Kloningan

Monday, May 19, 2014

Koalisi Penghianat vs Koalisi Beretika

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Inspirasi artikel ini datang dari membaca beberapa ejekan lucu dari kubu Poros Jusuf Kalla kepada Poros Prabowo bahwa isi koalisi Prabowo mengumpulkan partai atau barisan sakit hati dari kelompok yang ditolak atau dihianati. Kalau dilihat sekilas ejekan ini ada benarnya, namun sayangnya fanboi Jokowi yang mendukung Poros Jusuf Kalla tersebut tidak sadar bahwa hal ini berarti kubu Jusuf Kalla diisi oleh kumpulan penghianat yang tidak bisa dipegang omongannya, tipe pagi tempe, sore tahu.

Mari kita lihat para penghianat yang berkumpul di kubu Jusuf Kalla:

1. Jokowi, capres boneka yang sudah melanggar 80 janji kepada warga Jakarta. Hari ini Ahmad Dhani membuat tweet: "Macet parah, ini gubernurnya kemana?", yah gubernurnya sedang melakukan deklarasi capres-cawapres menggunakan hari kerja dan karena itu mendapat teguran dari mendagri. Tampaknya caleg dari PKB ini akan merapat ke Gerindra?

Ada yang bertanya mengapa saya kuat membuat minimal lima artikel dalam sehari? Dibayar? Tidak, saya non-partisan tapi motivasi saya adalah tidak membiarkan Jokowi segampang itu melenggang bebas menjadi presiden, dan untuk itu semua daya upaya akan saya lakukan supaya Jokowi gagal mendapatkan ambisinya. Bila saja Jokowi tidak nyapres maka saya tidak peduli ketika persoalan HAM dipakai menyerang Prabowo padahal saya tahu Prabowo tidak bersalah dan lain sebagainya.

2. Jusuf Kalla: bila dia kader Golkar yang baik dan setia harusnya legowo ketika Rapimnas Golkar memutuskan ARB menjadi capres bukannya malah bergerilya ke sana sini dan merekayasa keadaan supaya dia bisa maju. Bukankah Golkar sudah mendukung JK untuk menjadi cawapres SBY dan capres bersama Wiranto? Masa belum puas dan merusak kesempatan kader lain? Dasar cabe tua rakus dan maruk.

Akibat kerakusan JK sekarang Golkar berkoalisi dengan Gerindra padahal memberikan obat bagi kelemahan Poros Gerindra yaitu TVOne. Selain itu tanpa Golkar pada fanboi Jokowi akan menyebut Koalisi Gerindra sebagai koalisi partai Islam dan menciptakan situasi untuk menakut-nakuti, tapi dengan masuknya Golkar yang terkenal nasionalis dan pancasilais maka hal tersebut tidak bisa dilakukan.

3. Megawati: cukup tiga kata: Perjanjian Batu Tulis. Bila Megawati memenuhi janjinya maka dia bisa menjadikan Puan Maharani sebagai cawapres Prabowo dan Prabowo akan sulit menolak, masalahnya pasangan ini dapat dipastikan kalah telak. Hikmah kejadian ini adalah Prabowo mendapatkan mantan menteri koordinator perekonomian yang merupakan besan Presiden SBY dan dukungan Bapak Reformasi Amien Rais sehingga bisa digunakan untuk menangkis segala jenis maupun bentuk serangan HAMBURGER dan ORBA-phobi.

Jauh sebelumnya tahun 2005 Megawati juga menghianati tujuan pendirian PDIP dengan menolak regenerasi dan malah mengkultuskan dirinya sendiri sebagai mahadewi PDIP. Akibatnya banyak kader berkualitas mengundurkan diri, termasuk Pius Lustrianang, korban "penculikan" yang sekarang masuk Gerindra dan sangat membantu membela bahwa Prabowo bukan penanggung jawab peristiwa tersebut.

4. Surya Paloh: Menghianati kesepakatannya dengan Hary Tanoe bahwa dia akan konsentrasi mengurus Ormas NasDem sementara Hary Tanoe dan generasi muda lain mengembangkan Partai NasDem. Ketika Partai NasDem sudah bagus malah Surya Paloh dengan tidak tahu diri datang merebut. Bila Surya Paloh tetap pada janjinya maka Hanura bisa berkoalisi dengan Hary Tanoe dan gerbong berkualitas nomor 1 miliknya tetap dalam koalisi. Sekarang kemungkinan Hary Tanoe akan mendukung Koalisi Gerindra baik dari dalam Hanura maupun dari dalam Gerindra dengan membawa MNC TV dan Sindo media massa miliknya yang merupakan satu-satunya kelemahan besar kubu Gerindra.

5. Muhaimin Iskandar: menghianati paman sendiri, Gus Dur, dan menghianati capres mereka Rhoma Irama. Seandainya Cak Imin lebih bijak dan masih berusaha mencari mitra koalisi untuk Rhoma namun gagal dan terpaksa membatalkan pencapresan mungkin Rhoma masih akan mendukung PKB, namun Cak Imin malah melakukannya seolah Rhoma sudah bisa dibuang karena memberi suara 9% bagi PKB. Sekarang gerbong keluarga Gus Dur, simpatisan Gus Dur NU serta Rhoma Irama mendukung Prabowo-Hatta Rajasa.

6. Wiranto: saya rasa kita sudah bisa melihat bahwa Prabowo lebih populer dari Wiranto padahal Prabowo berangkat dari citra yang sangat terpuruk. Hal yang sama terjadi ketika mereka aktif, bahwa Prabowo lebih populer di kalangan tentara sementara Wiranto suam-suam kuku dan hal ini menimbulkan kecemburuan. Kecemburuan ini menyebabkan Wiranto memfitnah Prabowo mau kudeta BJ Habibie dan menimpakan semua kesalahan pada tahun 1998 kepada Prabowo serta mengadu domba antara keluarga Soeharto dan Prabowo. Sampai sekarang Wiranto masih iri karena Prabowo lebih populer padahal Prabowo sudah tidak sakit hati, dan bila saja Wiranto tidak iri hati maka hari ini dia akan bergabung dalam gerbong Prabowo ketimbang gerbong presiden boneka karena sebagian besar orang Hanura mau ke Gerindra.

Demikian pula sikap Wiranto yang menyalahkan Hary Tanoe karena kecilnya suara Hanura padahal sebelum HT masuk kurang dari setahun yang lalu Hanura baru ditinggal Akbar Faisal ke NasDem karena Akbar Faisal menilai Hanura partai gurem sementara NasDem lebih punya prospek. Selain itu Wiranto tidak berusaha berdiskusi dengan HT mengenai rencana merapat ke PDIP, dan akibatnya HT dan gerbongnya sedang dalam proses mendukung koalisi Gerindra-Prabowo Berjasa.

Lagipula dengan kubu Wiranto di kubu Poros Jusuf Kalla maka serangan HAMBURGER terutama politisasi kasus Pemerkosaan 98 kepada Poros Prabowo menjadi sulit dilakukan sebab akan menjadi senjata makan tuan.

Sebagai akibat para penghianat di atas, sekarang Poros Prabowo sangat pluralis dan indah; ada Islam plurais seperti keluarga Gus Dur/NU; ada Islam "timur tengah" (PKS); ada Islam nasionalis (PAN-PPP); ada Islam puritan (Rhoma Irama, AA Gym, Yusril Izha Mahendra); ada nasionalis (Golkar-Gerindra) ada Tionghoa Kristen (Hashim Djojohadikusumo-Hary Tanoe dll); ada ARB "pengusaha pribumi" yang mempunyai menantu seorang Tionghoa; ada campuran Jawa Islam-Manado Kristen (Prabowo); ada dari Sumatra (Hatta Rajasa); dan juga ada berbagai macam profesi yang semuanya unggulan di bidang masing-masing, ada yang teknokrat (Hatta Rajasa); filsuf (Amien Rais); ahli hukum tata negara yang selalu menang di Mahkamah Konstitusi dan PTUN (Yusril Izha Mahendra); ada pengusaha pribumi maupun Tionghoa (ARB, Hashim, Hary Tanoe, dll); ada militer (Prabowo dll); ada aktivis (Fadli Zon, Pius Lustrianang dll); dan masih banyak lagi.

Lalu bagaimana dengan kubu Poros Jusuf Kalla? Karena sebagian menyangkut SARA maka untuk mencegah dihapus admin kompasiana, sebagian akan saya kasih petunjuk saja.

Di kubu tersebut ada Jusuf Kalla (silakan google alasan tahun 2008 dia menyelamatkan Grup Bakrie padahal perusahaan milik pengusaha lain juga mengalami masalah); ada Surya Paloh (silakan google alasan Sandrina Malakiano mengundurkan diri) dan melanggar HAM pekerjanya, Luviana yang dipecat dengan sewenang-wenang; ada Budiman Soejatmiko yang tidak toleran dan mau mengkomuniskan Indonesia; ada Goenawan Mohamad (Salihara-KUK-Tempo); Todung Mulya Lubis (Tifa Foundation) yang mau menghapus seluruh nilai-nilai, budaya dan tata krama khas Indonesia untuk digantikan dengan free society ala George Soros; ada Wiranto yang menciptakan FPI (tidak perlu dijelaskan bukan?); ada CSIS dengan menciptakan istilah dua Hijau, "Hijau Islam" dan "Hijau Militer" dan memutuskan mendukung "Hijau Militer" melawan "Hijau Islam" yang berusaha mendeislamisasi Indonesia melalui Benny Moerdani dan menteri dalam kabinet Pembangunan (alasan Aa Gym mendukung Prabowo Berjasa); dan lain sebagainya.

Berdasarkan fakta di atas mana Poros Penghianat dan mana Poros Etika? Mana Poros Bhineka Tunggal Ika? dan mana Poros Intoleran yang memaksakan pandangan dan nilainya kepada pihak lain? Anda yang menilai. Demikian disampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan para pembaca supaya tidak salah memilih.

0 comments:

Post a Comment