Kloningan

Sunday, May 18, 2014

Dari Anti Prabowo Menjadi Yakin Dia Difitnah

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Sebagaimana semua orang di Indonesia ketika itu, saya mengetahui bahwa Kerusuhan Mei adalah sebuah langkah politik yang dirancang elit politik, namun mengorbankan ribuan rakyat dan melakukan pemerkosaan yang menimbulkan trauma dan penderitaan kepada korbannya hanya demi politik? Pelakunya sungguh kejam dan tidak berprikemanusiaan; mereka iblis berwajah manusia, dan semoga pelakunya terbakar di neraka jahanam atas perbuatan mereka.

Siapa pelakunya? Saat itu media massa umumnya menyimpulkan antara Wiranto atau Prabowo. Rasa benci sayapun membuncah kepada dua orang ini khususnya kepada Wiranto yang meninggalkan Jakarta ke Malang dan sebagai Panglima ABRI gagal mengamankan Jakarta. Sudah gagal, Wiranto masih berani membantah hasil temuan TGPF bahwa terjadi pemerkosaan? Belakangan Wiranto diketahui selalu membantah keras peristiwa yang ternyata setelahnya terbukti terjadi, misalnya Wiranto membantah Mabes ABRI mengetahui penangkapan aktivis, namun sekarang kita tahu operasi tersebut adalah bagian dari operasi yang direncanakan Faisal Tandjung, Panglima ABRI sebelum Wiranto. Wiranto sungguh pemimpin lemah.

Khusus Prabowo lebih menyeramkan lagi terutama bila kita mencari berita Kerusuhan Mei hanya dari penelusuran internet yang hampir pasti dirujuk ke minihubs dengan berita-berita SiaR yang belakangan saya ketahui didirikan oleh Goenawan Mohamad menggunakan dana CIA yang diberikan melalui USAid. Begitu banyak cerita-cerita negatif tentang Prabowo yang dibuat SiaR maka tidak bisa tidak kita akan berakhir pada kesimpulan bahwa Prabowo adalah orang yang tidak punya kemampuan; inkompeten; tidak punya kapasitas; berkarakter psikopat; kejam; ambisius yang bertindak tidak pakai otak dan karirnya melesat karena menantu Presiden Soeharto; memiliki Tidar, "pasukan rahasia berjumlah 2ribu orang yang berasal dari dropout Akabri yang dikeluarkan karena memperkosa, merampok, dan indisipliner" dengan kemampuan jauh melebihi Kopassus sekalipun yang sempat berkeliaran tanpa kepala ketika Prabowo mengungsi ke Jordania dan bertanggung jawab atas pembantaian Santa Cruz; pembantaian kiai NU; Kerusuhan Mei 1998 sampai berbagai kerusuhan masa reformasi. Pasukan khusus mana saking hebatnya dikatakan SiaR tidak akan bisa ditangkap Mabes ABRI yang sempat ingin melacak keberadaannya, karena sekali mereka bergerak tidak ada satupun pasukan khusus di dunia yang mampu melacak.

Membaca artikel-artikel tendensius dan insinuatif yang saling kontradiktif satu sama lain di SiaR membuat saya tidak tahu harus membenci atau kagum pada Prabowo? tidak tahu Prabowo sungguh manusia psikopat tanpa kemampuan dan bodoh yang kata SiaR, "menculik" saja ketahuan atau dia begitu jeniusnya sampai bisa menciptakan pasukan ninja yang mendekati siluman dan dedemit dengan kemampuan jauh melebihi pasukan khusus lain di dunia ini.

Kendati demikian semua informasi yang ada tentang Wiranto dan Prabowo tetap terasa janggal, dan sekalipun belakangan Wiranto membentuk Pamswakarsa dan FPI, "perasaan" saya tidak bisa menyimpulkan bahwa pelakunya adalah Wiranto, ada keraguan yang sulit saya jelaskan. Singkatnya saya tidak bisa menyimpulkan tanpa keraguan bahwa pelakunya adalah Wiranto atau Prabowo.

Salah satu yang membuat saya ragu adalah bukankah Prabowo sudah dicopot dari dinas militer dan ada di Jordania ketika terjadi ratusan kerusuhan; pembakaran; penjarahan termasuk kasus jajak pendapat di Timtim? Masak Prabowo sehebat itu bisa mengendalikan kerusuhan massal dari Sabang sampai Merauke padahal dia berada di belahan dunia lain? Apalagi saat itu ada suara (yang juga ditemukan di SiaR) yang mencoba menyalahkan Prabowo atas kerusuhan masa reformasi. Pertanyaan saya mudah saja, bila mereka melakukan kekonyolan dengan menyalahkan Prabowo atas kejadian yang sudah tidak mungkin diprakarsai Prabowo, bagaimana dengan kasus lainnya?

Nah, selama 16 tahun berikutnya tidak ada terobosan dalam penelitian saya karena pihak berwenang, media massa maupun jurnalis juga tidak melakukan investigasi terhadap peristiwa tersebut selain peringatan satu tahun sekali dan politisasi menjijikan dari para polisi moral yang digaji Amerika, Kontras dan kawan-kawan setiap lima tahun sekali ketika Wiranto atau Prabowo maju mencalonkan dirinya sebagai presiden Republik Indonesia. Karena penelitian mandek, maka saya beralih ke penelitian sejarah Orde Lama, Orde Baru dengan kekhususan G30S/PKI; Soekarno-Soeharto. Buah dari penelitian ini saya jadi bisa membedakan mana teori G30S/PKI yang masuk akal dan mana yang sekedar mencari sensasi dan Soeharto-phobi; saya juga mengetahui siapa pihak di belakang kebangkitan komunis Indonesia pada masa akhir Orde Baru dan reformasi. Penelitian sejarah ini belakang sangat krusial dalam kesimpulan saya menemukan dalang sebenarnya dari Kerusuhan Mei 1998.

Terobosan baru muncul dengan penerbitan buku otobiografi Salim Said, mantan wartawan Tempo dan ahli militer; otobiografi Bill Tarrant, jurnalis asing di The Jakarta Post sejak didirikan sampai keluar tahun 2000an; dan otobiografi Jusuf Wanandi, pemimpin CSIS dan The Jakarta Post dengan penjelasan berikut:

- Di buku Salim Said saya menemukan fakta adanya rencana Benny Moerdani, kaisar intelijen Indonesia untuk menghasut kerusuhan besar di Indonesia demi menjatuhkan Presiden Soeharto, dendamnya pada Habibie dan sumpahnya untuk tidak membiarkan Tutut menjadi presiden.

- Di buku Bill Tarrant saya menemukan bagaimana The Jakarta Post yang awalnya adalah "mesin propaganda" Orde Baru untuk orang asing di Indonesia malah digunakan untuk melawan Presiden Soeharto dengan isu HAM, Demokrasi, KKN; The Jakarta Post membangkitkan gerakan oposisi sipil yang sudah mati sejak tahun 1980 dan yang lebih parah lagi pembiayaan serta pergerakan mahasiswa tahun 1998 waktu itu berasal dari The Jakarta Post, bahkan strategi dan koordinasi gerakan didiskusikan para tokoh pemimpin mahasiswa di ruang rapat redaksi The Jakarta Post.

- Dari buku Jusuf Wanandi saya menemukan fakta CSIS merasa dendam karena diusir dari Orde Baru padahal mereka merasa berjasa besar; dan bagaimana CSIS dan Benny Moerdani kesal kepada Habibie yang menurut mereka terlalu jauh ikut campur dalam pengadaan senjata ABRI. Terkonfirmasi juga bahwa CSIS memang sengaja menggunakan The Jakarta Post sebagai senjata perlawanan mereka.

Secara kebetulan, benar-benar secara kebetulan, saya menemukan artikel lama majalah Tempo yang membuktikan pengetahuan awal Megawati akan terjadinya penyerangan ke kantor PDI yang berasal dari Benny Moerdani; saya juga menemukan dua catatan Rachmawati Soekarnoputri di dua edisi Rakyat Merdeka yang menceritakan bagaimana Benny Moerdani yang tersingkir dari Orde Baru mendekati keluarga Soekarno dengan maksud menciptakan pemimpin alternatif bagi Soeharto; bagaimana Megawati tertarik tawaran Benny; bagaimana Benny melakukan kongres PDI rekayasa untuk menaikan Megawati ke kursi PDI; dan yang paling penting bagaimana lawan Megawati di kongres Medan dan yang menyerang kantor PDI, Dr. Soerjadi adalah anak buah dan binaan Benny Moerdani! Dengan kata lain para pendukung PDI ProMega sedang dikorbankan oleh Megawati dalam suatu Politik Dizalimi paling berdarah sepanjang berdirinya negeri ini.

Bila saya pernah mengalami "eureka moment" dalam penelitian dalang Kerusuhan Mei 98 maka temuan bahwa dalang Peristiwa 27 Juli 1996 ternyata Megawati sendiri yang diatur oleh Benny Moerdani dan CSIS (biaya kongres di Medan berasal dari Sofjan Wanandi) maka sesungguhnya Peristiwa 27 Juli 1996 tidak bisa dipisahkan dari Kerusuhan 13-14 Mei 1998, yaitu serangkaian usaha menjatuhkan Presiden Soeharto dan menaikan penggantinya, Megawati Soekarnoputri. Ini menjelaskan mengapa begitu banyak kerusuhan masa Gus Dur dan berkurang pada masa Megawati; serta bagaimana ABRI begitu mudah meninggalkan Presiden Gus Dur (rancangan Amien Rais yang mengacaukan rencana Mega jadi presiden dengan Poros Tengah) dan mengalihkan dukungan kepada Megawati; belum lagi faktanya banyak sekali eks militer faksi Benny Moerdani yang bergabung dengan PDIP.

Benny Moerdani sebagai dalang kerusuhan di Indonesia tentu lebih masuk akal daripada teori Prabowo dan "pasukan siluman ex Akabri"nya atau Wiranto yang ternyata tidak bisa apa-apa dan hanya bisa mengeluarkan dalih tidak masuk akal yang mengada-ngada. Lagipula Benny adalah murid Ali Moertopo yang berhasil mengorganisir Kerusuhan Malari untuk menjatuhkan Jenderal Soemitro dengan menggunakan binaannya, Hariman Siregar. Hariman Siregar adalah penasehat politik Presiden Habibie dan orang yang pada masa reformasi pernah mengeluarkan pistol dan mengancam untuk menembak Kwik Kian Gie yang dia panggil "si cina" karena mendapat kritikan dari Kwik di media massa.

Dari berbagai temuan tersebut saya menyimpulkan bahwa lebih banyak cerita beredar tentang Prabowo yang bersifat fitnah ketimbang fakta. Tidak bersalahnya Prabowo memang tidak menjamin dia akan menjadi presiden yang baik, untuk itu dia harus menjabat dulu, namun setidaknya "serangan HAMBURGER" selama ini adalah fitnah dari orang berpikiran sempit dan berpengetahuan dangkal yang merasa dirinya layak menjadi polisi moral. Fadjrol Rahman misalnya (entah kenapa saya eneg melihat wajah dan suara cempreng dengan sifat sok bener sendiri dari orang ini), dia mengatakan Prabowo penculik sementara Nelson Mandela pahlawan pelindung HAM dunia sehingga Prabowo tidak bisa disandingkan dengan Nelson Mandela, namun yang tidak diketahui Fadjroel adalah pada masa mudanya Nelson adalah teroris beraliran komunis yang membunuh banyak orang melalui sabotase utilitas umum  menggunakan bom. Baru setelah ditangkap dan dipenjara akhirnya Nelson menyadari bahwa dia harus mengubah metode perjuangan bila mau berhasil.

0 comments:

Post a Comment