bachtiar, mantan Kapolri yang membentuk Densus 88 yang memiliki tugas anti teror adalah anggota timses Jokowi. Apa hubungannya? Karena walaupun di atas kertas Densus 88 adalah pasukan anti teroris yang artinya teroris berlatar belakang agama; suku; ras; golongan apapun, namun karena Densus 88 dilatih dan didanai oleh Amerika dan Australia maka mereka menjalankan agenda anti teroris versi Amerika-Australia yaitu teroris muslim. Ini bukan omong kosong, sebab faktanya bila target Densus 88 adalah muslim maka negara barat akan diam, sekalipun teroris ditembak mati; namun bila teroris adalah dari Organisasi Papua Merdeka atau Republik Maluku Selatan maka Amerika dan sekutunya akan melakukan protes sekalipun ditangkap hidup-hidup seperti Iwangin Sabar Olif (OPM) dan Yusuf Sipakoly (RMS).

Atas prestasinya menggulung para teroris versi Amerika-Australia tersebut, Da'I Bachtiar menerima gelar professor bidang keamanan dan anti teror sebanyak dua kali dari Edith Cowan University, Australia. Dengan adanya profesor anti teror dalam timses Jokowi-JK maka apakah kita heran dengan operasi intelijen ke masjid-masjid oleh timses Jokowi-JK mengingat SOP dari Densus 88 juga adalah memata-matai khotbah dan masjid?

Selain itu kita juga harus ingat awal perjumpaan Jokowi dengan Amerika tahun 2006 adalah karena Amerika sedang menyelidiki Jamaah Islamiyah cabang Indonesia yang berpusat di Solo pimpinan Abu Bakar Ba'asyir di ponpres Ngruki dan Jokowi menerima tugas dari agen CIA yang menemuinya untuk mengendalikan Ba'asyir. Adapun yang dilakukan Jokowi untuk mengendalikan Ba'asyir adalah mendekati sang ustad secara pribadi dan berhasil menjadi dekat secara personal. Hal ini membuat pada tahun 2008 Amerika memuji Jokowi habis-habisan, dan setelah itu Amerika mengirim Luhut Panjaitan dan Hendropriyono untuk membina dan menyiapkan Jokowi sebagai calon boneka Amerika untuk menjadi presiden Indonesia. Inilah alasannya tahun 2008 atau tahun yang sama dengan Amerika memuji Jokowi, Luhut membentuk usaha patungan dengan Jokowi di Solo sebagai samaran usaha pembinaan intelijen.

Selain Luhut Panjaitan; Hendropriyono; dan Jokowi; ada satu lagi anggota timses Jokowi yang mempunyai hubungan erat dengan Abu Bakar Ba'asyir sebagaimana bocoran wikileaks, yaitu Said A'sad Ali, mantan Waka BIN dan Waketum PBNU incumbent, sebab terbukti bahwa pengacara yang digunakan Abu Bakar Ba'ayir adalah orang binaan Said A'sad Ali untuk memata-matai Ba'asyir:

"5. (S/NF) State Intelligence Agency (BIN) Chairman Yahya Asagaf told us that he had met one of Jemaah Islamiyah Emir Abu Bakar Ba'asyir's lawyers in the office of BIN Deputy Chief A'sat. Yahya claimed the lawyer -- an ethnic Arab named Al-Waini (phonetic) -- was "As'at's man," implying that Al-Waini provided inside information to As'at."

Saya pernah mengatakan dan akan saya katakan lagi, semua yang terburuk dari Orde Baru, yaitu anti Islam; kekerasan; militerisme; otoriterisme dan lain sebagainya sudah bereinkarnasi ke tubuh PDIP sejak Prabowo berhasil "membunuh" mereka dan mengembalikan kedamaian ke Indonesia, walaupun kemudian menerima pembalasan dendam dari kubu Benny Moerdani yang hari ini termanifestasi dari dalam diri mantan-mantan binaan Benny.

Oleh karena itu pilihlah dengan bijak, anda mau masa-masa gelap pengintaian terhadap rumah ibadah oleh jenderal anti Islam terulang kembali? Berpikirlah dengan matang menggunakan otak; jangan berpikir karena terpengaruh cuci otak Jokowi.

0 comments:

Post a Comment