Kloningan

Thursday, May 29, 2014

Mengapa Faisal Basri Dukung Jokowi-JK?

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Saya tidak kagum sama sekali ketika melihat nama-nama yang berkumpul di Manifesto Rakyat Yang Tak Berpartai yang baru-baru ini melakukan deklarasi untuk mendukung Jokowi-JK. Bagaimana tidak, nama-nama tersebut hanya berisi daftar nama beberapa aktivis anti korupsi; demokrasi dan pers yang terkenal bermuka dua dan beberapa nama sutradara one hit wonder seperti Riri Riza dan Jokowi Anwar serta beberapa artis yang sudah tidak laku tanpa massa pendukung seperti Slamet Rahardjo dan Olga Lydia sehingga dukungan mereka tidak terlalu penting dan tidak signifikan.

Dalam kubu yang disebut "Manifesto Rakyat Yang Tak Berpartai" tersebut terdapat:

- Goenawan Mohamad/GM, aktivis kebebasan berpendapat yang mengancam untuk membawa admin Kompasiana ke pengadilan sehubungan dengan sebuah artikel yang diposting seseorang yang menggunakan akun "Jilbab Hitam"; aktivis kebebasan pers yang tidak segera menggunakan hak jawabnya ketika ada jurnalis media Indonesia melaporkan bahwa pentas seni yang diadakan GM berisi pesta alkohol namun malah mengirim sms ke pemilik Media Indonesia, Surya Paloh yang mengakibatkan dua jurnalis penulis artikel mundur dari media Indonesia; menggunakan jaringan internasionalnya di bidang sastra untuk hanya mempromosikan seniman/penulis yang berasal dari kelompoknya (KUK/Salihara) (melanggengkan praktek nepotisme di dunia sastra); ngambek karena tidak berhasil mengambil Majalah Horison milik orang lain.

- Ayu Utami: penulis novel Salman yang secara efektif memperkenalkan gaya khas stensilan porno ke dunia sastra kontemporer dan termasuk yang karirnya diuntungkan karena kedekatan dengan GM (pelaku nepotis dunia sastra);

- Todung Mulya Lubis/TML: advokat yang dipecat Peradi karena menerima honor dari dua pihak yang berperkara (benturan kepentingan); namun melakukan banding ke atas putusan Peradi ke organisasi yang tidak ada hubungan dengan Peradi: Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang waktu itu dikuasai Adnan Buyung Nasution (logika sesat yang tidak ada di dunia manapun, dipecat A tapi banding keputusan pemecatan ke B); aktivis anti korupsi yang menerima uang asing untuk mendirikan Transparency International Indonesia tapi malah membela kasus mega korupsi BLBI dan cost recovery sektor migas yang berhubungan dengan bioremediasi; menjadi kuasa hukum Jokowi dalam kasus pengadaan bus transjakarta;

- Nono Makarim: yang paling bermartabat dan berintegritas dibanding yang lain namun masih terdapat misteri terkait kematian partner bisnisnya yang masih menyimpan misteri sampai sekarang yaitu Frank Taira, bunuh diri atau dibunuh yang dibuat seolah bunuh diri?

- Fadjroel Rachman: aktivis yang membangga-banggakan perannya dalam demo-demo menjelang kejatuhan Presiden Soeharto namun tidak pernah mengungkit keberadaannya ketika provokasi darinya menyebabkan kerusuhan penuh rasial selama dua hari. Di mana Fadjroel sebagai pemimpin demo ketika kerusuhan? Bersembunyi kah?

- Lin Che Wei: tidak ada yang meragukan kapasitas dan kapabilitasnya di bidang ekonomi dan pasar modal; namun sayangnya dia mendirikan KataData bersama Metta Dharmasaputta, mantan jurnalis Tempo yang disadap ketika menerima uang ratusan juta dari Edward Soerjadjaja untuk mengekspos Asian Agri. Atas perbuatan ini AJI selaku organisasi tempat Metta bernaung telah melakukan sidang dewan etik dengan hasil Metta tidak melanggar kode etik. Masalahnya AJI adalah organisasi yang didirikan oleh GM, pemilik Tempo sehingga dapat dipastikan putusan dewan etik AJI tersebut kental berbenturan dengan kepentingan Tempo untuk menjaga kredibilitas pemberitaannya.

- Butet Kartaredjasa: kritikus pemerintahan melalui impresionis atau meniru pejabat publik dan sempat terkenal dengan gayanya meniru Presiden Soeharto. Awal-awal lucu saja tapi lama-kelamaan jadi berpikir juga, orang ini mengkritik terus tapi apa jasa dia bagi Indonesia dan rakyat Indonesia?

- dan lain sebagainya.

Namun ada satu tokoh yang membuat saya bingung dengan pilihannya mendukung Jokowi-JK, yaitu ekonom Faisal Basri yang juga merupakan salah satu pendiri ICW. Secara integritas tokoh yang satu ini perlu diacungi jempol karena dia tidak menjual idealismenya untuk materi dan kekuasaan sebagaimana yang dilakukan aktivis lain. Secara keilmuan dia sangat diakui kualitasnya dan dalam melakukan advokasi seorang Faisal Basri kerap memberikan pencerahan tanpa terkesan menggurui atau terkesan sok tahu. Dia juga sering menjadi saksi ahli yang profesional dan tidak menjadi ahli bersaksi sebagaimana rekan-rekan seprofesinya.

Memberikan dukungan kepada siapapun tentu hak Faisal Basri namun mengingat dia juga adalah seorang ekonom dan pengamat yang tentunya sudah melihat rendahnya penyerapan anggaran di Pemprov DKI yang secara praktis menghentikan semua pembangunan; korupsi oleh Jokowi pada kasus pengadaan transjakarta; pembangunan di Jakarta mangkrak semua karena Jokowi terlalu egois dan mementingkan pencitraan daripada membangun Jakarta; korupsi KJS-KJP karena mengeluarkan dana dari APBD tanpa dianggarkan terlebih dahulu, dan lain-lain.

Apalagi apakah Faisal Basri tidak tahu atau belum pernah mendengar bahwa JK sebagai cawapres Jokowi sendiri telah mengatakan bahwa Indonesia akan hancur dan banyak masalah bila Indonesia dipimpin Jokowi. Apakah Faisal Basri tega membiarkan Indonesia terpuruk di bawah kepemimpinan Jokowi mengingat rekam jejak di Jakarta yang buruk dan keterangan dari JK sendiri?

Selanjutnya mengenai cawapres Jokowi, JK, bahkan dua minggu lalu Faisal Basri menulis artikel di Kompasiana yang mempertanyakan alasan JK terus mengumbar kebohongan, dan artikel ini terkait dengan pernyataan JK bahwa dia tidak pernah menerima sms Sri Mulyani terkait bail-out Bank Century padahal di Pengadilan Sri Mulyani berhasil membuktikan bahwa sms bail out tersebut memang ada, dan isu-isu lain (selengkapnya silakan lihat artikel dimaksud di http://m.kompasiana.com/post/read/655567/2/mengapa-pak-jk-terus-mengumbar-bohong.html ).

Benar, JK adalah seorang pembohong akut dan adalah naif bila berpikir Jokowi akan mengendalikan pemerintahan bila di sampingnya ada JK dan karena itu buang jauh-jauh pemikiran "Jokowi sosok dengan rekam jejak bersih" karena pada akhirnya yang mengendalikan si boneka adalah orang-orang seperti Hendropriyono; Luhut Panjaitan dan JK. Lagipula apakah Faisal Basri tidak melihat bahwa pada pemerintahan SBY-JK lima tahun lalu banyak sekali proyek pemerintah masuk dan mengalir desar ke anak-anak perusahaan milik JK? Apakah Faisal Basri tidak mendengar dari Sabam Sirait bahwa JK membayar Rp. 10trilyun untuk menjadi cawapres JK dan yang melobi Megawati adalah jenderal Budi yang terkenal karena kasus rekening gendung polisi? Apakah Faisal Basri tidak mengetahui bahwa Jokowi adalah seorang pembohong besar, karena dia terbukti berbohong mengenai riwayat hidupnya sebagai "orang miskin" padahal Jokowi berasal dari keluarga yang sangat kaya raya dan juragan tanah.

Mengapa Faisal Basri mau mengorbankan Indonesia dengan mendukung pasangan yang dapat dipastikan hanya boneka dan akan mengeruk habis proyek pemerintah demi menguntungkan anak perusahaannya? Karena capres seberang memiliki rekam jejak buruk di bidang HAM? Bila demikian apakah Faisal Basri tidak bisa melihat para jenderal pelanggar HAM justru banyak bercokol di kubu Jokowi-JK? Apakah karena Faisal Basri barisan sakit hati PAN dan cawapres seberang dari PAN dan ada Amien Rais? Saya berharap tidak.

Apapun alasan Faisal Basri mendukung Jokowi, saya berharap alasannya cukup rasional dan bisa diterima akal sehat.

0 comments:

Post a Comment