Kloningan

Saturday, May 10, 2014

Jokowi dan Bangkitnya Komunis Indonesia

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Sudah bukan rahasia, dan bahkan adalah suatu pengetahuan umum bahwa PDIP sejak Pemilu tahun 1999 sudah disusupi oleh tahanan komunis atau anggota PKI sehingga PDIP menjadi alat mereka untuk kembali ke kursi kekuasaan. Para komunis tua tersebut salah membuat perhitungan, mereka berpikir Megawati benar-benar menghayati ajaran Nasionalis; Agama; Komunis (Nasakom) yang dibuat Soekarno, sayangnya bagi mereka Megawati sangat dekat kepada anasir militer anti komunis terutama Benny Moerdani yang Soekarnois tapi anti komunis yang mendarah daging, sehingga mengecilkan kemungkinan para komunis menggunakan PDIP.

Karena Megawati tidak kunjung memberi kesempatan para komunis berkuasa maka para komunis tua tersebut keluar dari PDIP pada awal tahun 2000an. Namun demikian bukan berarti komunis di dalam PDIP sudah habis; bukan berarti komunis berhenti melihat PDIP sebagai satu-satunya partai yang dapat menjadi wadah mereka, sebab saat itu yang pergi hanya komunis tua yang mulai kehabisan waktu dan tidak cukup sabar terhadap lambatnya komunis menguasai PDIP.

Sebaliknya para komunis-komunis muda yang staminanya masih cukup kuat tetap tinggal untuk mengikuti lomba ideologis secara marathon bersaing dengan kaum nasionalis dan agama lain. Komunis muda tersebut antara lain adalah keturunan PKI Ribka Tjiptaning; mantan ketua partai beraliran komunis PRD Budiman Soejatmiko; Rieke Dyah Pitakola dan masih banyak yang lain.

Belakangan konstelasi politik di dalam PDIP sudah mulai berubah dengan mulai terdesaknya kaum nasionalis oleh komunis terutama sejak mereka kehilangan pendukung Megawati yang memiliki jiwa nasionalis kuat seperti Roy BB Janis; Arifin Panigoro; Laksamana Sukardi; Kwik Kian Gie dan yang lain. Benar sekali, sekarang ini di dalam tubuh PDIP hanya terdapat dua kubu, yaitu kubu Kristen pimpinan Sabam Sirait dan kubu Komunis pimpinan Budiman Soejatmiko dan sekarang keduanya sama-sama mendukung Jokowi untuk pencapresan maupun merebut kursi Ketua Umum PDIP mendatang.

Di antara kedua kubu tersebut, Jokowi lebih memiliki ikatan secara emosional dan ideologis dengan kubu Komunis. Mengapa demikian?

Pertama harus dilihat bahwa pendukung utama Jokowi dari kalangan eksternal PDIP adalah Goenawan Mohamad/GM yang membawa gerbong Komunitas Salihara dan Grup Tempo. GM memiliki memang pernah menjadi seorang anti komunis, tapi sebagaimana dicatat Wijaya Herlambang di bukunya Kekerasan Budaya Pasca 1965, GM terpaksa membangun koalisi dengan pihak komunis ketika dia hendak melawan Orde Baru setelah izin penerbitan Tempo dicabut. Sejak saat itu sudah menjadi seperti obsesi tersendiri bagi GM untuk memulihkan nama kaum komunis di Indonesia. Jangan percaya kata-kata saya, tapi lihatlah buah karya kelompok binaan GM seperti Salihara; Tempo dan Institut Studi Arus Informasi yang selama puluhan tahun begitu gigih memperjuangkan komunis dan komunisme sehingga sulit membedakan mereka dari kaum komunis itu sendiri.

Kedua, di dalam PDIP Pro Jokowi sendiri pengaruh Budiman Soejatmiko jauh lebih kuat dan kental daripada Sabam Sirait yang sangat sepuh sehingga tidak bisa terlalu banyak melakukan manuver. Lagipula untuk masalah bermanuver sudah sangat jelas sekali bahwa kaum komunis lebih piawai karena sudah melakukannya selama ratusan tahun sejak Lenin menjungkal Tzar Rusia.

Ketiga, yang penting lagi adalah Jokowi sendiri. Di antara kalangan Kristen dan komunis tentu Jokowi lebih memiliki kedekatan dengan kaum komunis, sebab selain dia bukan Kristen, melainkan mengaku beragama Islam, namun yang jelas bukan pemeluk Islam yang mengamalkan ajaran Islam, yang terbukti dari fakta ketika baru datang ke Jakarta seorang Jokowi tidak bisa sholat sampai harus mengikuti kursus kilat bersholat; Jokowi sering salah melakukan wudhu dan bahkan pernah memecat Sekda DKI karena mengingatkan caranya berwudhu salah; Jokowi tidak mengerti konsep kepemimpinan Islam; di Metro TV ketidakpahaman Jokowi akan Islam pernah terpapar dengan terang benderang ke seluruh Indonesia; dan yang paling penting Jokowi enggan menjadi imam ketika sholat.

Entah Jokowi agamanya kejawen; abangan atau apapun tidak penting bagi saya, tapi penting bagi komunis, sebab orang yang keislamannya kuat hampir dapat dipastikan anti komunis, hal inilah yang menyebabkan Suryadharma Ali dari PPP, PAN dan PKS lebih condong memihak Prabowo ketimbang Jokowi. Lantas bagaimana dengan PKB? Seperti saya katakan, mereka telah menghianati NU, dan dari penghianatan Muhaimin Iskandar kepada Gus Dur dan Rhoma Irama saja kita sudah bisa melihat karakter orang ini seperti apa.

Lantas mengapa hanya orang yang keislamannya kuat yang akan anti komunis? Karena hanya mereka yang akan merasa terganggu dengan fakta bahwa ratusan ribu umat muslim dibantai PKI sejak tahun 1948 sampai 1965. Semua ini fakta sejarah dan bagaimana muslim dibunuh komunis dan PKI dengan penuh kekejaman dan kekejian dapat anda baca sendiri di buku Benturan NU PKI 1948 - 1965. Hal inilah yang menyebabkan NU yang toleran dan pluralis dan bahkan mendukung Pancasila sebagai dasar negara ketika Indonesia belum merdeka sangat anti komunis dan ikut menghabisi mereka pada tahun 1965, dan tidak, jumlah korban dari komunis tidak mencapai 500ribu sampai tiga juta, melainkan hanya 78ribu, data ini ada di catatan rahasia agen CIA yang mengikuti peristiwa tersebut dari dekat dan baru-baru ini dilepas ke publik sebagai bagian aturan Freedom of Information Act-nya Amerika.

Yang sama-sama penting adalah fakta bahwa komunis adalah ateis (zanadiqoh) dan bukan, ini bukan propaganda Orde Baru, melainkan keluar sendiri dari tulisan Karl Marx yang menginginkan agama dihancurkan kaum proletar karena bagian dari kaum borjuis, demikian juga semua komunis terkenal selalu ateis seperti Lenin, Trotsky, Stalin, Mao Tze Dong, Karl Marx, DN Aidit, Budiman Soejatmiko, Musso, Tan Malaka (jangan percaya Tan Malaka muslim yang taat, hanya propaganda komunis). Oleh karena itulah pemimpin yang keislamannya suam-suam kuku seperti Jokowi sangat diidamkan oleh kubu komunis.

Bila Jokowi menjadi Presiden maka dapat dipastikan, sekali lagi dapat dipastikan bahwa komunis Indonesia akan bangkit dengan sempurna. Mengapa? Karena Jokowi adalah banyak hal, tetapi dia tidak memiliki dasar ideologis yang kuat, tidak memiliki pemahaman apapun tentang ideologi dan sejarah, selain itu yang dipentingkan Jokowi adalah pencitraan. Benar sekali, yang Jokowi pentingkan adalah citra diri, dan untuk itu dia akan melakukan apapun yang dipandang populer sekalipun membahayakan negara.

Megawati dan presiden lain masih bisa berpikir untuk menahan kaum komunis supaya tidak lepas kendali, tapi Jokowi akan membiarkan mereka atas nama demokrasi, kebebasan berpendapat dan HAM, yang mana akan membuat dia bertambah populer tapi mengorbankan rakyat Indonesia. Jangan pikir Jokowi tidak akan segan mengorbankan rakyat Indonesia, sebab bukankah dia sudah jelas-jelas mengorbankan rakyat Jakarta demi kepentingan diri sendiri? Berapa ratus trilyun dihamburkan Jokowi demi pencitraan supaya dapat tiket ke Istana Negara?

Nah, sekarang ada suatu propaganda dari kelompok Jokowi untuk membuat seolah bila Prabowo menang maka kaum fasis akan bangkit. Akan tetapi masalahnya Prabowo adalah nasionalis dan bukan fasis, lagipula fasisme tidak pernah tumbuh di Indonesia dan fasisme dunia sudah mati bersama Benito Mussolini. Sebaliknya komunis di dalam PDIP Projo adalah nyata, hidup dan kuat. Luka akibat aksi kaum komunis juga masih berdarah sekalipun mereka sudah dibuat tidak berdaya selama puluhan tahun. Berdasarkan hal ini sudah sangat jelas bahwa ancaman komunisme sudah di pintu gerbang Indonesia, apakah kita akan membiarkan kaum barbar internasionalis pembunuh 300juta orang di seluruh dunia itu masuk kembali ke Indonesia? pilihan di tangan anda semua.

0 comments:

Post a Comment